Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang digelar di gedung MPR/ DPR pada Minggu, 20 Oktober 2019 pukul 14.30, akan dijaga ekstra ketat. Perhelatan ini akan dihadiri anggota MPR dan tamu kenegaraan yang terdiri dari dua kepala negara, empat kepala pemerintahan, sembilan orang utusan khusus, dan 157 lebih duta besar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan kepolisian dan TNI siap mengamankan acara itu. “Aparat TNI dan Polri yang berjumlah 30.000 orang lebih siap mengamankan prosesi pelantikan presiden dan wakil presiden," kata ujar Dedi.
Polisi juga melarang demonstrasi selama 15-20 Oktober di Jakarta. Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan, tidak memberikan izin unjuk rasa pada hari-hari itu. .
Presiden Jokowi pun akan menggelar syukuran pelantikan Presiden dan Wakil Presiden secara sederhana. Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko , tak akan ada karnaval. Sebelumnya sempat direncanakan karnaval budaya mulai dari Jalan MH Thamrin hingga Jalan Merdeka Barat.
Isu penggagalan pelantikan Presiden boleh jadi sudah reda. Apalagi kelompok yang diduga menginginkan hal itu sudah ditangkap. Tapi pemerintah mungkin tidak mau mengambil resiko. Kelompok teroris masih berpotensi menganggu kendati agenda mereka berbeda dan tidak terkait langsung dengan pelantikan Presiden. Pelarangan demo diperkirakan untuk mengurangi komplikasi potensi gangguan keamanan.
Isu Penggagalan
Isu menggagalkan pelantikan Presiden sudah reda, tapi belum tentu lenyap sama sekali. Isu ini mula-mula mencuat dari kasus Sri Bintang Pamungkas dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada awal September lalu. Ia dituduh melakukan provokasi untuk menggalkan pelantikan Jokowi berdasarkan bukti rekaman video yang beredar di media sosial.
Upaya penggagalan yang lebih serius terungkap setelah kepolisian menangkap dosen IPB Abdul Basith bersama 9 orang lainnya. Basith diduga menjadi pemasok bom molotov untuk membuat kerusuhan pada aksi Mujahid 212 yang berlangsung di depan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Sabtu, akhir Maret lalu.
Mereka juga memiliki bom ikan. Kelompok ini diduga berencana membikin kerusuhan dengan tujuan menggagalkan pelantikan Presiden. Organisasi yang diikuti Basith rupanya mempunyai gagasan membentuk lima majelis di MPR yang diwakili tentara/polisi, buruh, akademikus, sultan/raja, dan organisasi profesi lain. “MPR yang akan memberikan mandat kepada presiden dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Sekarang kan pakai demokrasi liberal,” ucap Basith
Penangkapan Teroris
Potensi gangguan keamanan juga bisa datang dari jaringan teroris. Sejak insiden penusukan terhadap Menko Polhukan Wiranto, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri sudah meringkus 26 orang terduga teroris.
Empat diantaranya adalah terduga teroris yang ditangkap di Cirebon dan Bandung beberapa waktu lalu. Mereka diduga hendak menyerang markas kepolisian dan tempat ibadah di Cirebon. “Bomnya sudah dipersiapkan,”ujar Dedi,15 Oktober 2019.
Polisi pun mengklaim telah menggagalkan rencana kelompok Jamaah Ansharut Daulah melakukan aksi bom bunuh diri. “Di Yogya sudah disiapkan suicide bomber ada dua orang, sudah kita amankan. Demikian juga yang di Solo, sudah disiapkan pengantin suicide bombernya," kata Dedi. Sasarannya sama, kantor polisi dan tempat ibadah setempat.
Kepolisian tampaknya, ingin memastikan jaringan teroris tidak mengambil kesempatan pada hari pelantikan Presiden. Walaupun sudah banyak yang ditangkap, pengamanan tetap ketat agar tidak kecolongan lagi seperti pada peristiwa penusukan terhadap Wiranto. ***
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.