ORANG KAYA BANYAK MENIKMATI INFRASTRUKTUR!!!

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembangunan infrastruktur yang terlalu progresif justru menimbulkan kesenjangan makin melebar, salah satu bukti makin gendutnya kekayaan 40 orang terkaya.

Utang yang melonjak menurut penjelasan pemerintah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur karena Indonesia sangat ketinggalan dibanding negara ASEAN lainnya.  No point of return, membangun terus untuk hal yang produktif.  Ini demi masa depan bangsa. Selama periode 2009-2017 alokasi APBN untuk infrastruktur meningkat dari Rp 76.3 trilliun menjadi Rp 390.2 trilliun. Di sisi lain, ketimpangan ekonomi antar lapisan masyarakat masih menganga.  Selama periode 2009-2017 Nilai kekayaan 40 orang terkaya Indonesia meningkat dari US$ 42.075 milliar menjadi US$ 119.720 milliar (Forbes, 2017) atau Rp 1. 616 T setara dengan penerimaan negara dalam APBN 2017 sebesar Rp 1.654 T;  Sepuluh persen  penduduk terkaya Indonesia menguasai 74.8% kekayaan nasional (Global Wealth Databook, Credit Suise, 2017. Bisa didownload di webnya).  Nilai MPI (Material Power Index) Indonesia sangat tinggi mencapai 584 ribu.  Singapore 46 ribu dan Malaysia 152 ribu (Hasil riset  Budimanta Direktur Eksekutif Megawati Institute seperti dimuat di merdeka.com, 3 Maret 2018). Pertanyaannya adalah siapa yang menikmati manfaat ekonomi infrastruktur tersebut?

Menurut penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa hasil ekonomi pembangunan infrastruktur tidak bisa dinikmati langsung pada tahun berjalan karena manfaat ekonominya bersifat jangka panjang.  Oleh karena itu, dampak pembangunan infrastruktur kepada pertumbuhan ekonomi belum bisa dilihat pada tahun berjalan.  Saya sependapat dengan Menteri Sri Mulyani dalam hal manfaat ekonomi infrastruktur bersifat jangka panjang, tapi dalam hal lain tentang infrastruktur saya berbeda pendapat.

Belanja APBN infrastruktur yang dibelanjakan pada tahun berjalan dapat langsung menciptakan nilai tambah melalui hubungan keterkaitan antar industri, bahkan dampaknya secara kuantitatif dapat dihitung melalui model yang dikembangkan oleh ekonom Rusia Liontief.  Ketika proyek infrastruktur Rp 400 T dimulai, detik itu juga, proyek tersebut mulai menciptakan permintaan barang (seperti besi, semen, pasir dan lainnya), dan   tenaga kerja serta dan jasa lainnya.  Produksi industri baja, semen, pasair dan lainnya akan meningkat.  Permintaan tenaga kerja dan permintaan industri jasa juga meningkat. Semuanya itu akan menciptakan nilai tambah ekonomi lebih dari Rp 400 T tergantung dari koefisien dampaknya.  Selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun yang bersangkutan. 

Memang benar manfaat ekonomi infrastruktur bersifat jangka panjang, tapi pembangunan infrastruktur bersifat berkelanjutan.  Pembangunan jembatan SURAMADU adalah hasil investasi era presiden Megawati, tapi dinikmati oleh presiden SBY, JOKOWI dan presiden berikutnya.  Jadi Ibu Menteri tidak bisa beralasan rendahnya pertumbuhan ekonomi karena hasil ekonomi infrastruktur tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya pada tahun berjalan tapi manfaatnya bersifat jangka panjang.   Pemerintahan saat ini tentunya menggunakan seluruh manfaat ekonomi pembangunan infrastruktur yang dibangun sejak era Presiden Soeharto sampai SBY yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Untuk melihat siapa yang banyak menikmati nilai ekonomi infrastruktur, maka diregresikan anggaran infrastruktur APBN dengan kekayaan 40 orang terkaya Indonesia selama periode 2009-2017.  Ternyata keduanya memiliki hubungan positif.  Makin tinggi alokasi anggaran infrastruktur makin meningkat kekayaan 40 orang terkaya Indonesia.  Pembangunan infrastruktur yang makin besar akan memperlancar pergerakan barang dan jasa antar wilayah.  Dengan demikian, hasil pembangunan infrastruktur tersebut lebih banyak dinikmati oleh konglomerat besar 40 orang terkaya tersebut.  Mereka menjadi semakin kaya.  Masyarakat miskin atau menengah ke bawah menikmati juga pembangunan infrastruktur tersebut tapi sangat terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan infrastruktur tersebut untuk kepentingan ekonomi.   Mereka para konglomerat memiliki daya saing yang sangat tinggi dibanding sebagian besar penduduk Indonesia, karena mereka mampu menurunkan biaya produksi dengan memanfaatkan skala usaha.  Setiap ada kesempatan ekonomi yang diiciptakan pemerintah, tentu mereka dengan mudah dapat memanfaatkan kesempatan tersebut.

 Analisis ini bukan kritik terhadap pemerintahan saat ini, tapi sebagai pengingat bahwa ketimpangan ekonomi akar permasalahan bangsa.  Ketimpangan menyebabkan hasil pembangunan banyak dinikmati kelompok kelas atas, penerimaan pajak tidak tercapai, konsumsi melemah dan pertumbuhan ekonnomi stagnan, tingkat kriminalitas meningkat yang menimbulkan permasalahan sosial tersendiri dalam masyarakat.

 Dengan fakta-fakta tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara melaksanakan pembangunan di Indonesia?.  Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah secara  intensif tidaklah salah dalam memperlancar pergerakan barang dan jasa untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan  ekonomi lebih cepat. Namun dalam kondisi ketimpangan ekonomi antar lapisan masyarakat yang demikian timpang, maka cara mempercepat pembangunan infrastruktur yang demikian itu bukanlah cara yang paling benar karena manfaat ekonomi yang ditimbulkan oleh pengembangan infrastruktur akan dinikmati lebih banyak oleh mereka yang memiliki kekayaan yang besar.  Akibatnya pembangunan tidak menghasilkan tujuan pembangunan itu sendiri yaitu keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.

 

Saran Bagi Pemerintah

Ketimpangan ekonomi di Indonesia sudah memasuki tahap yang menggangu kehidupan sosial masyarakat.  Ketimpangan ekonomi tersebut merupakan hasil akumulasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya termasuk pemerintahan saat ini.  Untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dibutuhkan prakondisi pembangunan ekonomi yaitu perbaikan secara progresif bahkan revolusionir terhadap ketimpangan tersebut. Perlu kebijakan yang progresif untuk mengerem pertumbuhan kekayaan 40 orang terkaya tersebut dan perlu mendongkrak pertumbuhan asset produktif masyarakat kelas bawah secara revolusioner.  Program dana desa, pengembangan UKM dan bantuan sosial lainnya menurut pendapat saya tidaklah cukup mampu untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tersebut.  Harus dilakukan perubahan model usaha.  Perlu dirumuskan model usaha antar kelompok masyarakat kelas atas dan kelas bawah agar terjadi sinergi antar keduanya yang menghasilkan manfaat ekonomi jauh lebih banyak bagi masyarakat kelas bawah sesuai dengan pasal 33 UUD (mungkin perlu belajar banyak bagaimana perusahaan TATA di India bisa maju bersama dengan rakyat banyak). 

Redistribusi aset produktif harus dilakukan secara progresif bagi masyarakat kelas bawah agar pemerintah mampu mempercepat pengurangan ketimpangan ekonomi masyarakat secara signifikan.  Semoga Presiden kita selalu berfikir yang besar untuk yang kecil, dan berfikir yang kecil untuk yang besar.   Kita doakan……!!!!!!

Bagikan Artikel Ini
img-content
Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

SBY pro Orang Miskin Desa dibanding JKW

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Menggugat Tata Kerja dan Dewan Pengarah BPIP

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler