Viral soal gerai roti Tous les Jours di Mal Pacific Place Jakarta memancing polemik soal kriteria produk halal. Gerai ini menjadi sorotan media sosial gara-gara melarang pegawainya melayani tulisan ucapan Natal, Imlek, Valentine, dan Halloween.
Surat Keputusan LPPOM-MUI No. 46 Tahun 2014 memang mengatur penamaan dan bentuk produk yang bisa diberikan label halal. Adapun tulisan atau ucapan dalam dalam produk sebetulnya tidak diatur secara gamblang.
Artinya apakah tulisan seperti ucapan Natal juga akan membikin suatu produk menjadi tidak bisa disertifikasi halal, dalam SK itu tidak dijelaskan.
Masalahnya, sekalipun labelisasi halal kini telah diambilalih oleh Kementerian Agama, sikap Majelis Ulama Indonesia masih akan menjadi rujukan karena MUI tetap berperan memberikan fatwa mengenai kehalalan suatu produk.
Hal itu diatur dalam Undang-undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, tepatnya Pasal 33 yang berbunyi:
(1) Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI.
(2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal
Aturan soal nama dan bentuk
Sesuai SK LPPOM-MUI No. 46 Tahun 2014 itu nama-nama produk yang tidak bisa mendapat label halal antara lain:
a. Nama produk yang mengandung nama minuman keras, contoh rootbeer, es krim rasa rhum raisin, bir 0 % alkohol.
b. Nama produk yang mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, seperti babi panggang, babi goreng, beef bacon, hamburger, hotdog.
c. Nama produk yang mengandung nama setan seperti rawon setan, es pocong, mi ayam kuntilanak.
d. Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, seperti coklat Valentine, biskuit Natal, mie Gong Xi Fa Cai
e. Nama produk yang mengandung kata-kata yang berkonotasi erotis, vulgar dan/atat porno.
Adapun bentuk produk yang tidak dapat disertifikasi halal :
1.Bentuk hewan babi dan anjing.
2.Bentuk produk atau label kemasan yang sifatnya erotis, vulgar dan/atau porno
Baca juga
Demi Label Halal, Tous les Jours Larang Tulisan Natal di Roti: Kenapa Salah Kaprah?
Pengaturan yang terlalu jauh?
Aturan MUI tersebut boleh jadi agak terlalu jauh dari UU Jaminan Produk Halal. Soalnya undang-undang ini sebetulnya hanya mengatur mengenai bahan dan proses produk. Bahan yang diharamkan bisa dari tumbuhan, mikroba, maupun hewan.
Bahan dari hewan yang diharamkan misalnya, bangkai, darah,babi, atau hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Adapun bahan dari tumbuhan yang haram adalah yang bersifat memabukkan.
UU no. 33/2014 ttg Jaminan Produk Halal
Soal bentuk dan nama produk sebetulnya tidak diatur dalam undang-undang. Kendati begitu undang-undang memberikan wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang dibentuk Kementerian Agama untuk menentukan kriteria produk halal.
Ada baiknya BPJPH nanti duduk bersama dengan MUI untuk merumuskan kembali kriteria produk halal itu. Perlu dikaji lagi, apakah suatu produk harus dianggap tidak halal hanya karena nama dan bentuknya.
Dalam prakteknya, MUI sekarang pun memberikan toleransi terhadap sejumlah produk yang namanya berbau haram seperti bir pletok. Kendati bernama “bir”, minuman tidak mengandung alkohol. Minuman tradisional Betawi ini dibuat dari campuran beberapa rempah, yaitu jahe, daun pandan wangi, dan serai.
UU no. 33/2014 ttg Jaminan Produk Halal
***
Baca juga
Demi Label Halal, Tous les Jours Larang Tulisan Natal di Roti: Kenapa Salah Kaprah?
Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.