x
Polri
Oleh: M Ilhamsyah

Minggu, 28 November 2021 16:53 WIB

Karimah

Oleh: Napitupulu Na07

Selasa, 12 Januari 2021 16:45 WIB

Bencana Banjir, Kekeringan, dan Pencemaran, Karena Abai Perlindungan Lingkungan Hidup

Laporan kinerja RPJM 2015-2019 Kementerian LHK menunjukkan trend Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Nasional yang membaik dari 63,42 % th. 2014 menjadi 66,46 % th. 2017 dan 66,55 % th. 2019. Rumusnya, IKLH = Indeks Kualitas Udara (IKU) + Indeks Kualitas Air (IKA) + Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Khusus Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) yang berkaitan dengan banjir dan kekeringan juga membaik dari 58,3 % th. 2015, 56,88 % th. 2017 ke 62 % th. 2019. Walau IKLH membaik, realitas lapangan di setiap DAS / WS di Indonesia kita menyaksikan: (i) setiap musim hujan terus bertambah kejadian banjir dan tanah longsor yang dipicu oleh rendahnya IKTL, diikuti (ii) kejadian kekeringan dan deficit air yang lebih parah pada musim kemarau karena hampir semua hujan sudah terbuang ke laut sewaktu banjir. Dan (iii) Sepanjang tahun terjadi air kotor / tercemar oleh limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, kota, industri, peternakan, dan pertanian kering, yang sudah mengancam kesehatan warga. Setelah lebih dahulu menguraikan teori tentang Pengaturan Debit Banjir / Air Tinggi dan Air Rendah / Kekeringan serta Dampak Pasang Laut / Rob, yaitu perlunya memahami 7 (tujuh) prinsip yang saling terkait, tentang ekosistem Sumber Daya Alam dan / atau Sumber Daya Air (SDA); Penulis menguraikan usulan solusi mitigasi banjir, kekeringan dan pencemaran baik Upaya Struktural Fisik, maupun Upaya Non Struktural Non Fisik. Setelah itu ditutup dengan lima butir saran bagi semua pemangku kepentingan perlindungan lingkungan hidup dan SDA di Indonesia.

Oleh: Napitupulu Na07

Sabtu, 30 Mei 2020 16:45 WIB

Bangun Jutaan Tandon Air Hujan-Padat Karya Tunai, untuk Menambah Cadangan Air Kemarau dan Mengurangi Banjir, serta Dampak Covid 19

Pembangunan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi berakibat terjadinya alih fungsi hutan dan ruang terbuka hijau secara masif menjadi: perkotaan, permukiman, areal industri, perkebunan sawit, kawasan pertambangan minerba dan galian C, berbagai sarana transportasi, perladangan berpindah dan lahan gundul kritis terlantar; telah berujung terjadinya banjir-banjir besar di musim hujan,diikuti kekeringan dan kelangkaan air di musim kemarau, serta air kotor / tercemar oleh limbah cair dan sampah yang menyumbat sungai dan drainase sepanjang tahun. Mengatasi masalah ini sekarang pemerintah sedang giat-giatnya membangun banyak bendungan/waduk banjir dan serbaguna bersamaan dengan merehabilitasi hutan dan konservasi lahan (gerhan). Namun upaya gerhan dan bangun waduk-waduk tersebut belum optimal menurunkan debit puncak banjir DPB) yang membesar/meningkat menjadi 5 (lima) kali debit (Q) sebelum alih fungsi tata guna tanah. Untuk mengantisipasi dampak alih fungsi tata guna lahan ini peraturan perundang-undangan terkait Penataan Ruang telah memuat persyaratan prinsip Zero Delta Q (Pertambahan Debit Nol). Tulisan ini menguraikan pentingya menerapkan prinsip Pertambahan Debit Nol ini dengan membuat/membangun jutaan tandon-tandon air hujan di seluruh nusantara; untuk melengkapi dan mengoptilakan upaya yang sedang berjalan tersebut di atas, namun sekaligus dapat menyerap tenaga kerja secara padat karya bagi penduduk yang terdampak pandemi Covid 19.