x

Iklan

Arben Sumbung

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Mei 2024

Kamis, 9 Mei 2024 17:09 WIB

Perspektif Intelijen Mengantisipasi Pendadakan Strategis di Laut China Selatan-Perairan Natuna

Serangan Jepang ke Pearl Harbor dan Hamas ke Israel adalah contoh pendadakan strategis yang gagal diantisipasi intelijen. Apakah Indonesia dapat mengantisipasi pendadakan strategis di Laut China Selatan dan Natuna dengan melihat ancaman Weak Signals dan Grey Zone Tactics?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendadakan Strategis, Weak Signals, Grey Zone Tactics ?

Pendadakan strategis selalu menjadi sebuah hal yang tidak bisa terlepaskan dalam perang. Ditambah lagi semakin berkembangnya teknologi dan ambisi negara-negara adidaya yang berusaha mendeklarasikan perang dan menyatakan hegemoninya seperti China di kawasan Laut China Selatan. Situasi ini tentu membuat peran intelijen sebagai garda paling depan diuji, baik intelijen negara-negara yang masuk dalam sengketa seperti Filipina, Taiwan maupun negara-negara yang berbatasan langsung dengan kawasan tersebut untuk mencegah meluasnya konflik salah satunya Indonesia.

Keahlian intelijen dalam mendeteksi pergerakan dan mengantisipasi serangan lawan menjadi hal mutlak yang harus mereka lakukan  agar tidak terjadi pendadakan strategis yang fatal. Secara umum, pendadakan strategis merupakan serangan besar tidak terduga, dilakukan oleh musuh yang diakibatkan karena gagalnya komunitas intelijen dalam mempersiapkan dan menghadapi potensi-potensi serangan di masa mendatang. Serangan Pearl Harbour, Perang Yom Kippur, serangan 9/11 bahkan yang baru saja terjadi serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu adalah contoh gagalnya intelijen dalam mendeteksi serangan dini yang mengakibatkan pendadakan strategis yang fatal dengan jatuhnya korban dari pihak militer dan sipil yang sangat banyak. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat fenomena ini Indonesia dengan Badan Intelijen negara (BIN) harus bereaksi cepat sebelum konflik China-Taiwan pecah dan mengakibatkan efek domino yang dapat mengancam kedaulatan Indonesia. Mengingat kawasan laut Natuna utara juga diklaim masuk dalam nine dash yang diklaim China. 

Pendadakan strategis di kawasan Laut China Selatan dapat diminimalisir dampaknya dengan melihat apa yang disebut weak signals (sinyal lemah). Weak Signals ini bukan berbicara tentang sinyal internet atau komunikasi sehari-hari tetapi ini berbicara tentang warnings (peringatan-potensi), celah ancaman yang mungkin terlihat kecil atau sepele secara internal maupun external (Ansoff 1982). Meskipun awalnya, informasi yang di lapangan mungkin masih kabur atau hanya memberikan ancaman yang masih abu-abu namun secara progresif jika tidak dilanjuti dengan serius maka akan menimbulkan sumber ancaman yang besar.(Holopainen, Toivone 2012)

Weak signals ini sudah terlihat dan terjadi baik di kawasan laut China Selatan  (LCS) dan di sekitar Laut Natuna Utara bahkan di dalam negara Indonesia sendiri. Contoh faktor external ketika China memasang penghalang di beberapa karang di LCS dan yang paling mengagetkan bulan Mei ini mereka menyemprot kapal penjaga pantai Filipina dengan water canon yang jelas-jelas melecehkan Filipina.(Kompas 2024) 

Selain itu di Natuna, kapal-kapal ikan China dengan leluasa berkeliaran di kawasan Natuna Utara bahkan ditemani oleh kapal-kapal penjaga pantai mereka.  Bakamla dan TNI Angkatan Laut bahkan seolah-olah membiarkan kapal China  selama 7 minggu memetakan bawah laut di perairan Natuna dan masuk dalam ZEE (zona eksklusif ekonomi)  Indonesia. 

Ditambah dengan wira-wirinya kapal China secara bebas hampir yang berjumlah 60 kapal dari rentan 2019-2020 di perairan Natuna. Tahun 2021 silam. (Evan Laksamana 2021)

China bahkan sempat memprotes Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak di laut Natuna dengan alasan lokasi pengeboran adalah wilayah China meskipun wilayah pengeboran masih masuk kedalam wilayah Indonesia.  

Faktor internal di dalam Indonesia pun dapat dilihat sebagai weak signals. Contohnya, lemahnya pengambil kebijakan di negara ini dalam mengambil langkah tegas dengan China. Hal ini dilihat dari ketidakjelasan politik luar negeri dan kebijakan kita ada yang melihat bahwa deklarasi 9 Dash China ini tidak mempengaruhi konstitusi kita bahkan ada pihak-pihak di pemerintahan yang menganggap bahwa 9 dash China kita hanya masalah sepele dan hanya permasalah hukum internasional semata (Kompas).  

Weak Signals seperti  inilah yang jika terus disepelekan oleh Presiden, pemerintah dan rakyat Indonesia dapat membuat negara kita ini dalam bahaya.  China juga semakin menggeliat dan membuat tensi LCS panas dengan menggelar latihan militer gabungan angkatan laut dan udara mereka tahun 2024 ini. Lebih lanjutnya, tindakan-tindakan  yang dilakukan China di kawasan Natuna Utara dan Laut China Selatan ini bukan dengan tidak sengaja atau tanpa perencanaan.

 Mereka sudah memformulasikan sedemikian rupa tindakan-tindakan  strategis tersebut yang dapat dikategorikan sebagai ‘Grey Zone Tactics’ (strategi zona abu-abu). Strategi ini dilakukan sedemikian rupa khususnya terhadap Indonesia untuk memberikan ancaman-ancaman non-militer tanpa memprovokasi terjadinya perang konvensional.

Namun pada dasarnya grey zone tactics sama berbahayanya dengan weak signals dan jika tidak diantisipasi dengan baik secara taktis dan strategis maka akan memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena taktik ini dapat  melemahkan demokrasi, nilai-nilai kebangsaan, sistem kepercayaan terhadap pemerintah, dan hukum di indonesia yang tanpa kita sadari sedang terjadi di bangsa ini dengan berkaca pada pemangku kebijakan yang tidak mempunyai kebijakan tegas terhadap China. 

Lebih berbahayanya, jika Grey zone tactics yang dilakukan China ini sudah menggerogoti lembaga, institusi pemerintah dan media di Indonesia dalam jangka waktu yang lama.  Bukan tidak mungkin Indonesia  tidak mempunyai keinginan untuk melawan China atau menggunakan militernya menjaga kedaulatan wilayahnya. Meskipun indonesia tidak mempunyai kepentingan langsung di dalam konflik persengketaan dan mengklaim wilayah di Laut China Selatan. 

Oleh sebab itu, besar pengaruh konflik tersebut terhadap kedaulatan Indonesia, ditambah dengan tindakan provokatif China di Natuna Utara sehingga Indonesia khususnya Badan Intelijen Nasional (BIN) dan pihak-pihak terkait harus selangkah lebih cepat untuk mengantisipasi sebelum dampak fatal konflik ini merebak ke berbagai sektor.



Memetakan dan mengantisipasi ancaman secara taktis dan strategis

Pemerintah khususnya BIN sebagai garda terdepan bangsa dan sebagai penjaga kedaulatan dan perbatasan negara harus aktif dan lebih cepat bergerak dari China untuk menghindari pendadakan strategis. Selain mendeteksi ancaman yang terjadi sekarang (actual threats), intelijen juga harus membayangkan dan memprediksi ancaman masa depan (future treats) dan juga memberikan respon taktis dan strategis kepada Presiden dan juga pemerintah. 

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengantisipasi weak signals, adalah dengan memetakan ancaman (threats mapping) terlebih dahulu. Pemetaan ancaman ini dibagi menjadi dua yaitu causal (sebab-akibat) dan juga consequential (dampak). Ancaman causal melihat kemungkinan atau potensi-potensi ancaman  dan interaksi yang sudah ada meskipun kecil namun dapat menimbulkan dampak yang signifikan. Sedangkan, ancaman consequential lebih menekankan kepada skenario terburuk yang kemungkinan terjadi berdasarkan ancaman causal sudah sudah muncul sebelumnya. Contoh ancaman causal di gambar 1 dan consequential dapat dilihat di gambar 2.

 

Contoh beberapa causal threats  (Potensi ancaman dari rentan tahun 2018-2024  di Laut China Selatan dan Perairan Natuna)

 

Gambar 1. Causal Threats (Japan Ministry of Defense 2024)




Contoh beberapa consequential threats  (Prediksi Skenario Ancaman terburuk di Laut China Selatan dan  Perairan Natuna  rentan waktu 2024-2034)

 

Gambar 2. Consequential Threats 

 

Casual Threats (Gambar 1) menunjukan adanya pergeseran dan perkembangan kegiatan-kegiatan yang dilakukan China baik di LCS dan perairan Natuna Utara. Contohnya dimulai dengan adanya pembangunan fasilitas dan markas militer di beberapa pulau buatan China di LCS tahun 2000an sampai dengan peningkatan anggaran militer China yang masif tahun 2024 ini. Tentu ini mengkhawatirkan dan perlu perhatian khusus dari Indonesia dan bagi negara-negara sekitar yang berbatasan langsung dengan LCS seperti Filipina dan Vietnam. Intensitas China yang tinggi dalam melakukan latihan-latihan militer di kawasan LCS juga perlu mendapatkan perhatian serius.

Sementara itu, ancaman yang terjadi  tidak hanya terjadi di LCS tetapi juga di kawasan natuna khususnya di natuna utara. Dimulai dengan masuknya nelayan-nelayan yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal dan diteruskan dengan masuknya kapal riset perikanan mereka, dan kapal-kapal survei bawah laut mereka masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan kata lain mereka sudah terang-terangan masuk dan melanggar kedaulatan Indonesia. 

Dengan adanya potensi ancaman yang semakin berkembang dari tahun ke tahun ini. Komunitas intelijen harus bertindak cepat dengan memprediksi ancaman ini dimasa mendatang dan mengantisipasinya. Disinilah pentingnya skenario ancaman untuk memetakan ancaman berdasarkan tingkatan destruktifnya, dari yang masih bisa diantisipasi dengan cepat sampai sampai dengan tingkat destruktif  yang paling tinggi dan fatal. Jika tidak diantisipasi secara dini maka akan menimbulkan kerugian besar dan mematikan. 

Dapat dilihat consequential threats terjadi (gambar 2) akibat causal threats yang sudah terjadi. Semakin tinggi dan berkembangnya ancaman tersebut maka semakin besar juga peluang ancaman itu akan menjadi kenyataan. Gambar 2 menjelaskan skenario terburuk berdasarkan skala dari 1-5 dimana angka 1 adalah skala paling tinggi dilambangkan dengan gambar bom yang dapat meledak dan mengakibatkan dampak yang luar biasa.

Jika bom ini meledak maka akan membahayakan stabilitas kawasan maupun keamanan negara. Perang yang terjadi tidak hanya mengakibatkan negara-negara yang bersengketa namun sudah lebih luas menjadi perang antar aliansi pertahan masing-masing negara yang bersengketa. China yang didukung Rusia dan Iran dan Taiwan, Filipina yang tergabung dengan Amerika Serikat.

Oleh sebab itu sebelum tingkat ancaman naik menjadi level satu maka BIN dan pemerintah harus dapat menanggulangi dan mengantisipasi semua ancaman khususnya dari level yang paling bawah. Contohnya dengan mengurangi kapal-kapal China berkeliaran secara bebas dan memberikan sanksi keras bagi nelayan-nelayan China yang nakal. 

Selain itu perlunya antisipasi secara taktis dan strategis, taktis lebih cenderung ke dalam implikasi strategi secara detail dan tindakan yang nyata dalam jangka waktu dekat dan strategis untuk jangka panjang.

Ada beberapa rekomendasi taktik dan strategis yang direkomendasikan oleh penulis seperti :

 

Antisipasi Strategis

  • Melakukan latihan militer bersama dengan negara-negara yang bersengketa di LCS.

Latihan militer bersama Garuda Shield yang dilakukan Indonesia-Amerika serikat tentu memberikan keuntungan secara strategis dan pengetahuan perang lebih terhadap Indonesia. Namun, perlu dipertimbangkan juga latihan perang gabungan dengan negara-negara yang sedang bersengketa. Contoh latihan militer dengan Filipina dan Vietnam di natuna. Hal ini bisa memberikan efek psikologis dan penangkalan terhadap operasi taktis China di LCS dan Natuna Timur.

  • Penggunaan Geoint (Geospatial Intelligence) dan Artificial Intelligence untuk memetakan ancaman di Natuna.

Penulis percaya bahwa BIN sudah mempunyai geospatial intelijen namun yang perlu ditekankan adalah penggunaannya secara maksimal dikarenakan karena kapal Bakamla dan TNI AL  seringkali terlambat untuk menghalau kapal-kapal China di kawasan Natuna. Dengan  penggunaan intelijen geospasial dengan tepat maka BIN dapat memberikan analisis informasi citra, medan tepat waktu, memberikan sistem peringatan dini terhadap potensi ancaman terhadap keamanan nasional, memetakan jalur-jalur maritim yang sering dilanggar oleh kapal-kapal China dan dapat  memantau pergerakan pasukan musuh dengan tepat waktu.

Diharapkan juga koordinasi  dan sinergi  yang baik antara BIN, BAKAMLA dan Angkatan sehingga dapat melindungi Natuna dengan baik.

 

  • Melakukan Intelligence sharing dengan badan intelijen dari negara-negara yang bersengketa di LCS

Salah satu penyebab gagalnya intelijen Israel ketika diserang Hamas secara brutal tahun 2023 karena Mossad tidak menganggap serius informasi yang diberikan oleh badan intelijen Mesir (Mukhabarat el-Khabeya). Jika saja mereka mendengarkan atau mempertimbangkan informasi tersebut maka kemungkinan besar Israel mampu untuk menangkal serangan Hamas. 

BIN diharapkan bisa aktif bekerja sama dan bertukar informasi dengan badan-badan intelijen negara lain  khususnya dengan Intelijen Filipina, Vietnam, dan juga Taiwan untuk meminimalisir dan mencegah pelanggaran dan serangan China di LCS dan Natuna. 

Pertukaran informasi intelijen juga dapat membuat pengambil kebijakan dapat lebih matang dan memperkaya informasi mereka dalam mengambil kebijakan di LCS.

 

Antisipasi Taktis

  • Memperbanyak pengeboran minyak dan gas di Natuna

 China sempat memprotes indonesia ketika kita melakukan pengeboran minyak dan gas disana dengan dalil bahwa kita melanggar 9-dash yang dibuat mereka. Meskipun itu salah karena pengeboran masih berada di dalam batas kedaulatan Indonesia. 

Namun demikian apa yang dilakukan China itu provokatif dan sudah melampaui batas sehingga Indonesia pun harus mengambil tindakan pro-aktif di kawasan Natuna. Salah satunya dengan memperbanyak kilang-kilang pengeboran minyak dan gas di natuna.

Dengan tujuan agar China melihat adanya kegiatan masif pengeboran di Natuna dan kawasan tersebut digunakan dan diolah hasilnya secara resmi oleh Indonesia. Kuncinya adalah jangan pernah membiarkan kawasan Natuna itu seperti tidak ‘berpenghuni’ karena rumah yang kosong rentan untuk dihampiri maling.

  • Meningkatkan mobilisasi pelayaran di wilayah Natuna

Pemerintah sudah mempunyai inisiatif baik dengan mendorong nelayan untuk mencari ikan di perairan natuna bahkan nelayan dari Jawa pun sampai kesana. Tetapi hal masih bisa menjadi kendala bagi nelayan yang jauh domisilinya dari Natuna. 

 Presiden dapat mempertimbangkan untuk memobilisasi dan menambah kapal-kapal penumpang disana untuk lebih intens berlayar di kawasan natuna. Pemerintah juga bisa memberikan biaya transport yang lebih murah bagi penduduk yang menggunakan transportasi ke wilayah sekitar atau melewati perairan Natuna. Pengembangan sektor pariwisatanya yang masif juga dapat menarik jumlah mobilitas penduduk disana.

Rekomendasi ini masih sama dengan poin nomor 1 sebelumnya, dimana  kita memobilisasi dan memperbanyak aktivitas di perairan Natuna sehingga memberikan efek deterrence atau penangkalan kepada nelayan-nelayan China bahkan kapal-kapal China yang ingin masuk kawasan Natuna.

Biarlah kita belajar dari kegagalan kita dalam mempertahankan Sipadan-Ligitan yang direbut Malaysia, dikarenakan pulau tersebut tidak berpenghuni dan minim aktivitas. Sekarang marilah kita berusaha untuk memobilisasi, melakukan aktifitas,  dan menggerakan sumber daya manusia dan  militer di kawasan Natuna.

  • Membawa persengketaan ke dalam forum internasional 

  Langkah taktis selanjutnya adalah kita bisa membawa kasus ini ke dalam forum-forum internasional. Jika China tidak mengurangi kegiatan dan juga dominasi mereka di Natuna maka kita memberikan kontra narasi terhadap pelanggaran-pelanggaran China di sidang-sidang PBB atau bahkan di pertemuan-pertemuan bilateral ekonomi atau wilayah.  Hal ini paling tidak akan menekan posisi tawar China dan mungkin mereka dapat mengurangi intensitas mereka di Natuna atau bahkan di LCS.

 

  Mengantisipasi ancaman Grey Zone

Seperti yang sudah dijelaskan di awal taktik grey zone ini tidak kalah berbahaya dari weak signals. China menggunakan taktik ini dengan mengintimidasi lawan dengan dominasi geopolitik dan juga kekuatan ekonomi dan militernya (lihat gambar 1). Tindakan ini membuat China secara tidak langsung mengontrol stabilitas kawasan dan operasi keamanan sesuai yang mereka inginkan. 

Menariknya, China menyebut taktik ini Grey Zone ini sebagai military operations other than war (MOOTW) atau operasi militer selain perang.  Indonesia tentu harus bertindak aktif dan bukan pasif dan hanya menjadi penonton saja. Indonesia juga harus bisa memberikan grey zone kepada China sebagai respons balik.

Ada beberapa langkah yang penulis kira bisa dilakukan untuk mengantisipasi ancaman ini :  

  • Memberikan sanksi ekonomi

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan partner strategis ekonomi China, dengan nilai investasi hampir $ 6 milyar per tahun dengan berbagai macam pembangunan jalan tol, jembatan dll. Kita dapat memberikan gertakan dengan mengurangi atau membatasi jumlah expor-impor bahan baku atau pembangunan yang melibatkan China. Dengan tindakan ini, China tentu akan merasakan dampaknya bahkan potensi untuk kehilangan Indonesia sebagai partner bisnis mereka. Inilah pentingnya posisi Indonesia untuk memegang kunci utama untuk menekan China dan memberikan gray zone balik kepada China.

  • Membatasi pekerja mereka di Indonesia

Disamping membatasi perekonomian China, Indonesia dapat membatasi pekerja-pekerja yang berasal dari China juga. Perlu diperhatikan kebijakan belt-road initiative China memberikan lapangan kerja yang baru bagi pekerja-pekerja mereka. Kurang lebih hampir 60.000 tenaga kerja China di Indonesia. Jumlah ini terlampau besar karena tidak sebanding dengan investasi mereka bahkan mengancam pekerja lokal Indonesia. Seharusnya, pembatasan ini sudah harus dilakukan Indonesia dan dengan melakukan pembatasan ini China pasti akan berpikir dua kali untuk mengganggu perbatasan indonesia di Natuna. Kita juga dapat melindungi pekerja-pekerja kita

  •  Memperlihatkan video-video propaganda 

Langkah terakhir ini mungkin menjadi pilihan terakhir. Dunia sekarang adalah dunia digital dimana setiap hal yang terjadi pasti akan direkam dan diviralkan di internet. Ambil contoh konflik Hamas-israel dan Ukraina-Rusia. Setiap pihak yang bertikai berlomba untuk memviralkan kejahatan lawannya masing-masing untuk mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat internasional. 

Hal ini juga bisa digunakan Indonesia dengan membuat kompilasi video-video pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh china di LCS dan dikemas secara dramatisasi. Setelah itu video diputar setiap kali ada pertemuan bilateral atau dalam pertemuan-pertemuan strategis bahkan dapat di tampilkan di sosial media dan youtube.

Tindakan ini dapat memberikan shock therapy yang dahsyat bagi China. Selain itu Indonesia juga bisa mendapatkan simpati dari negara-negara di sekitar kawasan atau bahkan negara negara lain untuk menekan China akan intimidasi mereka di LCS dan laut Natuna.

 

 Kedaulatan harga mati

Setiap rekomendasi antisipasi dan solusi yang diberikan di atas tentu mempunyai resikonya masing-masing. Mulai dari resiko kecil dan besar, dari kehilangan pasar dan investor terbesar, kehilangan berbagai proyek strategis dengan China sampai dengan pemutusan hubungan diplomatik oleh mereka. Namun, apakah itu sebanding dan pantas ditukar dengan kehilangan kedaulatan ?. Kedaulatan ini seperti harga diri sebuah bangsa, dimanakah harga diri itu jika ditukar dengan uang dan investasi ?.  

Ibu Pertiwi berteriak-teriak dan menangis ketika Sipadan-Ligitan jatuh ke tangan Malaysia. Kecerobohan kita membuat kita sendiri malu, kehilangan identitas nasional sebagai bangsa yang kuat secara maritim bahkan dicemooh di dunia internasional.

Apakah kita mau Natuna kita yang tercinta dicuri lagi oleh bangsa lain ?

Penulis berharap tulisan ini dapat mengedukasi masyarakat umum tentang pandangan intelijen terhadap ancaman kedaulatan dan juga bisa menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak terkait. Ingat, Crimea yang dulu menjadi bagian Ukraina akhirnya lepas dan direbut oleh Rusia karena Ukraina tidak peka terhadap weak signals. Rusia pun mendapatkan Crimea juga karena menggunakan grey zone tactics dengan menggunakan propaganda dan tekanan psikologis tanpa perang secara langsung yang  tidak bisa diantisipasi oleh Ukraina. Biarlah ini menjadi warning untuk kita agar lebih peka.

Apapun harganya kedaulatan bangsa tidak ternilai dan tidak bisa digantikan dengan uang maupun investasi besar dari negara lain karena kedaulatan adalah harga mati.



 





Sumber 

 

Ansoff. 1982. Strategic response to turbulent environments. Brussels: European Institute for Advanced Studies in Management.

Evan Laksamana. 2021. Indonesia’s response to China’s incursions in North Natuna Sea unsatisfactory: Indonesian academic. Think China. https://www.thinkchina.sg/politics/indonesias-response-chinas-incursions-north-natuna-sea-unsatisfactory-indonesian-academic.

Holopainen, Toivone. 2012. Weak signals: Ansoff today.

Japan Ministry of Defense. 2024. China’s Activities in the South China Sea(China’s development activities on the features and trends in related countries).

Kompas. 2024. Kapal China Tembakan Water Canon ke Kapal Filipina. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20240430170306-106-1092381/china-kembali-berulah-di-lcs-semprot-meriam-air-ke-kapal-filipina.

Kompas. Beda Sikap Luhut-Prabowo dengan Retno Tanggapi soal Natuna, Wakil Ketua Komisi I Minta Pemerintah Kompak. https://nasional.kompas.com/read/2020/01/05/12560471/beda-sikap-luhut-prabowo-dengan-retno-tanggapi-soal-natuna-wakil-ketua.








Ikuti tulisan menarik Arben Sumbung lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan