x

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 25 November 2019 16:27 WIB

Janji Surga di Balik Rencana Revitalisasi Kawasan TIM

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyodorkan janji surga dibalik proyek revitalisasi kawasan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Janji surga itu antara lain muncul dalam bentuk jargon bahwa TIM akan dijadikan pusat kesenian terkemuka di Asia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bak menyodorkan janji surga dibalik proyek revitalisasi kawasan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Janji surga itu antara lain muncul dalam bentuk jargon bahwa TIM akan dijadikan pusat kesenian terkemuka di Asia.

Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Hani Sumarno mengatakan bahwa kawasan TIM ditargetkan bakal menjadi pusat kesenian di Asia. “Untuk itu, pemerintah berupaya membangun kawasan tersebut dengan berbagai fasilitasnya,’ kata dia saat dihubungi Tempo,co, Ahad, 24 November 2019. Salah satu fasilitas itu adalah sebuah hotel bintang lima! PT Jakpro adlaah perusahaan yang diserahi melakuka revitalisasi TIM.

Dia berdalih hotel itu akan menjadi lini bisnis pemerintah untuk mendukung pengembangan kegiatan kesenian dan kebudayaan di TIM. Selama ini, kata dia,  pengembangan kegiatan kesenian dan kebudayaan di TIM didukung dari subsidi pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI. Dengan dibangunnya hotel tersebut nantinya kegiatan di TIM tidak lagi membebankan APBD DKI.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Janji surga lainnya adalah hotel itu nantinya juga bisa dimanfaatkan untuk pameran kesenian karena fasilitas untuk itu akan disediakan. "Karya seniman bisa ditampilkan dan menjadi bagian dari fasilitas serta sarana pameran. Uang dari pengelolaan fasilitas hospitality itu kan setelah dikurangi operasional akan dikembalikan untuk seniman juga," kata Hani.

Saya menyebut hal itu, terutama soal tekad menjadi “pusat kesenian Asia” , adalah janji surga karena tak ada urgensi apa pun untuk meraih predikat tersebut. Saat didirikan pada 1969 silam oleh Gubernur Ali Sadikin, TIM dimaksudkan untuk memajukan seni dan kebudayaan. Dan kemudian pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada seniman untuk memikirkan perencanaan dan konsep selanjutnya.

Dengan demikian, TIM menjadi semacam center of excellence tempat berkiprah para seniman demi menghasilkan karya-karya unggulan. Jadi, kata kuncinya adalah: berkarya!  Bagaimana TIM membuat para seniman mampu menjangkau batas-batas terjauh kreatifitas tanpa memikirkan label apa pun. Untuk kawasan semacam ini, yang dibutuhkan adalah berbagai sarana yang bisa mendorong proses kreatif dan penciptaan seluas mungkin.

Dengan iklim semacam itu, karya-karya yang adiluhung niscaya mampu dilahirkan dan dengan sendirinya ia mampu menerobos atribusi apa pun yang –biasanya—dibutuhkan dalam industri: karya selevel Asia atau bahkan dunia. Tetapi yang lebih penting dari sebuah karya adalah faedahnya bagi kemanusiaan!

Jadi, jargon menjadi pusat kesenian Asia itu bagi saya hanyalah janji surga yang bisa melenakan kalangan seniman!

Kini, sebagian seniman Jakarta mulai merinstis gerakan penolakan pembangunan hotel mewah di kawasan TIM. Imam Ma'aruf salah satunya. Menurut dia, tidak ada kegentingan untuk membangun hotel di kawasan kawasan pusat kesenian dan kebudayaan itu. "Apa pasalnya (bangun hotel), dikhawatirkan kalau sudah ada hotel bintang lima di sana ada komersialisasi TIM-nya itu," kata Imam saat dihubungi, Ahad, 24 November 2019.

Dia khawatir pembangunan hotel bakal menjauhkan seniman dari lingkungannya. Apalagi, konsep awal desain TIM yang disayembarakan dan dimenangkan Andra Matin tidak ada rencana pembangunan hotel. "Tidak ada yang namanya hotel bintang lima (dalam desain awal revitalisasi TIM)," ujarnya. "Manejemen hotel bintang lima seperti apa sih. Komersialisasi itu."

Sebelumnya, para seniman uga berhimpun melakukan penolakan lewat “Pernyataan cikini”. Mereka, antara lain, Radhar Panca Dahana, Taufiq Ismail, dan Mogan Pasaribu, dan Abdul Hadi WM. Pernyatana ini terdiri dari 3 butir, yakni,  menolak pelibatan Jakpro dalam mengurus atau mengembangkan seluruh fasilitas/isi kompleks Taman Ismail Marzuki, menolak revitalisasi yang tidak melibatkan secara langsung pendapat dan atau kerja para seniman/wati, dan menolak upaya pembangunan dalam ruang kebudayaan yang luas, termasuk membangun manusia unggul, tanpa pemahaman komprehensif dan sosialisasi di kalangan yang adekuat makna kebudayaan yang sebenarnya.

“Taman Ismail Marzuki ini adalah rumah kita. Kita harus pertahankan! Bagaimana hubungannya, membangun kebudayaan dengan membangun hotel bintang lima di TIM,”  kata mereka.

Memang tak ada hubungannya, dan karena itu proyek pembangunan hotel tersebut perlu diberi prolog janji surga: Agar TIM menjadi Pusat Kesenian Asia. Syukur-syukur ada seniman yang terbuai dengan janji itu…

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu