x

Iklan

Imam Anshori Saleh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Suuzan terhadap Densus Antikorupsi

Polri membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun lagi untuk dapat membentuk Densus Antikorupsi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Imam Anshori Saleh

Pengamat hukum dan peradilan

Semula saya termasuk orang yang tidak berkeberatan dengan rencana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi Polri. Apa salahnya kalau Polri beritikad baik berkomitmen untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Dengan demikian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sendirian dalam membersihkan tindak pidana korupsi di negeri ini. Apalagi Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian begitu meyakinkan menjelaskan kepada khalayak ihwal masa depan Densus Antikorupsi ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika Presiden Joko Widodo menunda diwujudkannya Densus ini, saya tetap menganggap itu hanya soal waktu. Prinsipnya, Presiden sudah menyetujui. Soal nanti tugas Densus ini beririsan dengan tugas dan kewenangan KPK tentu dapat diatur dengan menata pembagiannya, mana yang menjadi kewenangan KPK dan mana yang menjadi porsi Densus. Saya tetap ber-husnuzan (berprasangka baik) terhadap Polri dan Densus itu. Kalau Densus Antiteror 88 atau Densus 88 Polri dinilai sukses, mengapa Densus Antikorupsi tidak boleh dilahirkan dari rahim yang sama?

Namun, setelah membaca berita headline di halaman 1 Koran Tempo dua kali berturut-turut, 30 dan 31 Oktober 2017, permakluman saya terhadap rencana pembentukan Densus jadi berubah total. Dua berita itu berjudul "Penyidik Polisi Rusak Barang Bukti KPK" dan "Perusakan Diduga untuk Tutupi Setoran ke Polisi". Kalau berita itu benar, bagaimana mungkin akan dibentuk Densus Antikorupsi kalau kelakuan oknum polisi di hari gini masih seperti itu. Polisi yang di-BKO-kan menjadi penyidik KPK mestinya mereka yang terbaik. Rekam jejak dan integritas mereka sudah teruji. Bukan polisi "abal-abal". Tapi, kok seperti itu tindakannya.

Merusak barang bukti itu bukan sekadar melanggar etika, tapi sudah merupakan tindakan kriminal. Mereka ingin menutup aib dengan membuat aib baru. Jadi, bukan hanya tindakan dua orang oknum, tapi sudah merupakan konspirasi demi "korsa korp". Tindakan itu juga bisa disebut sebagai kejahatan yang berlapis. Ini namanya "pagar makan tanaman". Polisi yang seharusnya menjaga barang bukti malah merusaknya. Tindak pidana ini perlu diusut tuntas baik oleh KPK maupun oleh Polri.

Bukan bermaksud "gebyah uyah" atau menggeneralisasi, kalau polisi "terbaik" yang ada di KPK berkelakuan seperti itu, rasanya polisi-polisi yang bakal dicalonkan ke Densus Antikorupsi juga tidak jauh dari itu. Entah karena apa tiba-tiba saya berubah menjadi suuzan (berburuk sangka). Mestinya, ketika Polri menyodorkan usulan pembentukan Densus, semua jajaran di kepolisian menunjukkan performance terbaik, bukan malah sebaliknya.

Lima Tahun Lagi

Dengan kejadian tragis oknum polisi merusak barang bukti di KPK untuk menutupi jejak setoran ke polisi, ini artinya Polri secara menyeluruh tidak lulus dalam fit and proper test untuk membangun Densus Antikorupsi. Betul memang yang terjadi itu kelakuan dua oknum, tetapi kalau mereka adalah orang terbaik, maka logikanya: yang terbaik bisa begitu, bagaimana dengan polisi yang "biasa-biasa" saja?

Polri, menurut saya, membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun lagi untuk dapat membentuk Densus Antikorupsi. Artinya, kalau Presiden Joko Widodo menunda pembentukannya, berilah waktu 5 sampai 10 tahun. Kalau dalam kurun waktu itu Polri mampu menunjukkan kredibilitasnya, tanpa ada anggotanya yang melakukan tindakan konyol seperti itu, silakan dibentuk. Tapi, begitu terungkap satu orang saja yang berkelakuan konyol seperti itu, ya, diperpanjang lagi penundaan pembentukan Densus. Rasanya pilihan langkah itu cukup fair. Artinya, sudah ada jaminan Polri sudah baik dalam menjalankan tugasnya.

Apalagi kalau kita mau membuka mata lebih lebar, masih terlalu banyak tindakan tak terpuji lainnya yang dilakukan oleh oknum anggota Polri, baik yang tergabung dalam penyidik KPK maupun yang berada di internal Polri. Semuanya menunjukkan bahwa saat ini Polri masih harus banyak berbenah, belum layak membentuk lembaga prestisius sejenis KPK yang di dalamnya sangat banyak godaannya.

Kejadian perusakan barang bukti ini kiranya diharapkan dapat pula menyadarkan sejumlah anggota DPR RI yang bermimpi untuk menjadikan Densus Antikorupsi Polri ini sejajar dengan KPK. Apalagi jika ujungnya lambat laun Densus ini untuk mendegradasi KPK.

Ikuti tulisan menarik Imam Anshori Saleh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan