Hari-hari ini, tak lama setelah kabinet terbentuk, publik disuguhi manuver politik yang menarik. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh tiba-tiba berkunjung ke kantor Partai Keadilan Sejahtera. Setelah menemui Presiden PKS Sohibul Iman, ia pun menyatakan akan membuka kemungkinan untuk bersikap kritis terhadap pemerintah
Menurut Paloh, bukan masalah ada kemungkinan akan berhadapan dengan pemerintah atau tidak. “Seluruh kemungkinan kan ada saja,” kata Paloh di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKS, 30 Oktober 2019. Ia pun menyatakan meski NasDem mendukung pemerintah, ia meyakini bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan check and balances.
Manuver itu boleh jadi merupakan isyarat bahwa Nasdem kurang nyaman berada pada koalisi partai penyokong Jokowi. Tak semata soal jumlah kursi menteri yang didapat partai ini, gerahnya Nasdem juga menyangkut situasi di koalisi dan hubungannya dengan Megawati.
Faktor Megawati-Prabowo
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memang pernah menemui Surya Paloh sebelum Presiden Jokowi mengumumkan kabinet baru. Tak hanya datang ke Nasdem, Prabowo juga menemui pemimpin partai penyokong Jokowi lainnya seperti Golkar dan PKB.
Hanya, langkah Prabowo itu boleh jadi belum benar-benar mencairkan situasi di kalangan partai penyokong Jokowi. Apalagi, Gerindra akhirnya benar-benar masuk kabinet. Prabowo pun mendapat posisi yang cukup penting, yakni Menteri Pertahanan.
Kurang sregnya Nasdem terhadap masuknya partai lain di koalisi itu sebetulnya sudah muncul jauh hari. Setelah Prabowo menemui Megawati di rumahnya, di Jalan Teuku Umar, Jakarta, akhir Juli lalu, kalangan Nasdem sudah bereaksi.
Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny Gerald Plate, saat itu mengingatkan bahwa koalisi Jokowi belum memutuskan untuk menggandeng partai oposisi. “Kalau PDIP mau Gerindra masuk tapi Jokowi enggak mau, bagaimana? ” kata Djonny. Ketika itu, ia juga mengatakan koalisi pendukung Jokowi tidak memerlukan tambahan anggota lantaran sudah memiliki suara mayoritas di parlemen.
Dua hari sebelum pertemuan Megawati-Prabowo tersebut, Surya Paloh juga sempat mengumpulkan para ketua umum dan petinggi partai koalisi di kantor pusat NasDem. Ia mengundang Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa. Dalam pertemuan ini, empat ketua umum partai menyatakan bahwa koalisi pemerintah tak perlu diperluas.
Hubungan Surya Paloh dan Megawati
Kalangan pers sempat menyoroti momen ketika Megawati tak menyalami Surya Paloh dalam acara pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat kemarin, Selasa, 1 Oktober 2019. Ketika itu, Megawati tampak terlihat membuang muka saat berjalan melewati Surya Paloh.
Spekulasi mengenai retaknya hubungan Mega dan Paloh pun merebak, kendati Surya Paloh dan kalangan PDIP menampik dugaan ini. "Kalau dari saya pasti baik-baik saja lah, baguslah, Mbak Mega kan udah 40 tahun saya berteman. Dari saya tidak ada masalah personal," kata Surya Paloh.
Perseteruan itu dikabarnya sudah lama muncul. Seperti ditulis oleh Majalah Tempo, friksi itu terjadi antara lain karena sejumlah kepala daerah yang dulu diusung PDIP belakangan masuk ke Nasdem. Perebutan kursi Jaksa Agung juga merupakan pemicu. Nasdem berupaya mempertahankan Jaksa Agung M. Prasetyo yang merupakan kader partai ini. Adapun PDIP juga mengincar posisi itu.
Jokowi tampaknya lebih memperhatikan keinginan PDIP dengan mengangkat figur yang dekat dengan kalangan partai ini sebagai pengganti Prasetyo. ***
Baca juga:
Silat Lidah Lem Aibon Rp 82,8 M: Anies Gagal Manfaatkan Warisan Ahok?
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.