Gonjang-ganjing skandal suap terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan belum reda. Buntut dari kasus yang terbongkar lewat operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi ini berkepanjangan hingga kini, sekalipun Presiden Joko Widodo telah memecat Wahyu dari KPU.
KPK telah menetapkan Wahyu sebagai tersangka bersama dua orang yang diduga sebagai perantara suap. Tim komisi antikorupsi juga telah menyita duit Rp 400 juta dalam valuta dolar Singapura pada operasi tangkap tangap pada 8 - 9 Januari 2020.
Satu lagi yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka adalah calon anggota legilatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku. Dialah yang diduga berkepentingan menyuap komisioner KPU agar bisa menggantikan posisi anggota DPR Nazarudin Kiemas yang meninggal, lewat mekanisme pergantian antar waktu.
Kenapa kasus suap yang “cuma” ratusan juta itu amat berbahaya bagi posisi Jokowi. Berikut ini tiga hal yang menyebabkan urusan tersebut menjadi tidak sepele.
1.Simpang Siurnya posisi Harun Masiku yang buron
Dalam beberapa hari terakhir, keberadaan politikus PDIP, Harun Masiku, sungguh simpang siur. Hal ini menggambarkan keanehan sejumlah institusi pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi. Apalagi media massa telah mencium keberadaannya.
Kementerian Hukum
Menkum HAM Yasonna Laoly yang dikenal sebagai kader PDIP mengatakan Harun masih berada di luar negeri. "Ke Singapura. Jadi tanggal delapan kan operasi tangkap tangan, tanggal 6 dia sudah di luar. Apa tujuannya di luar, kita tidak tahu barangkali dia juga tidak tahu akan di-OTT," ujar Yasonna, Kamis, 16 Januari 2020.
Komisi Pemberantasan Korupsi
Ketua KPK Firli Bahuri pun menyatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencari informasi mengenai Harun. "Kalau ada informasi di Singapura, nanti kita bekerja sama dengan kedutaan besar dan Kementerian Luar Negeri," kata Firli di Gedung DPR RI, Selasa, 14 Januari 2020.
Selanjutnya: kepolisian...
Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.