x

Iklan

Lia Dwi Dana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pegadaian Syariah

Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti “menahan”. Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan sebagai

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

NAMA                         : Lia Dwi Dana

JURUSAN                    : Muamalah/V/(G)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

PEGADAIAN SYARIAH

Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti “menahan”. Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan sebagai jaminan utang. Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternative bagi masyarakat guna menetapkan pilihan dalam pembiayaan di sector riil. Biasanya kalangan yang berhubungan pegadaian syariah masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Karena itulah pegadaian syariah harus lebih akomodatif dalam menyelesaikan persoalan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Secara formal, keberadaan pegadaian syariah  berada dalam lingkup perusahaan Umum (Perum) pegadaian. Karena Perum Pegadaian merupakan satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.

Dasar hukum disyariatkannya gadai sebagai jaminan utang adalah:

Artinya: “Jika kalian dalam pejalanan (bermuamalah tidak secara tunai), sementara kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanat (utangnya) dan hendaklah bertakwa kepada Allah tuhannya”. (Q.S. Al-Baqarah: 283)

Syarat Gadai

Menurut Sayid Sabiq, syarat sahnya perjanjian atau akad gadai itu ada 4 yaitu:

1. Berakal

2. Baligh

3. Barang yang dijadikan borg (jaminan) ada pada saat akad

4. Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima barang gadaian  atau wakilnya.

Rukun Gadai

Di samping syarat-syarat dalam perjanjian gadai di atas, kita juga mengenal adanya rukun dalam gadai. Menurut hukum islam menyebutkan bahwa rukun gadai itu ada 4 (empat) yaitu:

  1. Shighat atau perkataan.
  2. Adanya dua orang yang berakal.
  3. Adanya utang. 
  4. Adanya barang yang diakadkan.

Di Indonesia, lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memberikan adalah Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN - MUI). Terkait dengan gadai, fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan adalah:

-          Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia No.25/ DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

-          Fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.

-          Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah.

-          Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia. No.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah.

-          Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia No.43/DSN/MUI/VII/2004 tentang ganti rugi.

Dari fatwa-fatwa tersebut agar berlaku mengikat, maka perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah melalui otoritas yang terkait menjadi produk hukum yang berlaku formal.[1]

hak dan kewajiban yang terdapat dalam perjanjian gadai adalah sebagai berikut:

  1. Hak Penerima Gadai (murtahin)
    1. Penerima gadai mendapatkan biaya administrasi yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan harta benda gadai (marhun).
    2. Murtahin mempunyai hak menahan marhun sampai semua utang (marhun bih) dilunasi.
    3. Penerima gadai berhak menjual marhun apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajiban. Hasil penjualan diambil sebagian untuk melunasi marhun bih dan sisanya dikembalikan kepada rahin.
  2. Kewajiban Penerima Gadai (murtahin)
    1. Murtahin bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya harga marhun bila itu disebabkan oleh kelalaian.
    2. Murtahin tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan pribadinya.
    3. Murtahin berkewajiban memberi informasi kepada rahin sebelum mengadakan perlelangan harta benda gadai.
  3. Hak Pemberi Gadai (Rahin)
    1. Pemberi gadai (rahin) berhak mendapatkan pembiayaan dan/ aau jasa penitipan.
    2. Rahin berhak menerima kembali harta benda yang digadaikan sesudah melunasi utangnya.
    3. Rahin berhak menuntut ganti rugi atas kerusakan dan/atau hilangnya harta benda yang digadaikan.
    4. Rahin berhak menerima sisa hasil penjualan harta benda gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya lainnya.
  4. Kewajiban Pemberi Gadai (Rahin)
    1. Rahin berkewajiban melunasi mahun bih yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang disepakati.
    2. Pemeliharaan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin. Namjun jika dilakukan oleh murtahin, maka  biaya pemeliharaan tetap menjadi kewajiban rahin. Besar biaya pemeliharaan tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Sifat usaha dari perusahaan pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Adapun maksud dan tujuan pendirian perusahaan pegadaian adalah sebagai berikut:

  1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Menghindari masyarakat dari gadai gelap, prkatik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Dari maksud dan tujuan tersebut, nampaknya penegasan larangan praktik riba dan sejenisnya sudah menjadi agenda dari pendirian jenis perusahaan ini.

Adapun secara teknis, implementasi akad rahn dalam lembaga pegadaian adalah sebagai berikut:

(1)   Nasabah menjaminkan barang (marhun) kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan tersebut untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan.

(2)   Pegadaian syariah dan nasabah menyepakati akad gadai. Akad ini meliputi jumlah pinjaman, pembebanan biaya jasa simpanan dan biaya administrasi. Jatuh pengambilan pembiayaan yaitu 120 hari (4 bulan).

(3)   Pegadaian syariah memberikan pembiayaan atau jasa yang dibutuhkan nasabah sesuai kesepakatan.

(4)   Nasabah menebus barang yang digadaaikan setelah jatuh tempo. Apabila pada saat jatuh tempo belum dapat mengembalikan uang pinjaman, dapat diperpanjang 1 (satu) kali masa jatuh tempo, demikian seterusnya.

(5)   Pegadaian (murtahin) mengembalikan harta benda yang digadai (marhun) kepada pemiliknya (nasabah).[2]

Banyak usaha strategis yang dapat dilakukan oleh lembaga berwenang terkait upaya pengembangan pegadaian syariah, diantara usaha tersebut adalah: [3]

  1. Usaha untuk membentuk lembaga pegadaian syariah terus dilakukan sebagai upaya untuk mensosialisasikan praktik ekonomi syariah di masyarakat menengah ke bawah yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan. Untuk pengembangan, diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak guna menentukan langkah-langkah dalam pembentukan lembaga pegadaian syariah yang lebih baik.
  2. Masyarakat akan lebih memilih pegadaian dibandingkan bank di saat mereka membutuhkan dana karena prosedurnya yang mudah, maka cukup alasan bagi pegadaian syariah untuk eksis di tengah-tengah masyarakat yang membutuhkan pembiayaan.
  3. Pegadaian syariah bukan pesaing yang menyebabkan kerugian bagi lembaga keuangan syariah lainnya, tetapi untuk saling mendukung terciptanya sistem keuangan yang berbasis syariah.
  4. Pemerintah perlu segera mengakomodir keberadaan pegadaian syariah ini dengan membuat peraturan perundang-undangan tersendiri yang berlaku secara formal.

 

[1] Burhanuddin S., Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.170-171

[2] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalm Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar grafika, 2013), hlm. 233-234 

[3] Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.217

Ikuti tulisan menarik Lia Dwi Dana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini