x

Iklan

Dudi Saputra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Airlangga Hartarto: Sang Pencetak Gol dari Partai Golkar

Opini perihal kepemimpinan Golkar di tangan Airlangga Hartarto

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh M. Dudi Hari Saputra, MA.

Direktur Eksekutif Moderate Institute – Jakarta.

 

A. Pembuka

Memasuki tahun 2018 dan menghadapi tahun politik 2019, Partai Golkar menghadapi tantangan yang berat di tengah pusaran problem kasus korupsi yang dihadapi oleh beberapa ketua partai Golkar di daerah dan mantan ketua umum Partai Golkar Setya Novanto.

Walau Golkar sebagaimana yang disampaikan oleh Denny JA adalah partai modern dan profesional, di mana Golkar adalah partai politik pertama di Indonesia yang menggunakan hasil lembaga survey untuk mengambil keputusan dan memiliki 2 jimat khusus, yakni kekuatannya sebagai partai politik yang tidak bergantung pada figur sentral tokoh tertentu (impersonal order), karena sudah bermamorfosa menjadi partai modern yang mengandalkan sistem kepartaian sebagai kekuatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu Golkar juga memiliki jimat yang juga digunakan oleh Jose Mourinho ketika menjadi pelatih Inter Milan yakni strategi bertahan “Catenacio” dan serangan balik yang mampu mengalahkan sepak bola indah “Tiki-Taka” dan menyerang dari Barcelona di semi-final liga Champion, Golkar memiliki kemampuan bertahan yang luar biasa dalam menghadapi serangan-serangan dan tekanan dari partai lain bahkan menjadi pemenang di pemilu tahun 2004.

Akan tetapi kejadian itu terjadi 15 tahun yang lalu, efek kharisma tokoh atau dalam bahasa ilmiahnya disebut dengan “Coattail Effect” saat ini menjadi tumpuan bisa bertahannya sebuah partai dalam memenangkan pemilihan umum. Seperti efek SBY pada Demokrat, Prabowo pada Gerindra dan Jokowi pada PDI-P menjadi penanda bahwa figur-figur sentral bisa menjadi pembawa efek positif maupun efek negatif pada popularitas partai politik.

Seperti survey terakhir yang dirilis oleh Poltracking bahwa posisi Golkar disalip oleh Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu mengantongi elektabilitas sebesar 13,6 persen, sementara Golkar hanya 10,9 persen (Kompas, 2017). Selain itu, survey terakhir dari lembaga CSIS (Centre for Strategic and International Studies) menunjukkan kemerosotan suara Golkar disuara pemilih Milenial (usia 17-29 tahun) di bawah PDI-P, Gerindra dan Demokrat, padahal jumlah suara pemilih milenial menurut survey dari BKKBN sudah mencapai 35% dari seluruh jumlah penduduk secara nasional, maka perlu ada treatment khusus yang perlu dilakukan oleh partai Golkar kedepan.

 

B. Treatment Khusus nya yaitu: Airlangga Hartarto

Mengutip ucapan politisi senior Golkar yakni Happy Bone Zulkarnain, bahwa Golkar selalu mengalami penurunan suara dalam beberapa survey sehingga Golkar sudah bisa dikategorikan mendapat alarm peringatan agar segera melakukan tindakan khusus supaya tidak terus merosot dan menyentuh suara dengan angka 1 digit.

Salah satu solusi nya yaitu dengan melakukan pergantian kepemimpinan di partai berlambang pohon beringin tersebut, dikutip oleh Rilis ID, Happy beranalogi bahwa “Ibaratnya kapal besar, Golkar ini sekarang yang bermasalah nakhodanya. Kalau nakhoda yang bermasalah, tentu kapalnya tenggelam. Makanya harus ada yang memimpin kapal tersebut agar tidak tenggelam,”.

Kemunculan nama Airlangga Hartarto sebagai kandidat kuat pengganti Setya Novanto sudah banyak diprediksi oleh berbagai pihak, indikasi positif dari pihak istana untuk menyetujui maju nya menteri perindustrian ini sebagai ketua umum partai Golkar sudah nampak jelas dengan dipanggilnya Airlangga Hartarto ditemani Luhut Binsar Panjaitan menghadap Jokowi di Istana Presiden, pujian pun juga keluar dari Luhut ketika mengatakan bahwa Golkar memiliki kader yang berkinerja sangat bagus yakni Airlangga Hartarto ketika diadakan Rapimnas Partai Golkar di Balikpapan.

Selain karena keberhasilan Airlangga sebagai menteri yang dipandang Jokowi memiliki kans untuk menukangi partai Golkar dengan baik, sehingga Golkar memiliki Passion of Growth untuk meningkatkan suara nya dan bisa membuat langkah Jokowi lebih mudah untuk mencalonkan diri kembali di 2019 melalui partai Golkar.

Airlangga juga punya keunggulan lain sebagai syarat menjadi pemimpin, yakni kemampuan Relationship building, karena di era interkoneksi & coopetition (sinergi) seperti sekarang ini, kemampuan menjalin hubungan semakin mendasar karena seseorang harus mampu berjabat erat dengan pihak lain. 

Nah inilah titik simpul kenapa nama Airlangga bisa muncul, hampir bisa dikatakan semua faksi kekuatan yang ada di dalam internal Golkar tidak memiliki masalah dengan sosok satu ini, sehingga tidak aneh menjelang kenaikannya, banyak sekali rekomendasi dukungan tokoh-tokoh Golkar yang mendatangi Airlangga.

Seperti dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung, Ketua Umum Ormas MKGR Roem Kono, Ketua Umum Soksi Ade Komarudin, Ketua Dewan Pakar sekaligus Ketua Umum Kosgoro Agung Laksono dan beberapa suara daerah dari tingkat DPD 1 dan DPD 2 partai Golkar.

Airlangga bagaikan magnet yang dianggap mampu merekatkan dan mensolidkan semua kekuatan di partai Golkar dalam melalui masa-masa genting politik di tahun 2018 untuk pilkada serentak dan 2019 untuk pileg dan pilpres.

Dan poin pamungkas adalah kemampuan Airlangga sebagai pemimpin dengan faktor Self confidence. Yakni pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang terukur takkan menyerah pada keadaan dan kreatif dalam mencari solusi. Yakni seorang pemimpin yang mampu keluar dari paradigma korban keadaan dan selalu mampu memiliki peran untuk mengubah.

Airlangga bagaikan Diego Milito ketika menjadi striker klub sepak bola Italia Inter Milan di tahun 2009-2010, sempat tidak diunggulkan sebagai striker Inter Milan di masa itu karena ada sosok Balotelli sebagai striker utama namun malah tidak gemilang dilapangan rumput hijau dan lebih dikenal karena aksi-aksi "usil" nya, maka sosok Milito adalah sosok pengganti sempurna bagi Mourinho waktu itu.

Menyambung ungkapan Denny JA bahwa Golkar adalah organisasi berformatkan kerja tim, tapi peranan individu penentu tidak bisa dilupakan, maka sosok Milito di Inter Milan waktu itu tidak hanya berhasil sebagai ujung tombak yang tajam dan membuat Bayern Munchen kebobolan 2 gol di final liga Champion. 2 umpan sempurna nya bagi Sneijder dan Maicon membuat Inter mampu membalikkan posisi unggul Barcelona menjadi tertinggal pada laga semi-final liga champion 2010.

Sosok seperti Milito inilah yang ada pada diri Airlangga dalam konteks politik Golkar saat ini, selain memiliki kemampuan membalikkan keadaan Golkar yang sempat terpuruk dan suaranya terus merosot menjadi kembali bangkit dan naik, Airlangga juga merupakan sosok striker dan pengumpan brilian.

Selain karena bisa menjadi target man pencetak gol kemenangan bagi partai Golkar, sosok pria berbadan jangkung ini juga bisa menjadi pengumpan bola sempurna bagi kawan-kawan nya di Partai Golkar untuk ikut melesatkan gol kemenangan bagi Golkar pada momen demokrasi di tahun 2018-2019. Apakah sosok Airlangga akan mampu mengikuti jejak Milito yang menjadikan tim nya sebagai tim terbaik di dunia saat itu, ya kita akan saksikan bersama ke depan.

Ikuti tulisan menarik Dudi Saputra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu