x

Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bersama Menteri Sekretaris Negara Pratikno usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Mei 2019. Tempo/Friski Riana

Iklan

Febrianto Edo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2019

Senin, 1 Juli 2019 13:01 WIB

Membaca Arah Politik Demokrat

Pertanyaannya, akankah Demokrat bergabung dengan Koalisi Jokowi, "Indonesia Kerja"? Mengingat hubungan Demokrat dan Gerindra, akhir-akhir ini meruncing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau akrab disapa AHY dan Edhie Baskoro mengunjungi kediaman Megawati dan Jokowi di Istana, saat Lebaran. Kunjungan AHY ke kediaman Megawati sebagai orang politik atau komunikasi tidaklah tunggal maksudnya. Artinya, kunjungan AHY dalam rangka silaturahmi Lebaran, bagi orang politik atau komunikasi akan mengatakan memiliki makna politis.

Alasannya sederhana. Renggangnya, hubungan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono yang berdampak dengan Partai PDI Perjuangan dan Demokrat. Tetapi, keharmonisan itu mulai kelihatan saat Megawati mengikuti upacara pemakaman almarhumah, Any Yudhoyono. Dilanjutkan dengan Hari Raya Idul Fitri, Agus Harimurti Yudhoyono bersilaturahmi di kediaman Megawati Soekarno Putri.

Pertanyaannya, akankah Demokrat bergabung dengan Koalisi Jokowi, "Indonesia Kerja"? Mengingat hubungan Demokrat dan Gerindra, akhir-akhir ini meruncing. Bawasannya, Prabowo yang mengumbar pilihan politik almarhumah Ibu Any ke media. Sontak ada gimmick yang diekspresikan Susilo Bambang Yudhoyono, saat Prabowo berbicara di depan media (Lihat; Video). Kemudian diperjelas dengan pernyataan SBY untuk pilihan politik almarhumah tidak diperbesar di depan media.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Media sosial riuh. Komentar nitizen pun beraneka ragam baik mendukung Prabowo maupun yang mendukung SBY. Menambah keriuhan saat cuitan Andy Arief, politisi Demokrat dan dibalas Wasekjen Gerindra, Andre Rosiade agar Demokrat tidak ikut campur dalam koalisi nomor urut 02.

Pemilu kali ini, memang membuat partai-partai politik kliyengan. Wacana elite kita memantik diskursus publik. Diskursus publik yang didominasi oleh diksi kekuasaan semata. Dengan kata lain, siapa mendapatkan apa, bukan lagi kekuasaan untuk kepentingan bersama.

Berseliweran di media ada partai politik pendukung Jokowi-Maaruf Amin baik yang partai yang lolos parliamentary threshold maupun yang tidak lolos, ingin masuk dalam kabinet, Indonesia Kerja". Seandainya Demokrat resmi bergabung dengan Jokowi nantinya, apakah diterima oleh partai-partai pendukung? Dan apakah menguntungkan Demokrat secara politik? Mengingat AHY adalah tokoh yang digadang-gadang play maker Demokrat 2024?

Tentu, tidak gampang membalik telapak tangan. Demokrat pastinya, membuat kalkulasi secara tajam soal bergabung ke koalisi Jokowi-Maaruf Amin atau berada di luar pemerintahan. Untuk itu, saya berandai-andai atau berasumsi terhadap manufer politik Demokrat. Asumsi pertama, Demokrat tetap di luar pemerintahan, menjadi oposisi yang kritis bukan sekedar opisisi. Artinya partai oposisi yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dengan alasan-alasan rasional dan diterima akal sehat. Dengan begitu, Demokrat akan dilirik oleh banyak masyarakat hingga 2024 mendatang.

Asumsi kedua, seandainya Demokrat ingin bergabung dengan Jokowi- Maaruf Amin, apakah diterima oleh partai partai pendukung saat mendapatkan kue kekuasaan menduduki kursi menteri. Pertanyaan selanjutnya, mengarah kepada Kementeriaan apa yang strategis untuk mendongkrak elektabilitas si menteri dan partai nantinya. Mengingat menteri adalah bawahan presiden, bisa saja citra buruk pemerintah atau lembaga pemerintah berdampak buruk bagi citra kementerian dari Demokrat. Sehingga, jalan terjal 2024 menjadi malapetaka bagi Demokrat sendiri.

Asumsi ketiga, mengguanakan strategi rel ganda (double track strategy). Artinya Demokrat menjadi oposisi di saat mengkritik kebijakan pemerintah dan menjadi koalisi di saat mendukung program pemerintah. Memahami strategi rel ganda, Demokrat, sebagai konsekuensi, menangkap aspirasi publik terhadap tingkat elektabilitas. Dengan kata lain, Demokrat harus bisa menampung aspirasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Konsekuensi logis inilah yang mendorong menjadikan Demokrat tidak serta merta bergabung ke pemerintahan atas euforia kekuasaan semata tetapi kalkulasi politik yang jernih sampai 2024. 

Asumsi-asumsi diatas merupakan cara membaca arah politi Demokrat. Dengan kata lain, asumsi di atas juga berkelindan dengan ekspektasi Demokrat dengan segala bentuk resiko yang diambil. Artinya, ketepatan kalkulasi politik menjadi kunci Demokrat mengambil keputusan.

Pemilu kali ini, memang membuat banyak partai politik pesakitan, salah satunya persoalan ambang batas. Demokrasi memang mengalami gangguan pencernaan (dispepsia), saat presidential threshold 20%. Oleh karena itu, partai-partai politik perlu mendiagnosa penyakit ini, agar tidak menyebabkan virus- dimana ada partai yang tidak bisa mengusulkan capres atau cawapres 2014 mendatang. Sehingga, mendapatkan vitamin-suntikkan regulasi perubahan baik presidential threshold maupun parliamentary threshold.

Demokrasi kita, memang nan njelimet membuat sebagian partai politik kliyengan. Perlu kita akui juga, bahwa peran partai politik sangat penting mencari keseimbangan (equilibrium) antara orientasi kekusaan semata dan orientasi politik 2024.

Titik keseimbangan itu, akan tercapai apabila Demokrat atau partai lain yang ingin menjadi capres dan cawapres 2024 menempatkan gagasan besar di hadapan masyarakat. Dan gagasan besar yang dibawa adalah gagasan visioner bukan hoaks atau fitnaan yang mendegradasi demokrasi. Sehingga, demokrasi yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber- jurdil) ke depan akan naik kelas dengan jargon-jargon yang berkualitas, mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan unggul.

Ikuti tulisan menarik Febrianto Edo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler