x

Oligarki

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 8 Oktober 2020 20:08 WIB

Percuma Buruh dan Mahasiswa Demonstrasi atau Menempuh Jalur Hukum, Sebab yang Dilawan Hukum Besi Oligarki

Apakah Jokowi kini benar-benar sedang terperangkap dalam hukum besi oligarki?  Begitu cepatnya proses dan pengesahan UU Cipta Kerja yang benar-benar lebih memberikan keuntungan kepada investor atau pengusaha alias cukong, menjadi indikator ke sana dengan tak lagi mendengar aspirasi rakyat. Begitu pun saat cepatnya proses pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi undang-undang di tengah protes keras KPK dan masyarakat anti-korupsi. Jadi, semua itu demi dan untuk siapa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya memprediksi bahwa apa yang kini sedang dilakukan oleh buruh dan mahasiswa dalam melakukan demonstrasi menolah UU Cipta Kerja, sepertinya hanya perkerjaan sia-sia. Pasalnya, parlemen dan pemerintah di bawah komando partai politik yang sedang berkuasa, memang wajib memenuhi "kontrak" yang diteken dengan para cukong yang telah membiayai mereka bukan sekadar persoalan UU Cipta Kerja, namun semua hal yang menguntungkan cukong. Maka, pesanan harus lahir ini itu, terutama UU Cipta Kerja yang secara umum hanya memberikan kemudahan dan keuntungan  bagi para investor dan pengusaha adalah prioritas.

Kendati buruh dan mahasiswa berdemo, bahkan hingga nanti akan jatuh korban jiwa, atau bahkan para pendemo akhirnya cuma ditangkapi polisi, sudah terbaca arahnya. Meski pihak buruh akan menuntut UU Cipta Kerja ke Mahkamah Agung (MA) pun, juga akan sia-sia. Sebab, sudah terbaca pula bahwa diyakini, Polisi dan MA serta semua stakeholder terkait sudah menjadi paket kontrak pula antara parlemen, pemerintah, dan partai politik yang semuanya di bawah kendali para cukong.

Indikator suara rakyat tak didengar

Apa indikator-indikator yang dapat meyakinkan bahwa kini paket mereka memang sudah tidak bekerja untuk amanah rakyat tapi demi cukong, demi partai pengusung dan pendukung, serta demi para elite partai itu sendiri.

Banyak sekali indikator yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi, di antaranya,

Khusus menyoal UU Cipta Kerja, dengan enteng Ketua DPR RI mematikan mikrofon saat ada anggota fraksi yang interupsi. Entengnya Puan Maharani mematikan mikrofon, itu sama saja suara rakyat sudah tidak diperlukan oleh mereka.

Bila kini buruh dan mahasiswa turun ke jalan dan melakukan penolakan UU Cipta Kerja dengan demonstrasi, juga akan sia-sia. Mereka sudah buta dan tuli dan tak akan peduli. Meski akan jatuh korban jiwa pun mereka juga sudah tak punya hati. Lalu, menyuruh buruh menuntut ke MK pun, mereka sudah cukup miliki strategi agar UU Cipta Kerja terus ngacir karena siapa MK kini.

Tak penting situasi pandemi, apa yang menjadi kontrak dengan cukong wajib digaransi, karenanya DPR terus mengerjakan agenda kontrak yang tak ada kaitannya dengan pandemi.

Indikator lain, lihat Pilkada yang tetap harus jalan. Jokowi pun tak bergeming meski rakyat bersuara agar Pilkada ditunda. Mengapa tak bergeming? Karena para cukong sudah keluarkan modal untuk membiayai para pasangan calon (paslon) yang totalnya ada 92 persen paslon yang dikasih anggaran oleh cukong. Jelas, apa yang diharapkan oleh para cukong dengan membiayai Pilkada.

Tak penting bicara corona, tak penting nyawa rakyat, yang lebih penting adalah melayani cukong dan melanggengkan oligarki dan dinasti politik.

Indikator lain, lihat bagaimana pola memuluskan RUU KPK sampai gol. Mahasiswa dan rakyat sampai ada yang meninggal saat berdemonstrasi, apa hasilnya, hingga kini tak ada pengusutan korban jiwa dalam demo tersebut. Mahasiswa pun dibungkam karena para pemimpin kampus juga ditekan. Akhirnya UU KPK yang baru berlaku demi menyelamatan koruptor yang memang didominasi oleh para elite partai politik yang juga tentu bersinergi dengan para cukong. Lihat, kini KPK mandul. Itulah tujuan rezim ini.

Kini, saat para buruh berdemonstrasi, para pengusaha pun sudah memberikan ancaman PHK bagi buruh yang mogok kerja.

Lihat juga, bagaimana niat memindahkan Ibu Kota Baru (IKB) juga terus digodog di tengah penderitaan rakyat dan musibah pandemi corona.

Lebih miris, meski Jokowi kini sudah menjadi Presiden, ternyata Jokowi masih menjadi milik para relawannya, bukan milik rakyat Indonesia, makanya banyak pihak yang bahkan sudah menyebut Jokowi sudah tidak pro rakyat bukan hanya karena berpihak pada partai yang mengusungnya dan para cukong, tapi terus menjadi junjungan para relawan.

Lihat bagaimana saat Jokowi baru menang dalam Pilpres di periide pertama. Saat itu para relawan meminta untuk membubarkan diri karena tugasnya sudah selesai sampai mengantar Jokowi menjadi Presiden. Namun, Jokowi malah menolak dan relawan wajib terus ada karena menjadi benteng Jokowi dalam duduk di kursi Presiden.

Sehingga, saat Relawan Jokowi tak ada kerjaan, seperti diungkap oleh pengurus Dewan Pers, maka mau coba-coba mempolisikan Najwa Shihab yang melakukan wawancara kursi kosong dengan Menteri Kesehatan. Entah bagaimana ceritanya, polisi ternyata menolak pengaduan dari Relawan Jokowi. Tentu penolakan ini ada udang di balik batu. Atau mungkin akan sangat beresiko bila sampai polisi menerima pengaduan Relawan Jokowi. Namun, mungkin menyoal Najwa Shihab ini tak ada sangkut pautnya dengan kontrak partai dan cukong.

Dari indikator-indikator yang ada, maka saya hanya memprediksi bahwa upaya para buruh dan mahasiswa melakukan demonstrasi akan sia-sia, buang waktu, tenaga, sampai korban jiwa atau hanya ditangkapi polisi.

Lalu, upaya uji materi UU Cipta Kerja ke MK juga akan sia-sia karena sejatinya semua pihak kini tahu, para buruh dan mahasiswa ini sedang menghadapi siapa.

Pada akhirnya, NKRI yang kini benar-benar dalam cengkeraman penjajah baru yang terus bertindak semena-mena kepada rakyat yang berdaulat, cara demonstrasi dan menempuh jalur hukum, bukan lagi menjadi solusi.

Hukum besi oligarki

NKRI sudah bukan lagi negara demokrasi, tapi negara oligarki. NKRI sudah bukan lagi negara hukum, tapi menjadi negara hukum besi oligarki.

Seiring dengan berjalannya waktu, kini Jokowi benar-benar telah terjebak dalam tawanan oligarki dan teralienasi dari rakyat. Pertanyaannya, apakah Jokowi akan menjadi Benito Mussolini?

Awalnya, Mussolini lahir sebagai seorang pemimpin sosialis Italia yang berasal dari rakyat. Tapi, setelah memegang tampuk kekuasaan, dia terperangkap oleh hukum besi oligarki sehingga secara perlahan sosoknya bertransformasi menjadi diktator paling besar dalam sejarah Italia.

Apakah Jokowi kini benar-benar sedang terperangkap dalam hukum besi oligarki?  Begitu cepatnya proses dan pengesahan UU Cipta Kerja yang benar-benar lebih memberikan keuntungan kepada investor atau pengusaha alias cukong, menjadi indikator ke sana dengan tak lagi mendengar aspirasi rakyat.

Begitu pun saat cepatnya proses pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi undang-undang di tengah protes keras KPK dan masyarakat anti-korupsi. Jadi, semua itu demi dan untuk siapa?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu