Ayo Memulai Ulang!
Bukan hanya sejumlah kelompok manusia, beberapa elemen kehidupan lain di muka bumi sudah dan sedang melakukan "mulai ulang".
Beberapa waktu lalu penduduk Jakarta dibuat berdecak kagum menyaksikan indahnya biru langit ibukota. Mayoritas mengakuinya sebagai pengalaman pertama seumur hidup. Sejumlah media sempat juga memberitakan bagaimana sekelompok singa dengan santuy tidur siang di tengah jalan raya yang membelah sebuah taman nasional di Afrika Selatan.
Lebih jauh, penggemar metafisika percaya bahwa fenomena suara aneh yang terdengar di tenggara Jakarta beberapa minggu lalu adalah juga tanda bagaimana momen restart mendapat dukungan seluruh semesta. Legenda “Sabdo Palon Nagih Janji” juga diyakini sebagai teori tak kasat mata lain tentang sebuah konsep memulai ulang di tahun 2020 ini, terutama oleh suku Jawa.
Saya yakin, konsep "mulai ulang" akan terus dianggap melatarbelakangi sejumlah peristiwa yang terjadi di beberapa waktu ke depan. Terjadi semacam konspirasi alami oleh orang-orang yang tahu benar kalau hal-hal semacam itu banyak digemari sehingga berpotensi membentuk fenomena yang lebih besar dengan menambah bermacam bumbu. Terutama karena terlalu banyak “kebetulan” yang terjadi akan dianggap sebagai rangkaian petunjuk yang “terlalu naif” untuk dianggap “kebetulan semata”.
Lalu kenapa tidak kita memulai ulang kalau hal itu akan merubah hidup kita menjadi lebih baik?
Mulai saja dari rumah masing-masing. Alasannya banyak. Rumah adalah sekolah pertama dan terbaik bagi seorang bayi atau anak, dan manusia memulai hidupnya sebagai seorang bayi yang kemudian beranjak menjadi anak. Alasan lainnya supaya kita bisa punya amunisi tambahan untuk membunuh rasa bosan karena memang dianjurkan #DiRumahSaja, hahaha…
Mulai Ulang #DiRumahSaja
Sesungguhnya ada tujuan yang tidak sepele dengan memulai ulang #DiRumahSaja.
Dahulu saat Presiden Jokowi membentuk Staf Khusus Milenial, harapan besar membuncah di penjuru negeri. Langkah Sang Presiden dianggap solusi untuk “memangkas” generasi lebih tua yang jamak dicurigai sudah terkontaminasi akut virus kolusi, korupsi dan nepotisme warisan rezim Orde Baru.
Namun, jauh panggang dari api. Alih-alih melakukan terobosan spektakuler, sejumlah diantaranya justru menitikkan noda etika dan moral dalam belanga prestasi kerja cemerlang mereka. Setelah sekian dekade menghilang, aib bernama “katebelece” yang lazim di rezim kolusif Orde Baru justru hadir dari simbol utama milenial yang berada di lingkar utama istana.
Adalagi yang menganggap normal terjadinya konflik kepentingan bisnis pribadi dengan kepentingan negara. Atau mengoarkan jabatan sebagai setingkat Menteri untuk kebanggaan diri. Aih, dusta apalagi yang kau nikmati!
Akhirnya memang mengundurkan diri. Tapi inikan seperti seorang bocah yang meminta uang 10,000 pada ayahnya namun kemudian mengambil 15,000 saat dipercaya mengutip sendiri dari dompet. Pas ketahuan, sang bocah ngeles kelebihan ngambil. Hahaha, bisa ae kerak aibon!
Intinya, kalau sudah selesai dengan pekerjaan dan aktivitas kita, berperanlah sebagai guru bagi anak-anak kita. Pagi hari bila memungkinkan, bantu mereka menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Setelahnya, cobalah menginspirasi mereka sehingga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual mereka juga berkembang. Agar saat mereka mendapatkan pentasnya kelak, mereka bisa menjadi kontribusi terbaik kita bagi bangsa dan negara.
Bila secara ekonomi kita berlebih, ajak anak-anak kita berempati pada sesama yang kekurangan dengan berdonasi. Ajar mereka apa arti solidaritas berbangsa sejak dini. Tanamkan kesadaran untuk tidak mengambil keuntungan saat orang lain sedang kesulitan.
Bila keuangan kita terdampak, jadikan itu justru sebagai momen untuk mengajar anak-anak kita lebih menghargai uang. Beri tahu mereka bahwa meski sedang sulit bukan berarti kita bisa menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang.
Belum punya anak? Manfaatkan banyaknya waktu luang dengan meningkatkan kualitas diri dalam berbagai hal. Bila berlebih, berbagilah. Bila Anda muslim, ini adalah kesempatan untuk berlomba-lomba menggali berkah karena di luar sana sedang banyak saudara sebangsa yang berkekurangan.
Jadikan rumah kita sebagai satelit-satelit perubahan. Percayakan hal-hal yang lebih besar kepada pemerintah meskipun tetap harus kritis. Presiden Jokowi, seperti testimoni Menhan Prabowo, sejatinya sedang bekerja keras untuk rakyat. Pekerjaan beliau sungguh berat. Seluruh elemen bangsa meminta perhatian. Dari buruh, ojek online hingga pengusaha menjerit.
Di sisi lain, masih banyak oknum di lingkaran terdekat yang tak malu bersifat benalu. Menghisap darah saat situasi sedang parah. Karena itu kritik harus terus dilakukan. Sebab kritik akan menyerabut tentakel biadab yang banyak menempel pada tubuh pemerintah seperti yang saat ini sedang terjadi.
Hingga akhirnya, terlepas dari benar tidaknya teori “restart”, bangsa Indonesia akan menemukan diri lebih kuat di akhir krisis. Sehingga Ramadhan kali ini akan menjadi monumen yang dikenang menandai ditulis-ulangnya sejarah bangsa Indonesia dalam versi penuh kegemilangan.
Mohon ma'af lahir dan bathin. Selamat menunaikan ibadah puasa #DiRumahAja
Menulis #DiRumahAja
Mulai Ulang #DiRumahAja
Ikuti tulisan menarik Rudolf Tambunan lainnya di sini.