x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penataan Tenabang, Kenapa Jokowi Harus Jadi Kambing Hitam

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno berargumentasi terkait penataan Tanah Abang disebutnya sebagai upaya mengurangi ketimpangan ekonomi rakyat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemprov DKI Jakarta kembali membuat gebrakan. Sejak Jum’at (22/12/2017) lalu, Anies-Sandi melakukan penataan kawasan Pasar Tanah Abang dengan menutup Jalan Jatibaru Raya di depan Stasiun Tanah Abang. Konon jalan yang panjangnya 400 meter itu ditutup agar pedagang kaki lima bisa berjualan di area tersebut. Pemprov DKI juga menyediakan 400 (Ada juga yang menyebut 372) tenda yang bisa didapatkan secara gratis tanpa pungutan retribusi.

Tetapi tidak setiap niat baik akan berhasil dengan baik. Sebagaimana penataan Tenabang itu. Bisa jadi niat Anies dan Sandi itu memang baik. Sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah kesemrawutan yang selama ini terjadi di kawasan pusat perdagangan terbesar itu. Hanya saja baru juga dilaksanakan, ternyata justru malah menimbulkan banyak masalah yang tak kalah besarnya.

Selain menimbulkan pro dan kontra, juga dianggap telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Selain itu juga kebijakan Anies-Sandi pun dianggap sebagai sebuah akrobat politik menjelang tahun politik 2019 mendatang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Betapa tidak. Sebagaimana diungkapkan Wakil Gubernur Sandiaga Uno, tujuan dari penataan kawasan Tanah abang, salah satunya adalah merupakan cara Pemprov DKI Jakarta untuk membantu Presiden Joko Widodo dalam upaya mempersempit ketimpangan ekonomi di Ibu Kota.

Baca juga: Sandiaga Sebut Penataan Tanah Abang untuk Bantu Program Jokowi

Sandiaga menyebut penataan dengan membebaskan PKL berjualan di ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang menjadi solusi terciptanya lapangan pekerjaan dan perekonomian yang terus bergerak. Dengan demikian, ketimpangan ekonomi akan menyempit.

Alih-alih diacungi jempol, dengan menyebut Presiden Jokowi yang menjadi alasannya, dalam hal penataan pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara itu, suka maupun tidak, sepertinya duet Anies-Sandi justru sebagai salah satu upaya untuk mempreteli elektabilitas Jokowi. Kesannya begitu kental hanya untuk menjadikan Jokowi sebagai kambing hitam.

Bagaimanapun kemenangan pasangan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta, tidak terlepas dari peran pihak-pihak yang menjadi lawan politik Presiden Jokowi selama ini. Termasuk di dalamnya Anies dan Sandi.

Sementara itu, kinerja Jokowi selama memimpin negeri ini, diakui cukup berhasil, dan memuaskan masyarakat banyak. Sehingga hal itu dianggap sebagai ancaman serius bagi lawan politiknya. Maka berbagai cara untuk menjatuhkannya pun terus dilakukan. Termasuk dengan yang saat ini sedang dilakukan di kawasan Tenabang.

Memang benar, Presiden Jokowi sangat besar sekali tekadnya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hanya saja caranya tidak seperti yang sekarang diterapkan Pemprov DKI Jakarta.

Salah satu contoh nyata, adalah dalam pengentasan kemiskinan yang sekarang ini sedang dilksanakannya melalui program Dana Desa. Selain membangun infrastruktur jalan demi memperlancar perekonomian, rakyatnya pun diberi pelatihan, dan diberi suntikan permodalan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Sementara yang dilakukan Anies dan Sandi justru sebaliknya. Jalan yang sudah ada pun ditutupnya. Memang benar untuk menempatkan para pedagang kaki lima yang selama ini dianggap sebagai biang kesemrawutan. Tapi jika harus mengorbankan para pengguna jalan yang semestinya, dan melanggar aturan perundang-undangan, dinamakan apa lagi kalau bukan sebuah upaya yang memiliki tujuan tertentu dalam mengumbar syahwat politiknya.

Bukti lain dari sikap duet yang diusung partai Gerindra dan PKS tersebut yang dianggap bertentangan dengan kebijakan pusat, adalah kebijakan terkait honor Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Teguran Kemendagri ditanggapi lain oleh Anies yang terkesan sedang didzolimi oleh pemerintahan Jokowi.

Begitu juga dengan rencana dana parpol yang besarannya melebihi dari yang ditetapkan pemerintah pusat, bisa jadi merupakan bentuk perlawanan pasangan yang sekarang memimpin DKI Jakarta tersebut. Kemungkinan besar maksudnya kalau rencananya itu berhasil, paling tidak anggota DPR RI di Senayan pun akan menuntut pemerintah agar meningkatkan lagi besaran dana parpol secara nasional.

Hanya saja meskipun demikian, berbagai cara dilakukan untuk mengganggu pemerintahan Presiden Jokowi, sebagaimana biasanya pula Jokowi akan menghadapinya dengan cara-cara yang smart, dan senyap, tetapi pada akhirnya akan sangat telak. Terlebih lagi dengan akrobat semacam yang sedang dilakukan duet DKI Jakarta ini, rakyat awam saja sudah bisa menebaknya.***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu