x

Iklan

Samsul Khairuman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ini Salah Satu Strategi Puan Maharani Mengawal Revolusi Ment

Puan Maharani menghidupkan budaya bangsa

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“... dalam kehidupan sehari-hari, praktik revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan mempunyai semangat gotong royong”.

“... revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala”.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itulah gagasan revolusi mental yang pertama kalinya “dinyalakan” oleh Soekarno pada peringatan hari kemerdekaan, tepatnya 17 Agustus 1965.

Satu hal yang ditekankan oleh Soekarno dalam konteks revolusi mental yaitu keniscayaan membangun jiwa bangsa, karena dengannya Indonesia akan kembali mempunyai citra diri, karakter, dan kepribadian sebagai sebuah bangsa besar dengan segala bentuk kemajemukannya. Gagasan revolusi mental, bukanlah gagasan tingkat “dewa” yang tak membumi. Artinya, ia justru bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perilaku yang paling sederhana. Semangat gotong royong, bekerja keras, sekaligus mempunyai integritas adalah nilai-nilai revolusi mental yang paling mendasar. Internalisasi revolusi mental, memungkinkan bangsa ini bangkit dan maju mengejar ketertinggalan.

Sebagai sebuah konsep besar, maka revolusi mental tidak terbatasi dengan sekat-sekat tertentu karena ia bisa menjelma perilaku seperti, dan sekecil, apapun. Sehingga, yang terjadi kemudian adalah kerinduan untuk kembali pada “yang asal”; rindu pada sesuatu yang lokal. Sehingga, kembali pada sesuatu yang asal dan lokal (local wisdom) merupakan satu diantara banyak cara menerapkan revolusi mental. Artinya, memerhatikan lagi segala sesuatu yang lokal, adalah bagian tak terpisahkan dari momentum revolusi mental.

Itulah yang bisa kita lihat dari Puan Maharani, yang secara resmi, melalui Inpres Nomor 12 tahun 2016, didaulat Presiden Jokowi untuk mengawal Gerakan Nasional Revolusi Mental. Sebagai bagian dari proses untuk menyukseskan revolusi mental, Puan mengatakan pentingnya menghargai segala karya yang lahir dari rahim Indonesia; batik dan kebaya diantaranya. Sehingga, Puan, dalam sebuah acara Cipta dan Alun Budaya dengan tema “Perempuan dan Canting” (25/01/2017), menekankan pentingnya menjadikan batik sebagai identitas nasional karena “batik itu milik kita, batik itu milik Indonesia, keunikannya tidak dimiliki oleh bangsa lain”, begitu tegasnya.

Rasa bangga terhadap batik adalah rasa bangga terhadap produksi yang lahir dari tangan-tangan kreatif anak bangsa, yang pada akhirnya, bukan hanya melestarikan budaya dan memperkuat jati diri bangsa, tapi juga akan ikut menyejahterakan kehidupan bangsa Indonesia. Pada skala tertentu, kebanggaan itu akan turut menyumbang kesadaran kita terhadap konsep revolusi mental, yaitu mendukung, menghargai, dan turut bangga serta mengapresiasi kearifan lokal yang dimiliki bangsa kita.

Apalagi dengan kreasi tiada henti, batik kini mulai dicintai oleh kalangan muda karena mulau beradaptasi dengan selera mereka dengan tanpa menghilangkan kebatikannya. Tidak hanya baju, batik juga mulai dijadikan motif alat-alat kebutuhan rumah tangga, interior dan ornamen di rumah dan hotel serta gedung-gedung, dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu, Puan juga menekankan pentingnya pakaian kebaya untuk terus dilestarikan sebagai akar budaya bangsa. “Kebaya adalah ikon budaya wanita Indonesia yang mengayomi”, begitu kata Puan Maharani saat membuka Fashion Show Pesona Kebaya Nusantara (7/12/2016). Karena Kebaya dan ibu melambangkan wanita Indonesia yang kuat, teguh, dan lembut.

Menurut Puan, kebaya yang tadinya pakaian tradisional oleh Bung Karno dijadikan sebagai pakaian nasional dan wajib dipakai pada setiap acara kenegaraan. Rupanya itu menjadi adat yang terinternalisasi sampai sekarang, dimana setiap ibu negara biasanya akan selalu menggunakan kebaya sebagai pakaian kebanggaan sekaligus kebangsaan. Itulah nilai penting yang ingin disampaikan oleh Puan.

Secara umum, menurut Puan, gerakan revolusi mental adalah upaya untuk kerja bersih, kerja jujur, dan melayani. Namun mencintai batik dan kebaya adalah bagian dari proses mencintai bangsa. Mencintai bangsa, adalah bagian tak terpisahkan dari nilai-nilai revolusi mental yang harus dimiliki oleh setiap kita. sehingga, penting untuk menghargai kearifan lokal bangsa kita, tidak hanya batik dan kebaya, tapi juga yang lainnya.

 

Ikuti tulisan menarik Samsul Khairuman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler