“Kongres HMI ke 30 di Kota Ambon dapat menjadi ajang konsolidasi mahasiswa se-Nusantara untuk merumuskan strategi dan usaha-usaha yang konkrit dalam upaya melawan paham inklusivisme dan radikalisme yang ada di dunia kampus.”
JAKARTA — Indonesia kembali berduka, karena dalam jangka waktu yang relatif berdekatan, berbagai kasus kriminal menimpa para tokoh pemuka agama, seperti penganiayaan terhadap KH Emon Umar Basri di Cicalengka, penganiayaan terhadap ustadz Ustaz Prawoto yang berujung kematian di Bandung, intimidasi dan pengusiran terhadap Bikhu Mulyanto Nurhalim di Tangerang, dan yang terakhir kasus penyerangan dan pembacokan terhadap Pastur dan jemaat Gereja Katolik Santa Lidwina, Bedog, Sleman.
“Tentu kami mengecam tindakan biadab tersebut. Namun jika kita analisa, semacam ada narasi besar di balik rangkaian kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap berbagai tokoh agama tersebut,” kata Ketua PB HMI, Idris Pua Bhuku di Jakarta, Senin (12/02).
Menurut Idris, jika benar antara satu kasus dengan kasus lainnya memiliki korelasi, maka kita sebagai umat berbangsa patut untuk bersikap waspada atas usaha adu domba yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut.
“Ada usaha dari pihak tertentu yang menginginkan suasana menjadi tegang dan mencekam, satu sama lain saling curiga. Jika tidak segera diantisipasi sedini mungkin, maka akan menyebabkan disintegritas dalam tatanan masyarakat,” jelasnya.
Idris mengimbau, agar masyarakat tetap bersikap tenang dan jangan sampai terprovokasi. “Aparat kepolisian harus mengusut tuntas kasus-kasus penganiayaan terhadap banyak tokoh agama tersebut, supaya masyarakat tidak resah dan takut atas berbagai kejadian itu,” imbuhnya.
Untuk kasus yang terakhir, Idris berharap ada peran dan aksi nyata dari organisasi kemahasiswaan untuk menyikapi secara serius, mengingat menurut keterangan polisi, pelaku penaniayaan pastur dan jemaat gereja itu adalah mahasiswa. “Jika benar adanya, jelas paham inklusivisme dan radikalisme sedang menimpa dunia kampus, kita berkewajiban untuk berperan aktif untuk melakukan upaya deradikalisme,” tegas Idris.
“Kongres HMI ke 30 di Kota Ambon dapat menjadi ajang konsolidasi mahasiswa se-Nusantara untuk merumuskan strategi dan usaha-usaha yang konkrit dalam upaya melawan paham inklusivisme dan radikalisme yang ada di dunia kampus,” pungkasnya.
Ikuti tulisan menarik F Dikri lainnya di sini.