x

Seorang petugas medis menangani pasien yang diduga terinfeksi virus corona di Zhongnan Hospital of Wuhan University, Wuhan, Cina, Jumat 24 Januari 2020. FOTO/ANTARA/HO-Xinhua/Xiongqi/mii/aa

Iklan

Harpiana Rahman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Maret 2020

Minggu, 1 Maret 2020 21:57 WIB

Yakinkah Anda, Indonesia Setangguh Ini Menghalau COVID-19?

Pondasi ketahanan negara atas wabah penyakit tetap berada di akar rumput. Pertahanan negara atas wabah COVID-19 bergantung pada proteksi personal seperti hygiene personal melalui PHBS. Akses  terhadap informasi ilmiah, air bersih, makanan sehat, dan sanitasi layak harus terpenuhi. SARS-Cov-2 tumbuh, menyebar, bertahan, dan berlipat ganda melalui kontak dan interaksi secara langsung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Larangan pemerintah Arab Saudi menerima tamu dari Indonesia, sementara Indonesia telah menyatakan nol kasus COVID-19 mestinya menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam melakukan penegakan uji SARS-Cov-2. Per 22 Februari 2020, Kemenkes menerima sekitar spesimen dari 130-an penderita suspek (terduga)  COVID-19. Sejauh hasil tes, semuanya negatif. Dua orang yang dinyatakan suspek COVID-19 meninggal dunia. Hasil tes juga menunjukkan negatif.

Saya percaya bahwa uji deteksi yang dilakukan telah merujuk standar WHO juga dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Tapi berdiri tegak pada satu model skrining tentu bukan hal yang menguntungkan bagi Indonesia. Dalam hal ini saya tidak memiliki kapasitas keilmuan tentang model skrining yang bisa dilakukan.

Tentu bukan tanpa alasan pihak asing meragukan hasil pelaporan nol kasus COVID-19 di Indonesia. Sejak COVID-19 pertama kali dinyatakan sebagai wabah di China, Indonesia mengambil beberapa langkah berani dan beresiko dengan tidak segera menutup perjalanan dari dan menuju Wuhan sebagai hotspot virus SARS-Cov-2. Dan hal serupa terjadi lagi, saat Korsel mengaktifkan tanggap darurat COVID-19, pemerintah tetap merestui beberapa maskapai untuk terbang ke sana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebijakan ini tentu tak berpijak pada upaya preventif. Bahkan saya tak habis pikir, meski WHO telah menyatakan COVID-19 dengan status darurat global kesehatan masyarakat, masih ada saja ajakan oleh pejabat negara kepada masyarakat untuk traveling karena maskapai diskon 50 persen. Ini adalah celah dalam penegakan pelaporan Indonesia yang menyatakan nol kasus COVID-19 di Indonesia.

Lantas, sekuat apa kita menghadang COVID-19? Faktanya keparahan penyakit ini karena pola penyebarannya yang cepat, meluas, dan sulit dikontrol. Meski cukup lambat, tapi pemerintah juga tidak sesantuy yang kita kira. Sejak dinyatakan sebagai darurat  global kesmas, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan pencegahan COVID-19. Menunjuk 100 RS rujukan COVID-19, meningkatkan kesiapsiagaan di pintu masuk bandara dan pelabuhan, melakukan karantina pada penjemputan WNI, membatasi perjalanan untuk beberapa negara tujuan.

Tapi apakah itu cukup? Tentu tidak. Pondasi ketahanan negara atas wabah penyakit tetap berada di akar rumput. Pertahanan negara atas wabah bergantung pada proteksi personal seperti hygiene personal melalui PHBS. Akses  terhadap informasi ilmiah, air bersih, makanan sehat, dan sanitasi layak harus terpenuhi. SARS-Cov-2 tumbuh, menyebar, bertahan, dan berlipat ganda melalui kontak dan interaksi secara langsung. Mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat sakit, adalah hal sederhana yang paling bisa dilakukan untuk mencegah penularan virus.

Korea Selatan yang dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem penanggulan wabah terbaik, nyatanya tak kuat membendung virus ini.

Tugas pemerintah berlipat ganda lantaran tidak hanya menghalau SARS-Cov-2, Dangue, Bakterium Tuberkolisis, dan agen penyakit lainnya tapi juga meredam serangan hoax terkait COVID-19. Akibat hoax, isu COVID-19 berubah menjadi isu agama dan ras yang menggiring pada pembentukan stigma. Untuk meredam ini, pemerintah kiranya perlu mulai menggandeng pers, memeluk tokoh agama, tokoh masyarakat untuk menjadikannya sebagai agen promosi kesehatan untuk turun mengedukasi masyarakat terkait informasi ilmiah COVID-19 dan penyakit lainnya.  

Upaya pencegahan KLB COVID-19 di Indonesia sebaiknya tidak berfokus pada nol kasus terlapor, tapi pada upaya peningkatan penegakan skrining deteksi COVID-19, khususny kepada suspek.

Ikuti tulisan menarik Harpiana Rahman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler