x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

UNTUK CAPRES 2019: Hidupkan Kembali Perlindungan Petani

Perlindungan petani perlu dihidupkan kembali. Pemerintah diharapkan kembali menghidupkan Harga Dasar Gabah dan BULOG menjadi lembaga non Departemen.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai konsekuensi Letter of Intens (LOI) IMF, maka perlindungan pemerintah terhadap petani praktis berakhir.  HGD (Harga Dasar Gabah) diganti HPP (Harga Pembelian Pemerintah), dan BULOG dari Lembaga Pemerintah (non-Departemen) menjadi Perum.

 

Kebijakan HGD diganti HPP

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlindungan menyangga anjloknya harga gabah petani Sebelum era reformasi, untuk melindungi petani dari anjloknya harga gabah,  pemerintah menerapkan kebijakan HDG (Harga Dasar Gabah), tapi pasca era reformasi kebijakan tersebut diubah menjadi HPP (Harga Pembelian Pemerintah).  Namun demikian, banyak kalangan pengamat dan pengambil kebijakan serta petani menyamakan kedua kebijakan tersebut.  Berikut akan diuraikan secara ringkas perbedaan dan kesamaan kedua kebijakan tersebut.

Petani padi di Indonesia menghadapi resiko produksi tinggi karena cuaca yang tidak menentu dan jumlah hama penyakit yang sangat banyak,  Selain resiko produksi, petani juga menghadapi fluktuasi harga gabah yang tinggi pula.  Seperti diketahui  produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, pada saat panen raya dimulai pada bulan Februari sampai April produksi menjadi masalah karena jauh di atas kebutuhan konsumsi domestik, sehingga menimbulkan surplus yang begitu besar, sedangkan panen pada bulan lainnya justru mengalami defisit yang dimulai pada bulan September sampai Januari.  Oleh karena produksi padi pada panen raya menimbulkan surplus yang demikian besar, maka akan menekan harga gabah yang di beberapa daerah sering di bawah HPP.  Di musim panen raya sepanjang tahun 2017 banyak keluhan petani karena harga gabah anjlok di bawah HPP tetapi petani tidak bisa menuntut.

Pasca era reformasi kebijakan HDG dipandang tidak efektif menjamin harga minimum yang telah ditetapkan karena instrumen pendukungnya yaitu pembatasan impor hanya melalui pengenaan tarif sering tidak efektif karena anjloknya harga beras dunia, dan kemampuan Bulog menjadi terbatas selain karena statusnya berubah menjadi Perum, juga kemampuan mengelola gabah terbatas.  Akibatnya HDG yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi tidak efektif.

Dengan kondisi yang demikian, pemerintah tahun 2001 melalui Inpres No 9 tahun 2001 mengganti kebijakan HDG menjadi HDPP (Harga Dasar Pembelian Pemerintah), selanjutnya diubah menjadi HPP (Harga Pembelian Pemerintah) melalui Impress 2 tahun 2005.  Kebijakan HPP  memang berbeda dengan kebijakan HDG, walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu menyangga harga gabah. 

Instrumen kedua kebijakan tersebut adalah sama yaitu pembelian harga gabah pada saat terjadi surplus.    Volume pembelian gabah pada kebijakan HDG tidak ditentukan, disesuaikan dengan kondisi surplus pasokan di pasar.  Kebijakan HDG membeli gabah petani sesuai dengan harga HDG yang ditetapkan misalnya Rp 3700 per kg beras  sampai harga pasar gabah di atas HGD.  Tetapi sebaliknya volume pembelian dan harga gabah pada kebijakan HPP telah ditentukan sesuai dengan kemampuan managemen Bulog (misalnya gabah kering panen setara 2 juta ton beras  dengan harga Rp 3700 per kg), sehingga diharapkan tekanan terhadap anjloknya harga gabah pada musim panen raya dapat dikurangi namun tidak menjamin di atas HPP.  Dengan kata lain, kebijakan HDG melakukan pembelian  gabah  sesuai dengan HDG sampai harga pasar gabah di atas HGD tanpa dibatasi volume pembelian, tetapi HPP tidak memiliki mandat menjaga harga pasar gabah di atas HPP.

Uraian di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa kebijakan HDG dalam menyangga harga gabah minimum pada tingkat harga tertentu dijamin sepanjang tahun, tetapi kebijakan HPP tidak ada jaminan. Kebijakan HDG efektif sepanjang tahun menjaga HDG, tetapi HPP hanya efektif pada saat produksi gabah defisit.

Biaya kebijakan HDG dua kali lebih besar dibanding kebijakan HPP.  Agar HDG bisa efektif, maka Bulog harus mampu membeli gabah petani sekitar 6 juta ton setara beras.  Bandingkan dengan kemampuan Bulog melalui kebijakan HPP membeli gabah pada tahun 2016 hanya setengahnya, yaitu sekitar 3 juta ton setara beras.   

Kebijakan HDG memiliki resiko politik bisa dituntut petani apabila pemerintah gagal mempertahankan HDG, tetapi kebijakan HPP tidak bisa dituntut.  Namun demikian, kebijakan HDG memiliki keuntungan politik yaitu kredibilitas pemerintah di mata petani meningkat, sedangkan HPP tidak demikian.

 

BULOG Kembali Sebagai Lembaga Non Departemen.

            Sejak BULOG menjadi Perum (BUMN) praktis setiap tindakan BULOG memperhitungkan untung-rugi sehingga manuver BULOG tidak leluasa untuk menjaga ketahaman pangan nasional.  Oleh karena itu untuk memudahkan manuver BULOG dalam melindungi petani dan menjaga ketahanan pangan nasional, maka BULOG kembali menjadi intitusi pemerintah dan tidak dibebani untuk mencari keuntungan,    

Sampai saat ini kemampuan pemerintah dalam pengelolaan stok sebagai bentuk intervensi pasar tidak banyak mengalami perubahan yaitu sekitar 2 juta ton dan 1 juta ton untuk iron stok (pengadaan beras oleh Bulog tahaun 2016 hanya sebesar 2.93 juta ton).  Yang menjadi pertanyaan, apakah kemampuan pengelolaan stok pemerintah dapat mendukung kebijakan HDG, apakah juga kemampuan dana pemerintah memadai untuk memberikan dukungan dua sampai dua  kali lebih besar dibanding kebijakan HPP.

Apabila pemerintah sanggup untuk mengabil resiko politik yang demikian tersebut, maka pemerintah disarankan untuk kembali memberlakukan kebijakan HDG di bawah kendali BULOG sebagai lembaga Pemerintah bukan Perusahaan.  Dengan kebijakan HDG tersebut, pemerintah memperoleh keuntungan politik berupa meningkatnya kredibilitas di mata petani dalam menyangga harga gabah.  Satu setengah tahun lagi kita menghadapi Pilpres.  Suara petani bisa menentukan kemenangan pilpres, namun sangat tergantung kepada keberpihakan Capres kepada petani.  Insya Allah gaduh gabah anjlok tidak akan ada lagi karena petani memiliki perlindungan yang kuat.

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu