x

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyatakan masyarakat harus bersiap menghadapi tantangan hidup dengan ancaman COVID-19.

Iklan

Fiki Darnaes

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2020

Rabu, 20 Mei 2020 08:46 WIB

Dilemanya Pemerintah Menangani COVID-19


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemberitaan media massa saat ini bisa disebut wajar, berbeda dengan pemberitaan media massa saat awal bulan Maret lalu. Pada awal bulan Maret lalu, ada seorang reporter televisi yang melakukan laporan langsung terkait COVID-19 menggunakan masker respirator, masker jenis ini biasa dipakai dalam kondisi ancaman gas berbahaya. Reporter tersebut menyampaikan laporan seusai Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif pertama, di dekat lingkungan rumah dua pasien COVID-19 yang bertinggal di Depok, Jawa Barat.

Perilaku repoter tersebut berlebihan, membuat psikologis masyarakat menjadi panik, terjadi pada awal bulan Maret saja masker sudah diborong dan menjadi langka.

Pemberitaan media massa saat ini sangat berbeda dengan pemberitaan media massa awal bulan Maret lalu yang menakuti masyarakat. Saat ini media massa lebih mengedukasi masyarakat. Hal ini terjadi setelah Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mengeluarkan panduan peliputan bagi media di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Abdul Manan, selaku ketua AJI dalam pernyataan resmi menyatakan tiga panduan utama yang ditaati jurnalis. Pertama, media sepatutnya tidak membuka identitas terduga penderita COVID­-19 sebagai upaya meminimalisasi bahaya dari pemberitaan media. AJI menilai, ada potensi korban mengalami penderitaan, seperti dikucilkan dari masyarakat. Kedua, media perlu menonjolkan perannya mendidik publik, menjalankan fungsi kontrol sosial, dan bukan malah membuat panik publik. Ketiga, media dan jurnalis perlu mewakili kesadaran meliput peristiwa wabah COVID-19 secara aman.

Edukasi yang dilakukan media massa saat bulan lalu tentunya sudah tidak relevan lagi saat ini. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan tentang COVID-19 terus berkembang. Contoh,  pada awal terjadi di Tiongkok, penyeberan virus ini hanya bisa terjadi dari hewan ke manusia, sekarang bisa dari manusia ke manusia. Yang mengenakan masker hanya orang sakit saja, sekarang pemerintah menganjurkan semua masyarakatnya mengenakan masker, dan masih banyak contoh lainnya.

Para peneliti masih terus mempelajari virus COVID-19, masyarakat harus terus update pengetahuan tentang COVID-19 ini, sehingga bisa meminimalisir dampak untuk diri sendiri maupun orang lain.

Untuk mengurangi penyebaran COVID-19 di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan peraturan. Permenkes No 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana juga dimaksud dalam PP No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Diantaranya peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, dan masih banyak lagi.

Saya menganggap peraturan tersebut sudah sesuai, seolah hanya tulisan di atas kertas saja, kenyataan di lapangan tidak seperti itu. Kurangnya ketegasan pemerintah dalam membatasi kegiatan sosial dapat dilihat dari terjadinya desakan penumpang di KRL, banyaknya orang untuk membeli baju lebaran di suatu pusat perbelanjaan, padatnya kendaraan di jalan raya, dan ramainya masyarakat yang datang untuk menyaksikan seremoni penutupan McD pertama di Indonesia.

Saya akan memberi contoh tindakan Negara Vietnam, dengan menutup perbatasan, mengkarantina masyarakat menggunakan tentara dan polisi secara tegas. Tercatat setelah seminggu penuh tidak merekam adanya kasus baru. Meskipun efektif yang negara komunis ini lalukan, tapi tidak mudah untuk ditiru, ketidaktolerannya terhadap perbedaan pendapat dan kemampuannya untuk memobilisasi seluruh aparat keamanan.

Tindakan Negara Vietnam itu lebih efektif ditiru oleh Indonesia dibanding meniru Korea Selatan. Secara geografis saja sudah beda, SDM sudah beda, dan yang terpenting pola pikir masyarakatnya yang masih menyepelekan pandemi ini. Imbas ketidaktegasaan pemerintah, masyarakat banyak yang mudik atau pulang kampung. Tentu, itu membuat keadaan menjadi lebih terpuruk.

Saya melihat pemerintah sedang bingung, mendahulukan kesehatan dan keselamatan rakyatnya tapi ekonomi ambruk, atau menjaga ekonomi tetap berputar akan tetapi beresiko mengorbankan kesehatan dan keselamatan rakyatnya. Saat ini pemerintah berada di tengah-tengah, tidak totalitas untuk megambil tindakan. Saya sependapat dengan Presiden Ghana, Nana Akufo Addo “We know how to bring the economy back to life. What we don’t know is how to bring people back to life”.

#Indonesiaterserah #sukasukakaliansaja

Ikuti tulisan menarik Fiki Darnaes lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB