x

Tukang Becak sedang istirahat. Foto: Tulus Wijanarko

Iklan

Rusmin Sopian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 29 Mei 2020 09:55 WIB

Pada Suatu Hari, Ada Presiden dan Tukang Becak (Cerpen)

Cerpen yang berkisah tentang persahabatan seorang Presiden dan tukang becak yang bernama Mang Husin

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada Suatu Hari, Ada Presiden dan Tukang Becak (Cerpen )

Suara kokok ayam meresonansi alam. Saling bersahutan. Gempitakan cakrawala. Sementara suara adzhan subuh terdengar merdu dari masjid. Alam hening. Nuansa religiusnya menusuk ke dalam tubuh umat manusia. Getarkan nurani. Tundukkan kepala, bersujud kehadapan Sang Maha Pencipta.

Mentari baru saja terbangun dari mimpi panjangnya. Rembulan mulai rebahkan diri ke peraduan. Usai sholat berjamaah di masjid, Mang Husin tinggalkan masjid. Jejak kaki para jemaah masjid pun mulai tinggalkan halaman masjid bersamaan jejak kaki Mang Husin menuju becaknya yang biasa terparkir di depan masjid.

Baru saja hendak mendorong becaknya, suara seseorang memanggil namanya. Dirinya pun menoleh. Tampak seorang lelaki tegap tersenyum kepadanya.

" Becak,Pak," tawar Mang Husin dengan nada tawaran.

' Oh, iya, Pak," jawab lelaki yang baru keluar dari masjid dengan nada suara berwibawa sambil tersenyum.

' Kemana Pak," tanya Mang Husin lagi.

' Oh, iya. Kita ngopi dulu. Kita cari warung kopi. Bapak pasti belum ngopikan? Tahukan tempak warkop yang enak disini," tanya lelaki itu.

" Bapak bisa saja.Tahu dong, Pak. Warkop Mpok Iyem saja. Kopinya enak. Dan lokasinya pun dekat," jawab Mang Husin mempromosi warkop langgananya sambil mengayuh becaknya.

Jalanan masih sepi. Kayuhan kaki Mang Husin dipedal becak terus sisiri jalanan. Membela jalanan kehidupan yang terus dijalani hingga akhir hayat menjemput.  Tanpa terasa keduanya sudah sampai di warung kopi Mpok Iyem.

Sambil menikmati kopi, Mang Husin dan lelaki itu saling bercerita. Laksana dua orang kenalan lama yang sudah tak lama bertemu. Tawa dan canda warnai cerita keduanya. Tak ada kasta diantara kedua lelaki yang baru saling kenal itu. Lepas dan bebas laksana burung-burung yang mulai keluar dari sangkarnya untuk menghadapi ganasnya alam dan kehidupan.

Sudah seminngu ini, Mang Husin dan lelaki itu menjadi karib. Setiap  usai sholat subuh keduanya menyusuri berbagai tempat yang ada di Kota Ini. Kadang mareka berada di pasar. Kadang di sawah. Bahkan pernah Mang Husin mengantar lelaki itu ke peternakan sapi. Dan sudah seminggu ini, penghasilan Mang Husin naik tajam. Kalau biasanya sehari pendapatan dari becaknya setelah dipotong sewa, penghasailan yang diberikan kepada istrinya hanya berkisar Rp.30.000 hingga Rp.40.000. Kini pendapatannya dalam seminggu ini berkisar diantara angka Rp.100.000. Dan cita-cita untuk merubah hidup pun mulai diimpikan mang Husin.

' Kalau pendapatan kita terus seperti ini, kayaknya dalam bulan ini kita bisa punya becak sendiri,Bu,: ujar Mang Husin kepada istrinya.

" Iya, Pak ya. Semoga tercapai ya pak," jawab istrinya.

' Semoga Bapak itu tetap memakai jasa becak saya," ujarnya.

' Siapa sih orang itu, Pak. Pejabat ya? Atau Pengusaha,? tanya istrinya.

" Saya nggak nanya lho Bu. Kenalnya saja di masjid habis sholat subuh," jawab Mang Husin.

Perubahan yang dialami Mang Husin juga dirasakan teman-teman seprofesinya yang biasa mangkal di warung Mpok Iyem, dekat perempatan pasar Kota. Kini Mang Husin sudah bisa mentraktir teman-temannya walaupun kadarnya hanya untuk segelas kopi. Tunggakan sewa becak pun tak ada lagi. Demikian pula dengan tunggakan SPP anaknya di SMP. Sudah terbayarkan. Bahkan utangnya diwarung Mpk Iyem sudah lunas. Lunas terbayar.

" Kita doakan terus Mang Husin biar rezekinya nambah banyak," ujar Wiwid teman seprofesinya saat mareka berkumpul di warung Mpok Iyem.

" Iya, Mang Husin. Dan doakan juga kami biar penghasilannya bisa seperti Mang Husin," sambung Ipong. Mang Husin hanya terdiam. Ingatannya melayang kepada lelaki yang sering memakai jasa becaknya. Seribu tanya menggelayut dalam pikirannya. Siapa sebenarnya lelaki perkasa dan perlente yang sederhana itu. Apakah lelaki itu orang berpangkat? Apakah lelaki itu pengusaha?

Sudah seminggu ini, mang Husin tidak bertemu lagi dengan lelaki tegap itu. Para jemaah masjid pun tak banyak tahu  tentang siapa siapa lelaki itu. Dan bagi jemaah masjid dan pengurus masjid, bukanlah persoalan siapa lelaki itu. Toh masjid ini terbuka untuk orang yang mau sholat dan beribadah.

Subuh itu Mang Husin agak terlambat datang ke masjid. Nonton bola ditelevisi adalah penyebab Mang Husin datang agak terlambat ke masjid subuh ini. Suara adzhan telah berkumandang dengan merdu. Dengan tergopoh-gopoh, Mang Husin mengayuhkan becaknya menuju masjid. Kecepatannya tak kalah dengan kendaraan roda dua buatan Jepang.

Namun mang Husin kaget setengah mati saat jalanan menuju masjid dipenuhi mobil-mobil mewah. Jumlahnya mencapai puluhan. Kebanyakan berflat merah. Berjejer rapi sepanjang masjid. Tampak pula aparat berseragam mengatur lalu lintas. Sementara beberapa petugas berpakaian preman tampak sibuk mengawasi orang-orang dan aktivitas disekitar masjid.

Usai sholat, seperti biasanya Mang Husin langsung menuju becaknya. Cuma kali ini becaknya diparkir jauh dari masjid. Baru beberapa langkah kakinya meninggalkan masjid, panggilan dari seseorang membuat kakinya terhenti. Suara itu sudah amat dikenalnya. Ya, suara lelaki itu.

" Mang Husin. Apa kabar," sapa lelaki itu sambil berjalan menuju mang Husin dengan diiringi puluhan orang dibelakangnya.

' Baik, Pak. Bapak gimana kabarnya? Sudah lama tak datang ? Apakah bapak mau dianterin ngopi di warung Mpok Iyem," tanya Mang Husin. Lelaki itu tersenyum.

Beberapa pria dibelakang lelaki itu langsung membisikkan sesuatu ditelinga lelaki itu. lelaki itu tampak mengangguk. Namun ajakan Mang Husin tampaknya lebih menggoda lelaki itu daripada bisikan orang-orang itu.

Dan yang amat mengagetkan Mang Husin, becak yang diparkirnya jauh dari masjid,tiba-tiba sudah berada di halaman masjid. Tanpa basa basi lelaki itu langsung menaiki becak Mang Husin. Sementara di depan masjid sebuah voorrider mengiringi perjalanan mareka. Sambil mengayuh becak, seribu tanya terus mengalir dalam otak kecilnya. Apalagi beberapa orang juga mengiringi perjalanan mareka sambil berlari kecil.

Kekagetan juga melanda Mpok Iyem. Warungnya kedatangan beberapa lelaki berbadan tegap yang langsung mengamankan situasi disekitar warung kopi itu. Kekagetan Mpok Iyem makin bertambah melihat kedatangan mang Husin dan lelaki itu yang kali ini diiringi puluhan orang.

" Ada apa ya Mang Husin? Kok ramai sekali," tanya Mpok Iyem.

' Saya juga tidak paham Mpok. Cuma bapak ini ngajak kopi disini lagi,' jawab Mang Husin. Kembali lelaki parlente itu cuma tersenyum.

Usai menikmati kopi dengan lelaki parlente itu, Mang Husin langsung bergegas menuju kediamannya. Maklum tugas rutinnya sebagai seorang ayah saat pagi adalah mengantarkan putrinya ke sekolah sekaligus mengantar istrinya berbelanja di pasar. Dan rutinitas itu sudah dilakoni Mang Husin bertahun-tahun semenjak mareka menikah.

Siang itu, jantung Mang Husin mau copot saat melihat puluhan orang berada  dirumahnya. Seribu tanya menggelayut dalam hatinya. Apakah istrinya sakit? Atau anaknya sakit? Dengan tergopoh-gopoh Mang Husin langsung masuk rumahnya. Didalam rumah tampak belasan orang  memakai seragam pemda. Ada juga orang yang membawa kamera. Lampunya menyinari rumah mang Husin yang sempit.

' Ada apa ya, Bu," tanya mang Husin kepada istrinya.

" Saya juga tidak mengerti pak. Katanya ada Presiden," jawab istrinya dengan nada ketakutan.

" Presiden,"? ujar Mang Husin.

' Iya, Mang Husin. Lelaki yang selalu bersama mang Husin selama ini adalah bapak Presiden. Beliau memang sengaja datang ke Kota kita ini tanpa diketahui siapapun. Termasuk kami yang ada di Kecamatan ini tak tahu kalau bapak Presiden sudah seminggu berada di Kecamatan kita ini. Semalam Pak Bupati memberitahukan saya. Tadi beliau ingin datang langsung ke sini ke rumah mang Husin, namun beliau ada pertemuan dan janji dengan warga di Desa sebelah. Beliau cuma titip salam dan ini," jawab seorang lelaki berseragam pemda yang ternyata Camat sambil menyerahkan sebuah bungkusan.

Mendengar penjelasan dari Pak Camat, Mang Husin langsung terkulai. Pingsan. Dengan sigap beberapa orang langsung membopong Mang Husin ke peraduannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Toboali, Mei 2020

Ikuti tulisan menarik Rusmin Sopian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu