x

Facebook Buka Kantor di Indonesia

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Badai Facebook dan Bocornya Data Netizen

Data 50 juta pengguna Facebook bocor ke konsultan politik Donald Trump.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Hari-hari ini, Facebook dan pendirinya, Mark Zuckerberg, tengah jadi fokus sorotan dunia. Media global mengabarkan, sekitar 50 juta data pemakai Facebook ‘bocor’ ke kantong data Cambridge Analytica. Media mengabarkan, karena terpaan isu ini, harga saham Facebook turun dan harta Zuckerberg terpangkas 9 miliar dolar AS atau Rp 123 triliun dalam 48 jam.

Betapapun sangat besar kekayaan yang hilang sekejap, Zuckerberg masih tetap hidup berkelimpahan. Jadi, dibanding sibuk membicarakan perkara harta Zuckerberg yang tergerus cepat, perhatian dunia lebih tertuju kepada isu yang hingga kini terkesan tidak memperoleh perhatian serius di banyak negara, yakni perlindungan data pribadi warga dunia. Begitu mudah data pribadi bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa jaminan yang dapat diandalkan bahwa data itu tidak akan disalahgunakan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapapun yang berniat memakai aplikasi media sosial dihadapkan pada dilema: tetap mendaftar dengan syarat menyerahkan data pribadi kepada perusahaan aplikasi atau menolak memberikan data tapi tak bisa memakai aplikasi tersebut. Syarat yang tidak bisa ditawar itu memang dilematis bagi netizen, sebab kepercayaan yang diberikan netizen untuk menyerahkan data pribadi kerap tidak disertai jaminan perlindungan yang sepadan.

Apa yang terjadi pada Facebook, yang saat ini tengah ramai diperbincangkan, membuktikan hal itu. Banyak pihak bertanya: bagaimana Cambridge Analytica memperoleh data puluhan juta pemakai Facebook dan bagaimana perusahaan ini menggunakan megadata tersebut?

Sejauh ini, menurut pemberitaan media global, semula Facebook memberi izin kepada Aleksandr Kogan, seorang guru besar psikologi di University of Cambridge, Inggris, untuk melakukan semacam tes kepribadian kepada para Facebooker melalui aplikasi ‘thisisyourdigitallife’. Facebooker yang setuju melakukan tes kepribadian harus mengunduh aplikasi ini dengan syarat pengunduh mengizinkan Kogan untuk mengumpulkan profil mereka di Facebook, seperti lokasi, teman-teman mereka, serta konten yang mereka sukai.

Dengan alasan untuk riset akademis, Kogan disebut-sebut berhasil membujuk sekitar 270 ribu netizen untuk mengikuti tes kepribadian. Belakangan terungkap bahwa data yang diambil melalui aplikasi itu berlipat ganda, sebab ‘thisisyourdigitallife’ ternyata menyedot pula data teman-teman Facebook para ‘responden riset akademis’ ini, sehingga akumulasi datanya mencapai sekitar 50 juta pengguna Facebook.

Megadata ini kemudian berpindah ke perusahaan lain, Cambridge Analytica, yang ternyata pengguna jasa Kogan. Yang mengejutkan, Cambridge Analytica adalah konsultan yang disewa tim kepresidenan Donald Trump dalam menghadapi Pilpres AS 2016. Menurut media global, Cambridge Analytica mengolah data Facebooker itu untuk memperoleh gambaran profil mereka dan kemudian menyusun strategi kampanye yang tepat untuk meraih suara mereka. Setelah selama ini berbagai pihak memuji efektivitas strategi yang disusun Cambridge Analytica dalam memenangkan Trump, kini media mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di balik kesuksesan itu.

Di mana peran Facebook dalam rangkaian peristiwa ini? Benarkah Facebook tidak tahu-menahu apa yang dikerjakan Cambridge Analytica untuk Donald Trump? Sejauh mana Facebook user profiling ini memengaruhi pemilihan presiden AS yang lalu? Soal inilah yang tengah direkonstruksi. Investigasi lebih mendalam mulai dilakukan untuk menjernihkan masalah ini. Sang peniup peluit, Christopher Wylie, matan pegawai Cambridge Analytica, mungkin dapat berperan.

Bagi kita di sini, peristiwa serius ini mengingatkan kembali betapa rapuh posisi warga masyarakat yang ‘dipaksa’ menyerahkan data pribadi kepada perusahaan namun kepercayaan ini kemudian tidak dilindungi dengan sepadan. Data pribadi kita ada di server Facebook, Google, Yahoo, WhatApps, GoJek, Grab, perbankan, operator telepon, dan banyak lagi perusahaan. Bahkan mungkin data itu sudah menyebar kemana-mana tanpa terkendali. Bukankah Anda kerap menerima panggilan telepon: “Halo, kami dari perusahaan X, rekanan perusahaan Y, dan kami ingin menawarkan produk bla bla bla.” Atau, ketika Anda berjalan di tempat manapun, tiba-tiba menerima anotasi berupa SMS: “Promo buy 1 get 1 di toko Z, silakan mampir!” Dari mana perusahaan ini memperoleh nomor telepon Anda, sedangkan Anda tidak pernah memberikannya kepada mereka? Apakah perusahaan bersikap transparan mengenai penggunaan data pelanggannya?

Jadi, bukanlah kemustahilan apa yang dialami oleh netizen pengguna media sosial di AS dapat pula dialami oleh netizen di Indonesia. Puluhan juta data warga rentan untuk ‘bocor’ kemana-mana, baik karena dipertukarkan dalam kerangka kesepakatan bisnis di antara penyimpan data awal dengan pihak lain, maupun karena diretas oleh siapapun yang kemudian memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu: bisnis, kriminal, maupun tujuan politik. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB