Setya Novanto; Lilin yang Disulut Bensin
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBSN dengan mudah melenggang ke daerah dan memimpin rapat anggota dewan kita yang terhormat dengan cukup santainya. Padahal keterangannya dibutuhkan KPK
Beberapa hari terakhir, berita tentang SN menyita perhatian kita. Aksi akrobatik yang dibuat SN beserta para jongosnya bak sinetron yang tak punya kata tamat. Bahkan sudah taraf merusak akal sehat.
Batapa tidak, ulah SN rasa-rasanya sulit diikuti oleh masyarakat kebanyakan. Apalagi kaum yang tak berduit. Sehingga tak bisa disalahkan bila muncul anggapan bahwa negara kerepotan menghadapi SN.
Bayangkan SN mangkir dari panggilan KPK sampai 11 kali, padahal KPK punya kewenangan subjektif untuk menangkap atau memanggil paksa seseorang bila absen sebanyak 2 kali, atau paling tidak diduga keras melakukan tindak pidana.
Kewenangan itu dijabarkan secara tegas dalam perintah KUHAP maupun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Namun kewenangan itu sepertinya tumpul dihadapan SN.
Sehingga muncul lah serial, dia dengan mudah melenggang ke daerah dan memimpin rapat anggota dewan kita yang terhormat dengan cukup santainya. Padahal keterangannya sangat dibutuhkan baik di KPK maupun di Persidangan.
Sakitnya SN yang sulit kita pisahkan dari bagian episode, juga membikin KPK bak macan ompong. Masih segar di ingatan bagaimana Nunun Nurbaeti dan Hartati Murdaya tetap digiring ke jeruji besi kendati mengaku sakit. Sayangnya KPK seperti pikun dengan keberaniannya sendiri.
SN juga kembali menghidupkan api dalam sekam antara KPK dan Polri, karena melaporkan Agus Rahardjo dan Suat Situmorang kasus menyalahgunaan wewenang. Celakanya, Polri bergerak cepat menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang sudah jamak memiliki tersangka.
Walaupun Kapolri sudah berulang kali menjelaskan alasan logis terbitnya SPDP tersebut, tapi publik tak akan mudah menerima bila membandingkan jurus-jurus SN yang sakti mandraguna itu.
Sebenarnya ini tak akan terjadi dan tak mesti terjadi, bila sejak awal penegak hukum kita menindak SN secara tegas. Sayangnya yang terjadi justeru sebaliknya, penegak hukum kita seolah ikut dalam labirin politik yang diciptakan SN.
Sehingga pada akhirnya, semua menjadi pemborosan energi bagi kita apalagi negara karena tak adanya ketegasan. Bahkan tanpa disadari, drama SN seperti cara penegak hukum membaluri belut dengan gemuk. Sudah licin tapi dibuat semakin licin.
Imbasnya, keadilan dan persamaan hukum semakin jauh dari harapan. Membikin publik masih percaya berada di zaman homo homini lupus, karena sulitnya membedakan hidup di negeri hukum atau terjerembab di alam liar. Padahal sejatinya SN hanyalah lilin. Tapi malah disulut dengan bensin.
TRI SUHARMAN
sumber foto : http://priocartoon.blogspot.co.id/
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
#BebaskanAsrul
Selasa, 18 Februari 2020 14:42 WIBNama Jawa dan Orde Baru
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler