x

Iklan

HMI Soshum Saintek UIN SUKA

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dominasi Barat terhadap Media

Media massa sebagai ekses sebuah demokrasi telah menjelma sebagai senjata perang yang paling ampuh dalam menaklukkan dunia di berbagai lini kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Media massa sebagai ekses sebuah demokrasi telah menjelma sebagai senjata perang yang paling ampuh dalam menaklukkan dunia di berbagai lini kehidupan, media menjadi rezim terselubung yang sangat menentukan kualitas kehidupan sosial dan politik di dunia, kini media telah menjadi penguasa yang mengendalikan para penguasa, Iswandi Syahputra menyebutnya sebagai Rezim media yang di ditulisnya di dalam bukunya yang berjudul “Resim media, :pergulatan demokrasi, jurnalisme, dan infortainment dalam dunia industri televisi”. Dalam situasi ini, publik seakan-akan digiring kedalam jurang kebebasan dan keterbukaan yang berlebihan dan tidak memberikan peningkatan kualitas apa pun kecuali chaos, anarkisme, peperangan dan propaganda karena media gemar memutar balikkan realitas dan mengabaikan kepentingan publik.

Kemajuan pesat di negara-negara barat memudahkan mereka untuk melakukan eksploitasi ke dunia yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Ketidakberdayaaan negara-negara berkembang memaksa imprealisme budaya yang digencarkan media barat harus di telan secara paksa. Dengan berakhirnya zaman-zaman penjajahan bukan berarti dorongan untuk kembali melakukan invasi juga berakhir. Pada kenyataanya di era media saat ini, nafsu imprealisme dan kolonialisme semakin mengkhwatirkan, dampaknya telah melahirkan peperangan dan kehancuran negara-negara Arab. Salah satu contohnya kehancuran negara Irak akibat invasi Amerika serikat pada tahun 2003, invasi tersebut dilakukan lantaran Irak menyimpan senjata pembunuh massal yang dapat mengancam keutuhan dunia, walaupun banyak juga yang tidak setuju akan hal tersebut dan aksi-aksi demonstrasi menolak invasi tersebut, namun tetap saja invasi itu terus dilakukan lantaran kekuatan media yang mmbenarkan bahwa Irak punya senjata pembunuh massal.

Kemudia pada tahun 2005, CIA mengeluarkan laporan yang mengejutkan dunia bahwa di Irak tidak sama sekali ditemukan senjata pemusnah massal apapun, tapi apalah daya Irak telah luluh lantak. Laporan CIA tersebut menguatkan bahwa Amerika Serikat melakukan invasi demi mendapatkan minyak yang ada di Irak, Hal tersebut berbanding lurus dengan posisi Amerika Serikat sebagai pengkonsumsi minyak terbanyak nomor satu di dunia dan Irak sebagai penghasil minyak terbanyak di dunia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak dapat disangkal lagi bahwa media sangat berperang dalam kegiatan propaganda. Mengingat media adalah media paling efektif dalam melakukan propaganda dan disitulah kejahatan media barat memanfaatkan dominasi mereka untuk menindas negara yang sedang berkembang. Ungkapan “siapa yang menguasai informasi maka akan menguasai dunia,   rasanya merupakan pendorong imprealisme negara barat terhadap dunia ketiga.

            Dominasi media barat yang paling dapat kita rasakan dan telah secara terang-terangan dapat kita lihat melalui industri perfilman dunia. Aktor utama yang berada di garis terdepan tentunya Amerika Serikat lewat film-film heroiknya. Dalam sejarah dunia, film menjadi alat propaganda Pemerintahan Nazi untuk membangkitkan semangat rakyat Jerman dalam melawan Zionis Yahudi dan hal ini kemudian menjadi salah satu acuan untuk menggunakan film untuk melakukan propaganda. Film-film garapan Amerika serikat melalui tokoh-tokoh heroiknya seperti Captain Amerika, Iron man serta agen-agen FBI atau CIA yang digambarkan sebagai tokoh penyelamat dunia merupakan segelintir contohnya. Namun yang perlu dipertanyakan, apakah hal tersebut benar adanya?, apakah Amerika Serikat benar-benar ingin menyelamatkan dunia?, apakah militer Amerika Serikat tangguh dan hebat seperti di dalam film-film perangnya?, sedangkan sejarah membuktikan bahwa Amerika Serikat tidak mampu mengalahkan tentara Vietcom di Vietnam.

Selain itu, film juga merupakan alat untuk menyampaikan pesan secara terselubung seperti halnya isu-isu LGBT maupun terorisme. Isu-isu tersebut bukan hanya melalui film garapan Amerika Serikat, film di Indonesia pun sudah mulai dirasuki seperi halnya film “Negeri van orange” saat itu Geri yang diperankan Chicco Jerikho kepergok ciuman dengan cowok bule di akhir film. Indonesia sebagai negara yang beragama tentunya dengan keras menolak LGBT dan tantangannya akan semakin besar karean kelompok yang pro LGBT akan terus memborbardir dengan barbagai cara termasuk adegan di film yang ditampilkan secara berangsur angsur dampaknya LGBT akan mendapatkan tempat di negeri ini jika hal tersebut tetap dibiarkan.

            Dominasi media barat harus disegerakan untuk diakhiri karena dampaknya yang sangat buruk terhadap perkembangan kebudayaan di suatu negara. Pencegahan dan perlawanan terhadap dominasi media barat harus dilawan melalui pendidikan literasi media untuk mencerdaskan masyarakat dalam menggunakan media, namun hingga saat ini literasi media belum mendapat perhatian lebih dari pemerintah di Indonesia. Sudah sepatutnya literasi media sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan sekolah menengah pertama. Literasi media di Indonesia hanya digaungkan oleh beberapa komunitas maupun LSM itupun belum maksimal. Jika literasi media dapat dan berhasil dilaksanakan bukan tak mungkin media negatif dan konten yang tidak bermutu lenyap di industri media di Indonesia. (by:Randy NV)

source image:http://khairullahbinmustafa.blogspot.com

Ikuti tulisan menarik HMI Soshum Saintek UIN SUKA lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB