x

Iklan

Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Oktober 2019

Minggu, 15 Desember 2019 07:04 WIB

Memberdayakan Petani Bima

Itulah kenapa saya mengangkat isu ini. Karena ini menyangkut hajat hidup petani. Selain daripada itu adalah edukasi. Karena ini adalah momentum musim hujan dimana petani sibuk dengan perkakas pertaniannya. Sibuk, dalam hal ini, mulia, yaitu sibuk dengan kerja-kerja pertanian. Tatapi bukan itu yang saya lihat, yang saya lihat melainkan semangatnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memberdayakan petani adalah keharusan pemerintah dalam menyediakan fasilitas pertanian. Bukan malah sebaliknya, menguras petani!

Baru-baru ini saya membaca media lokal di Bima. Saya mendapati informasi bahwa harga pupuk naik dibeberapa Desa di Kabupaten Bima. Sementara di Desa lain, harga pupuk terjangkau.

Bagi saya, mendapati informasi semacam itu, tidak harus kaget. Sudah biasa! Sebab, harga pupuk di Bima dengan harga tinggi sudah lama. Tetapi, didiamkan oleh pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Entahlah, didiamkan oleh pemerintah atau pemerintah mendiamkannya. Saya tidak tahu, kembali kepada masing-masing orang melihatnya. Tetapi, itulah faktanya bahwa harga pupuk di Bima memang naik. Ramailah dibicarakan di media sosial oleh masyarakat pengguna media sosial bahwa harga pupuk di beberapa Desa di Kabupaten Bima naik.

Saya melihatnya, bukan soal ramai atau tidaknya di media sosial atau sejenisnya itu. Saya melihatnya, bahwa tidak adanya perhatian khusus pemerintah Bima untuk memberdayakan petani. Itu soalnya, padahal pendapatan masyarakat di Bima bergantung pada hasil pertanian. Tetapi, tidak diperhatikan oleh pemerintah Bima.

Sebagai akibat dari ramai riuhnya di media sosial oleh masyarakat pengguna media sosial. Mempertanyakan, kenapa harga pupuk mahal? Lalu, turunlah perwakilan dari pemerintah ke berbagai Desa (Kabag Administrasi Perekonomian Setda Bima) untuk mengecek secara langsung benar-tidak harga pupuk itu naik.

Lucunya lagi, dari perwakilan pemerintah tersebut, hanya memberikan himbauan, kira-kira begini himbauannya. Saya ilustrasikan; kami sampaikan kepada pengecer, jangan menjual pupuk di atas harga yang sudah ditentukan, harga standar! Kalau ada pengecer yang menjual pupuk di atas harga standar. Lapor ke kami, kami akan mencabut izinya.

Kalau datang hanya sekedar memberikan himbauan kepada para pengecar pupuk sama halnya memberikan angin segar kepada para pengecer pupuk. Tetapi, harus datang sebagai power, sebagai kekuasan. Datang sebagai pemerintah bukan datang sebagai negosiator. Kalau ada pengecer yang “macam-macam” ditindak bukan malah membiarkan. Bila perlu ditindak secara tegas karena ini menyangkut hajat hidup petani.

Parahnya lagi, dari hasil pengecekan dari perwakilan pemerintah, diberitakan oleh media lokal harga pupuk aman. Keterangan ini dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat. Yang dijadikan sampel pemberitaan adalah Desa yang dimana harga pupuk terbilang terjangkau. Sementara di Desa lain, yang menjadi lumbung harga pupuk naik, tidak diberitakan. Media!

Itulah kenapa saya mengangkat isu ini. Karena ini menyangkut hajat hidup petani. Selain daripada itu adalah edukasi. Karena ini adalah momentum musim hujan dimana petani sibuk dengan perkakas pertaniannya. Sibuk, dalam hal ini, mulia, yaitu sibuk dengan kerja-kerja pertanian. Tatapi, bukan itu yang saya lihat, yang saya lihat melainkan semangatnya.

Kembali pada isu yang dibicarakan, memberdayakan petani. Apakah petani di Bima sudah diberdayakan oleh pemerintah atau tidak? Pertanyaan itu mempertanyakan bagaimana pemerintah seharusnya. Di atas mungkin sudah digambarkan bagaimana nasib petani di Bima. Sekarang saya sentil sedikit bagaimana pemerintah seharusnya. Kalau dikatakan pemerintah sudah memberdayakan petani. Sejauh mana pemerintah Bima memberdayakan petani? Bagaimana keberhasilan pemerintah memberdayakan petani? Atau justru malah sebaliknya, petani di kuras.

Problem yang sering dihadapi oleh petani di Bima setiap tahun, kalau bukan harga pupuk yang naik, harga hasil pertanian yang turun. Dimanakah pemerintah Bima? Atau jangan-jangan, dugaan saya, pemerintah malah menyerahkan sepenuhnya ke pasar? Lalu, fungsi pemerintah dimana? Atau pemerintah tidak mau tahu atau pemerintah yang benar-benar tidak tahu. Hal ini menggambarkan pemerintah Bima hari ini. Apakah pemerintah punya pikiran atau tidak punya pikiran?

Berbicara mengenai gagasan pemerintah bagaimana membangun daerah, khususnya di bidang pertanian. Pemerintah Bima tidak punya DNA untuk itu. Pemerintah Bima tidak punya konsep utuh untuk membangun daerah. Kalau pun ada konsep utuh untuk membangun daerah, pemerintah Bima tidak bisa menjalankan konsep itu. Konsep melangit tidak bisa dibumikan. Sama halnya mimpi disiang bolong.

Bagaimana dengan pasar? Seolah-olah hasil pertanian di Bima ditentukan oleh pasar. Sekali lagi, dimanakah pemerintah Bima?

Ketika nasib petani di Bima ditentukan oleh pasar. Pemerintah Bima seharusnya membuat aturan atau kebijakan standarisasi harga. Jangan serahkan sepenuhnyan ke pasar. Kalau urusan pupuk dan harga jagung diserahkan ke pasar, maka untung-rugi yang diperhitungkan. Jelas nasib petani ditentukan dan dikuras oleh pasar. Karena watak dasar pasar adalah untung-untungan.

Sementara itu, petani dapat apa? Dapat cape-nya? Kalau pemerintah tidak mau tahu atau pemerintah benar-benar tidak tahu. Jelas petani dapat cape-nya.

Jadi, kalau saya tarik sedikit kebelakang, sejak dari awal petani sudah dikuras. Dengan apa? Dengan harga pupuk yang tinggi, dengan bibit jagung subsidi yang diperjual-belikan, dengan harga pestisida yang mahal, dengan harga hasil pertanian yang dipermainkan oleh pasar. Jelas petani dapat cape-nya. Lalu, pemerintah Bima dimana? Jadi penonton!

Pemerintah seharusnya menjembatani antara petani dan pasar dengan memperhatikan nasib petani dan kebutuhan pasar. Pemerintah harus sama-sama memperhatikan keduanya; memperhatikan nasib petani dengan memberdayakan petani dan memperhatikan pasar dengan intervensi standarisasi harga.

Memberdayakan petani, tidak sekedar menyediakan bibit jagung yang unggul, standarisasi harga pupuk, pestisida, dan harga jagung. Tetapi, memperhatikan apakah hasil pertanian menjamin kelangsungan hidup petani yang berkelanjutan. Kebutuhan sandang, kebutuhan papan, dan kebutuhan pangan. Sebab, penghasilan dan pendapatan hanya satu kali dalam setahun dari hasil pertanian. Sementara di waktu lain, cukup panjang bagi para petani mengalami kekosongan waktu. Di waktu yang kosong ini petani menyambung hidup menghabiskan hasil pertanian sebelumnya.

Pemerintah setidaknya menyediakan lapangan pekerjaan untuk manambah pemasukan dan pendapatan bagi petani sehingga petani tidak hanya bergantung pada hasil pertanian. Pemasukan dan pendapatan lain, dengan pemanfaatan atau optimalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pengembangan pariwisata, dan pemafaatan dana Desa secara maksimal. Selebihnya, menjadi tugas pemerintah daerah Bima.

Ikuti tulisan menarik Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler