x

Mahmud

Iklan

Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Oktober 2019

Senin, 9 Maret 2020 00:14 WIB

Apa Kabar Dugaan LPJ Fiktif BUMDes Desa Kala?

Sebab begini; menurut saya, kalau gerakannya benar-benar murni, nafasnya panjang, totalitas dan tuntas. Pun sebaliknya, kalau gerakannya tertatih-tatih, artinya ada indikasi bahwa gerakan itu diboncengi, ditunggangi. Oleh siapa? Oleh pemangku kepentingan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nak, kuliah yang baik ya. Jangan malas-malas. Belajar dengan giat. Kasian kami, cari uang kiri-kanan, kuliahin kamu! Baik bu, pak. Saya akan berusaha sekuat mungkin, dengan segala kemampuan saya untuk menjadi orang sukses. Dan, tentu membanggakan ibu-bapak.

Kalau saya nanti sukses, menjadi orang hebat dan di pandang wow oleh orang banyak. Saya ingin punya mobil yang mewah, membangun rumah yang megah dan tentu harus punya istri yang baru, yang cantik nan jelita dan tentunya perawan.

Jadi begini deh, singkat cerita. Waktu itu kan, sedang heboh isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala. Desa saya, Desa Kala. Tepat dibagian Barat Kab. Bima. Tak lama kemudian, isu itu bergulir. Saya dihubungi kiri-kanan, oleh orang tertentu-saya tidak menyebutkan namanya, di tanya ini-itulah, siapa saja yang bermain dibelakang isu itu, pihak-pihak mana saja yang terlibat didalamnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya sampaikan, seterang mungkin, sejauh yang saya tahu. Medianya ini, orangnya ini. Saya tunjukan jaringan dan arsitek pergerakan. Maksudnya, aktor intelektual dibalik itu semua. Cukuplah untuk sementara, paling tidak untuk tiket Cakades. Modal awal untuk meniti karier politik. Satu paket kan dengan calon Bupati dan calon Wakil Bupati Bima? Jadi, teranglah persoalannya. Kira-kira begitulah?

Tidak beratlah tugasnya. Hanya menyusun strategi, selanjutnya; kompor. Kemudian siapa kompetitor lapangannya, berikutnya; media menggiring opini. Selesai kan, tugasnya?

Jadi, tidak berat kan, tugasnya? Dibandingkan dengan petani atau pemulung yang menarik dan mendorong Gerobaknya dijalanan.

Lalu, bagaimana dengan isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala? Bagaimana kelanjutannya? Sudah sampai mana prosesnya? Hasilnya bagaimana? Kok, diam begitu saja, nggak ada kabarnya sama sekali? Atau jangan-jangan?

Sebab begini; menurut saya, kalau gerakannya benar-benar murni, nafasnya panjang, totalitas dan tuntas. Pun sebaliknya, kalau gerakannya tertatih-tatih, artinya ada indikasi bahwa gerakan itu diboncengi, ditunggangi. Oleh siapa? Oleh pemangku kepentingan?

Sebagai evaluasi sekaligus dukungan saya atas gerakan itu mengangkat isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala; pertama-tama, harus kita apresiasi meski kritik tetap jalan. Kedua, gerakan itu tidak substansial, saya melihatnya, terkesan cari panggung. Ketiga, gerakan itu tidak melibatkan masyarakat. Padahal, yang diperjuangkan adalah hak masyarakat, namun tidak dilibatkan masyarakat, sangat disayangkan.

Sekarang kita ukur; sejauh mana kekuatan isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala itu bertahan? Untuk sementara kita harus bermain-main dengan hitung-hitungan. Hitung-hitungan kekuatan isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala. Muatan-muatan didalamnya, siapa saja yang terlibat dan bermain dibelakangnya. 

Jadi begini deh; korupsi bukan sekedar mencuri uang negara. Saya sederhanakan bahasanya; korupsi bukan sekedar mencuri uang rakyat atau uang masyarakat. Maksudnya, rakyat atau masyarakat disini menjelma menjadi sebuah negara berdasarkan kesepakatan-kesepatan bersama. Jadilah, sebuah negara atau apa yang disebut sebagai negara.

Tinggalkan itu sejenak, sekarang kita lanjutkan ke perhitungan. Dalam pemerintah Desa, indikasi korupsi yang sering ditemui adalah penyalahgunaan anggaran, pemborosan anggaran dan mencuri uang negara dengan tampa hak, saya bahasakan mencuri karena mengambil uang negara dengan tampa hak, untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok.

Apa yang mau saya katakan disini; kalau ada pemerintah Desa yang terindikasi korupsi, dalam perpektif hukum itu “normatif-normatif saja”, “biasa-biasa saja”. Tetapi, yang paling penting daripada itu adalah mengetahui bagaimana “cara-cara” pemerintah, dalam hal ini pemerintah Desa Kala, melakukan korupsi?

Caranya banyak, tapi yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan cara-cara yang cantik, lebih intelektual. Sedikit dikemas dengan program-program kerja yang tidak bermutu, serampangan. Asal jadi, yang penting selesai. Tugas saya clear! Umumnya begitu?

Ada juga yang korupsi yang dilakukan secara terang-terangan tampa program kerja yang jelas. Asal bapak senang! Bahkan, ada juga yang korupsi dilakukan secara bersama-sama, kalau saya katakan saking familiarnya, korupsi pun dilakukan secara bersama-sama, dinikamati pula secara bersama-sama. Komplotan!

Dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala, saya melihatnya, bukan semata-mata masalah hukum. Saya tidak menafikan masalah hukum. Tetapi, justru yang saya lihat ada kekuatan lain dibalik masalah itu, yang diboncengi oleh pemerintah Desa Kala, yaitu pemerintah itu sendiri. Maksudnya, pemerintah bekerja sama dengan pihak-pihak lain, yang ada hubungan dengan pemerintah itu sendiri.

Kekuatan lain atau pihak lain yang dimaksud adalah pihak yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Bima, baik secara politik, ekonomi maupun keluarga. Kekuatan inilah yang menekan, yang mengintervensi, bahkan yang mempolitisasi isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala yang naik di Inspektorat Bima beberapa hari yang lalu, sehingga pada perjalanannya, isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala terhambat atau bahkan bisa jadi mungkin akan hilang begitu saja tampa ada kejelasan dan kepastian.

Jadi, isu dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala tidak bisa dilihat sebagai “korupsi” saja, sebagaimana korupsi yang dipahami pada umumnya. Dugaan LPJ fiktif BUMDes Desa Kala harus dilihat sebagai rencana “oknum-oknum tertentu” yang terlibat didalamnya dengan berbagai macam kompromi yang sudah direncanakan sebelumnya dengan matang.

Siapa orang yang saya maksud? Silahkan ditafsirkan sendiri? Saya tidak mau terlalu jauh masuk ke sana. Sebab, kultur hukum kita, dikit-dikit delik. Budaya literasi kita, dikik-dikit tidak objektif dalam melihat persoalan. Lalu, ditafsirkan semau gue berdasarkan kempentingan masing-masing.

Tidak dilihat sebagai ikhtiar untuk membersihkan budaya koruptif yang mulai tumbuh dan mengakar kuat di Desa Kala. Atau, sebaliknya, justru membiarkan begitu saja tampa sedikit pun peduli.

Kita tunggu saja prosesnya, bagaimana kelanjutannya, apakah berhenti dengan segala macam tetek bengeknya atau tetap berlanjut dengan mengharapkan keadilan?

Ikuti tulisan menarik Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB