x

Mwnanti debat yang santun

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 28 November 2019 20:00 WIB

Debat di Layar Kaca Tak Memberi Contoh Debat yang Santun

Debat di layar kaca, tak memberikan edukasi debat yang benar dan santun

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Bagi penggemar acara debat bertema politik di berbagai layar kaca Indonesia, tentu sudah tidak asing dengan berbagai sosok yang sering diundang sebagai nara sumber.

Dari sosok-sosok yang ditampilkan, ada yang berpredikat sebagai tokoh elite partai, tokoh DPR, tokoh pemerintahan, tokoh ahli, budayawan, hingga praktisi dan pengamat dll.

Karena tampil di layar kaca, maka aksi para sosok/tokohpun beragam. Semisal dari bahasa tubuh saja, ada yang nampak santun, sangat beretika, namun ada yang "tengil" dan sombong.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sikap bahasa tubuh dapat dilihat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bagaimana ekspresi wajahnya baik saat menjadi pendengar maupun saat mendapat giliran bicara.

Sikap bahasa tubuh ini, akan semakin nampak dan lengkap saat dikombinasikan dengan gaya bicaranya.

Terkadang, sosok/tokoh yang bergaya bahasa tubuh dan berekspresi santun, maka tutur kata saat diberikan kesempatan bicara pun akan saling melengkapi bahwa sosok/tokoh ini memang beretika dan memang layak berada di tengah peserta debat/diskusi dan disaksikan pemirsa.

Lalu, saat kita dengarkan isi pembicaraannya juga bernas, mencerminkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan personaliti dengan mengungkap pernyataan, mendebat/menyangkal, menjawab, memberikan solusi dll, semuanya dengan fakta data yang penuh logika/masuk akal, bukan sekedar "ngeyel tak nyambung".

Namun, kita juga sangat sering menonton sosok/tokoh yang ditampilkan "tengil dan sombong". Meremehkan lawan bicara baik dengan sikap bahasa tubuhnya atau juga dengan tutur kata yang kasar tanpa ada rasa "ewuh pekewuh" lagi.

Sikapnya arogan, merasa yang paling benar dan hebat.

Mungkin, bila lembaga survei melakukan analisis kepada sikap bahasa tubuh dan tutur bicara kepada para sosok/tokoh yang berdebat/berdiskusi di layar kaca, akan didapatkan hasil, sosok/tokoh mana yang lebih banyak, apakah yang santun atau yang tengil.

Bila diindentifikasi, setiap acara debat/diskusi yang menghadirkan nara sumber sosok/tokoh, maka pihak stasiun televisi selalu akan menampilkan nara sumber yang berimbang.

Semisal dihadirkan sosok/tokoh yang pro pemerintah, tentu juga akan dihadirkan sosok/tokoh yang kontra pemerintah serta dilengkapi sosok/tokoh penengah atau netral.

Namun, tanpa perlu dilakukan survei pun, pemirsa di rumah juga dapat menyimpulkan sendiri. Bahkan, kini sudah ada sosok/tokoh yang dapat dijuluki sebagai nara sumber santun atau nara sumber tengil.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa sosok/tokoh nara sumber yang tidak dapat diambil suri teladannya untuk pemirsa, mengapa masih terus diundang dan ditampilkan oleh beberapa stasiun televisi kita?

Apakah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tetap melihat hal tersebut sebagai hal yang wajar?

Karena sudah tak lagi mengindahkan norma dan etika serta kata-kata "kasar" pun terlontar tanpa dapat dicegah oleh pembawa acara.

Setali tiga uang, pembawa acara pun bak sosok/tokoh yang malah lebih tahu. Jadi, untuk apa ada debat dan diskusi?

Seharusnya, media layar kaca menjadi pembelajaran dan edukasi untuk generasi penerus bangsa karena model debat atau diskusi di bangku sekolah atau perguruan tinggi cukup terbatas.

Semoga segera lahir acara debat dan diskusi yang bermutu di layar kaca, serta mencerahkan kehidupan bangsa, bukan malah menambah keruh suasana.

Untuk para sosok/tokoh yang sering diundang menjadi nara sumber, jadilah nara sumber yang santun.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler