Kabinet baru yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo menyimpan banyak masalah. Itu sebabnya banyak pengamat politik yang memprediksi: Jokowi akan merombak lagi kabinet itu pada awal tahun depan.
Jokowi sendiri tampaknya juga memberikan ruang terhadap kemungkinan itu. Ia sering mengatakan akan mengganti menteri atau pejabat yang tidak serius bekerja. Inilah sederet gejala yang bisa mendorong perombakan kabinet lebih awal.
1.Manuver Nasdem
Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh mulai melakukan manuver yang menarik. Ia menemui Presiden Partai Keadilan Sejahtera di kantornya. Paloh bahkan membuka kemungkinan bergandengan tangan dengan PKS dalam mengkritisi pemerintah.
“Bukan masalah ada kemungkinan akan berhadapan dengan pemerintah atau tidak. Seluruh kemungkinan kan ada saja,” kata Paloh di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKS, 30 Oktober 2019. Ia juga menyatakan meski NasDem mendukung pemerintah, ia meyakini bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan check and balances.
Boleh dibilang, manuver seperti itu tidak bisa dilepaskan dari kekecewaan Nasdem terhadap proses pembentukan kabinet. Saat ini Nasdem mendapat jumlah kursi menteri yang sebetulnya hampir sama dengan periode lalu. Hanya, Nasdem kehilangan kursi Jaksa Agung yang sebelumnya dipegang oleh kader partai ini.
Bergabungnya Gerindra di kabinet juga membikin posisi Nasdem menjadi kurang dominan lagi di koalisi. Kini Gerindra bisa menjadi salah-satu penopang kekuasaan Jokowi selain PDIP dan Golkar.
2.Kekecewaan NU
Kalangan Partai Kebangkitan Bangsa kurang puas terhadap jumlah menteri yang didapat. Partai ini mengincar sekitar 4-5 kursi menteri, tapi yang diperolah hanya tiga, sama seperti periode lalu. Begitu pula kalangan NU yang selama ini mendapat selalu mendapatkan kursi Menteri Agama. Kali ini Kemementerian Agama dipimpin bukan oleh tokoh NU, melainkan militer.
Sejak era reformasi, NU memang selalu menguasai Kementerian Agama. Presiden Habibie menunjuk akademisi Islam sebagai menteri agama yakni Abdul Malik Fadjar (1998-1999). Dia adalah satu-satunya tokoh Muhammadiyah yang menjabat menteri agama sepanjang era reformasi. Di era Presiden Gus Dur, Muhammad Tolchah Hasan yang juga politikus PKB diangkat menjadi menteri agama.
Begitu pula pada era Presiden Megawati. Saat itu Mega mengangkat tokoh NU Said Agil Husin al Munawar menjadi Menteri Agama. Selama dua periode memerintah, Presiden Susilo Yudhoyono pun memberikan jatah kursi Menteri Agama ke NU, yakni Muhammad Maftuh Basyuni dan Suryadharma Ali.
Pakem itu dilanjutkan oleh Jokowi pada periode lalu dengan mengangkat Lukman Hakim Saifuddin. Baru pada periode kedua, Presiden Jokowi mengabaikan tradisi itu dan mengangkat Jenderal Purn Fahrul Razi sebagai Menteri Agama.
3.Faktor kinerja menteri
Kekecewaan kalangan Nasdem, NU, juga partai seperti Hanura, bisa mendorong Jokowi merombak lagi kabinet. Kemungkinan ini menjadi semakin besar jika ada menteri yang dianggap berkinerja buruk dalam tiga bulan pertama menjabat.
Presiden Jokowi memiliki kecenderungan melakukan hal itu karena pada periode lalu pun ia sampai tiga kali melakukan perombakan kabinet, yakni pada 2015, 2016, dan 2018. ***
Baca juga:
Manuver Aneh Surya Paloh: Faktor Megawati dan Prabowo yang Bikin Gerah?
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.