x

Iklan

Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Oktober 2019

Selasa, 14 Januari 2020 06:09 WIB

Demokrasi di Bima dalam Lingkaran Monarki

Orang yang tidak punya gagasan, duduk di pucuk pimpinan, memegang jabatan strategis, dan menentukan nasib orang banyak. Apa yang diharapkan banyak?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bicara politik selalu menarik untuk dibicarakan. Tidak hanya para politisi, namun juga para akademisi. Politik menjadi diskursus pokok politisi-politisi dan akademisi-akademisi di Bima. Apakah itu di forum-forum ilmiah ataukah di tempat-tempat ngopi. Setiap tempat diskusi tampaknya selalu di isi dengan pembicaraan politik. Kehidupan politik menjalar di segala sendi-sendi kehidupan masyarakat di Bima.

Menyambut Pilkada 2020 mendatang di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Diskursus politik semakin kencang dan beragam variasinya. Mulai dari mengamati menuver-manuver politik politisi di Bima. Safari politiknya di masyarakat dan di beberapa partai politik. Dan, sampai pada kongsi (koalisi) menentukan kendaraan politik. Memastikan maju menjadi calon Bupati Bima dan calon Wakil Bupati Bima 2020-2025 mendatang.

Sambil menunggu penjaringan dan seleksi kandidat yang berpotensi dimenangkan pada Pilkada 2020 di Bima nanti. Partai-partai politik terus melakukan komunikasi politik dengan partai-partai politik lain, membuka kemungkinan koalisi dengan partai-partai politik lain, secara bersama dengan kandidat-kandidat politik yang akan dipasangkan di Pilkada 2020 mendatang. Disini kalkulasi politik mulai jalan. Apakah dalam bentuk tawar-menawar ataukah dalam bentuk perhitungan potensi kemenangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terlepas dari manuver-manuver politik politisi di Bima dan riuh-ramainya di media sosial yang dibicarakan. Satu hal yang hilang dari pembicaraan politik dan mengakar kuat di perpolitikan di Bima hari ini, yaitu apa yang disebut sebagai kultur politik monarki. Kultur politik dinasti atau kerajaan. Di mana kekuasaan hanya berputar dan diwariskan berdasarkan hubungan kekeluargaan keturunan kerajaan.

Politik monarki masih hidup di Bima walaupun bukan sistim kerajaan secara struktural. Akan tetapi, gaya politiknya sangat kental dengan nuansa politik monarki. Masyarakat pun ikut terkoneksi dengan kultur politik ini.

Ketika kultur politik monarki yang mengakar kuat dan lama di Bima lepas dari perbincangan politik secara ilmiah sebagai upaya mengedukasi masyarakat terhadap dunia politik di Bima dan membawa keluar masyarakat dari jebakan politik monarki maka sejak itu pulalah politik di Bima apa adanya.

Akan tetapi, apabila edukasi politik terus dilakukan baik politisi maupun akademisi sebagai upaya untuk menyadarkan masyarakat dan berhasil menarik keluar masyarakat dari kultur politik monarki maka disaat itu pulalah politik berubah dan berharap banyak. Karena mindset masyarakat sudah terbangun dengan kuat. Kesadaran masyarkat tidak lagi goyah. Orang-orang sebagai pemilih tidak lagi melihat apakah ia sebagai sosok atau golangan darah biru. Orang akan melihat apa dalil yang ia bawa untuk membangun Bima lima tahun kedepan.

Terbukti bahwa bagaimana pemerintah Bima membawa daerah Bima sekarang. Selama lima tahun kepemimpinan Indah Damayanti Putri dan Dahlan M. Noer tidak memberikan pembangunan yang signifikan untuk daerah Bima. Artinya, Indah Damayanti Putri dan Dahlan M. Noer tidak punya gagasan untuk membangun daerah Bima hari ini. Sosok yang dilihat oleh masyarakat dan bukan pada apa dalil yang di bawa untuk membangun Bima.

Lebih jauh lagi, dapat diilustrasikan, orang yang tidak punya gagasan, duduk di pucuk pimpinan, memegang jabatan strategis, dan menentukan nasib orang banyak. Apa yang diharapkan banyak?

Bagaimana mungkin pemerintah Bima, dalam hal ini Indah Dayanti Putri dan Dahlan M. Noer menentukan nasib masyarakat Bima sementara pemerintah belum khatam dengan dirinya sendiri. Sesuatu yang sangat ironi di dalam pemerintahan Bima.

Dalam demokrasi, kultur politik monarki tidak sehat. Sebab, kekuasaan hanya berputar dilingkaran kerajaan. Demokrasi tidak begitu, demokrasi menghendaki pergantian kekuasaan. Tidak boleh kekuasaan berputar pada satu orang atau kelompok orang. Setiap orang berkesempatan untuk mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu, menjadi hak setiap orang untuk berpolitik dan mendapatkan kekuasaan di Bima tampa tebang pilih.

Ikuti tulisan menarik Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB