x

Iklan

Hasan Aspahani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 16 Agustus 2019 00:22 WIB

Brengsek, Jokowi Presiden Lagi

Sedikit kilas balik bagaimana Presiden Jokowi masuk ke gelanggan pilres 2014, dan apa yang harus ia lakukan di termin keduanya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SAYA mau katakan Presiden Jokowi itu memang brengsek. Kenapa? Ada beberapa pemikiran.

1. Dia didorong ke panggung utama politik Indonesia mulanya sebagai alternatif yang menjanjikan. 2019, SBY tak menyiapkan kader yang kuat, partainya pun dihukum rakyat karena skandal korupsi elit partai. PDIP? Megawati masih punya nafsu (tapi elit partai tahu kalau bosnya maju pasti kalah), sementara di kubu lain ada Prabowo Subianto yang beberapa kali kalah kompetisi.

2. Situasi yang nyaris kosong dari wajah baru itu membuat sosok Jokowi jadi menarik. Para pendukungnya pun memoles dia. Rekam jejaknya meyakinkan, dari Solo hingga Jakarta, meski waktu itu amat meragukan untuk maju ke kursi Presiden. Tapi, tak ada pilihan lain. Megawati berhasil diyakinkan. Akan ada Jokowi efek, dll. Digembar-gemborkan jika PDIP mengumumkan Jokowi sebagai capres sebelum pileg maka suara PDIP akan mencapai 26 persen.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

3. Dengan setengah hati Megawati (didampingi Puan Maharani) umumkan Jokowi sebagai "petugas partai" yang bertarung di Pilpres. Frasa itu menjadi beban sepanjang lima tahun periode pertama Jokowi. Menjadi bahan olok-olok. Efek Jokowi ternyata hanya mampu mendongkrak suara PDIP hingga 18 persen pada 2014.

4. Jokowi menang. Dengan segala kenaifannya dia menjanjikan banyak hal. Untungnya Prabowo juga terlihat sama naifnya selama kampanye. Jokowi menjanjikan kabinet yang tak bagi-bagi kursi. Nyatanya, kabinet yang ia bentuk penuh kompromi. Di tahun-tahun awal kerja kabinet kocar-kacir. Ganti menteri berkali-kali. Beberapa jadi lawan-lawan politiknya yang cukup signifikan gangguannya.

5. Di parlemen pun Jokowi keteteran. PDIP ditelikung. Partai besar ini selalu tak siap menjadi pemenang. Kursi-kursi pimpinan lembaga perwakila dikuasai oleh kubu lawan yang kalah di Pilpres. Golkar duduki DPR RI, PAN kuasai MPR. Kompromi pun harus dilakukan. Golkar dikasih kursi menteri. PAN dikasih kursi menteri.

6. Untungnya, ada Jusuf Kalla, yang lumayan bisa membuat pemerintahan berjalan efisien. Ketokohannya, senioritasnya, pengaruhnya di Golkar bisa membawa warna lain pada rezim periode pertama Jokowi. Terlihat ada selera yang sama antara duo ini dalam hal percepatan pembangunan infrastruktur.

6. Tersisa Gerindra dan PKS yang beroposisi. Pertarungan untuk merebut kursi Presiden 2019 seakan sudah dilakukan sejak hari pertama Jokowi dilantik. Tagar #2019gantipresiden sudah ada setahun sebelum Pilres 2019. Jokowi tak berhasil memperkuat legitimasinya. Pilihan pemerintahannya membubarkan HTI, apa yang seakan menjadi bom peninggalan SBY, membuat ketegangan baru, yang lumayan mengganggu.

7. Sejak awal, Jokowi dilawan antara lain dengan politik identitas. Kenapa? Karena dia tak menjual isu yang enak dicari tandingannya. Ia punya cap blusukan sejak di DKI. Lawannya mau lawan pakai isu apa? Prabowo tinggal nun di pucuk bukit hambalang.
Isu anak PKI, antek asing, dan aseng, dihembuskan kencang untuk menjatuhkan dia. Di pemilu 2014 itulah rasanya kita melihat hoaks menjadi bagian dari keseharian politik kontemporer kita. Medsos, buzzer anonim, pun merangsek ke ruang sosial kita.

8. Bahwa kemudian Jokowi menang lagi di 2019, dan suara PDIP meningkat, bikin sejarah baru menang berturut-turut, mengalahkan lawan yang sama, itu harusnya membuktikan bahwa kepemimpinan Jokowi sebenarnya lumayan efektif. Meskipun harus melewati pilpres yang penuh drama lebai sebelum dan sesudahnya, dan para politisi itu sendiri akui ini pilpres terburuk sepanjang sejarah demokasi di Indonesia, tudingan curang, dan menyisakan debat kusir di grup-grup media sosial para pendukung dua kubu.

9. 2019-2024, Jokowi harusnya bisa lebih kencang. Tak ada beban lagi, seperti yang ia katakan. Isu-isu yang sama masih bisa dipakai untuk menghadang dia, tapi akan sangat berbeda gangguannya. Jokowi tak punya banyak waktu untuk membangun reputasi yang lebih kinclong. Atau tetap akan punya sisi lain yang oleh lawan-lawan politiknya dianggap sama saja brengseknya?

Semoga tidak.

Ikuti tulisan menarik Hasan Aspahani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler