Kebijakan fiskal SBY, walaupun menganut APBN defisit namun terkendali pada keseimbangan primer rata-rata positif Rp 0.7 Trilliun (T), sedangkan JKW menganut APBN ekspansif melalui utang pada keseimbangan primir rata-rata negatif Rp 132 T. Ini artinya belanja pengeluaran pemerintahan SBY sedikit lebih rendah dibanding penerimaannya, sedangkan pemerintahan JKW sebaliknya lebih besar pasak daripada tiang tekor minus Rp 132 T. Akibatnya utang meroket pada pemerintahan JKW.
Program pengentasan kemiskinan SBY lebih banyak difokuskan pada peningkatan pendapatan rumah tangga melalui berbagai subsidi terutama untuk sektor pertanian dan penduduk miskin pedesaan. Selain itu diperkuat oleh program Bantuan Lanagsung Tunai (BLT) untuk pengamanan penduduk miskin akibat dampak merugikan dari kebijakan pemerintah. Sedangkan program kemiskinan JKW lebih besar dana yang digunakan meliputi tiga program pengentasan kemiskinan Jokowi yaitu: (1) stabilisasi harga, (2) subsidi dan dana desa; dan (3) bantuan sosial seperti kartu sehat, kartu pintar, bantuan beras dan lainnya. Pada tahun 2018 total anggran pengentasan kemiskinan mencapai Rp 392 Trilliun. Fokus ketiga program tersebut bersifat umum menjangkau seluruh penduduk Indonesia untuk meningkatkan ketersedian dan keterjangkauan pangan; dan beberapa program juga untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi mereka yang miskin seperti kartu sehat, kartu pintas dan kartu-kartu lainnay.
Namun sungguh mengejutkan. Data BPS menunjukkan SBY lebih unggul dibanding JKW. Rata-rata pertumbuhan ekonomi SBY 5.74% lebih tinggi dibanding JKW yang hanya sebesar 4.98%. Selain pertumbuhan ekonomi SBY lebih tinggi dibanding JKW, kualitas pertumbuhaan ekonomi SBY lebih baik dibanding JKW.
Kemampuan kebijakan fiskal SBY dalam pengentasan kemiskinan ternyata lebih besar SBY dibanding JKW. Selama periode 2004-2014, pemerintahan SBY mampu menurunkan penduduk miskin 5.70% aatau rata-rata 0.57% per tahun, sedangkan JKW selama tiga tahun terakhir hanya menurunkan penduduk miskin 0.84% atau rata-rata 0.28% per tahun. Dengan demikian, kebijakan fiskal SBY dalam pengentasan kemiskinan dua kali lipat lebih efisien dibanding JKW.
Bukan hanya itu, kebijakan fiskal SBY lebih pro penduduk miskin pedesaan dibanding JKW. Pada pemerintahan SBY penurunan penduduk miskin di wilayah pedesaan sebesar 0.64 % per tahun lebih tinggi dibanding wilayah perkotaan 0.40%, sedangkan pada pemerintahan JKW penurunan penduduk miskin di wilayah pedesaan sebesar 0.10 % per tahun lebih rendah dibanding wilayah perkotaan 0.30%.
Kebijakan fiskal pemerintah JKW menciptakan utang jauh lebih besar dibanding SBY tapi hasilnya SBY lebih unggul dibanding JKW. Kemampuan defisit APBN menciptakan pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan SBY lebih besar dua kali lipat dibanding JKW. Kalau demikian halnya tidak salah bila dikatakan bahwa kebijakan fiskal JKW in-efisiensi trilliunan rupiah. Apa penyebabnya? Kita perlu menganalisis bersama, kenapa itu terjadi……!!!!!
Nizwar Syafaat, Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik.
Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.