x

Iklan

Chika Lestari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Juli 2020

Sabtu, 10 Oktober 2020 06:03 WIB

Demo dan Mogok Kerja Tolak UU Cipta Kerja Menggema, Begini Respon Beberapa Serikat Buruh

Rupanya terdapat empat serikat buruh yang menolak ikut mogok nasional tersebut. Salah satu alasannya adalah mencegah penyebaran COVID-19 yang masih mewabah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejumlah serikat buruh di Indonesia secara nasional akan melakukan demo dan mogok kerja di berbagai daerah pada 6-8 Oktober 2020. Gabungan serikat pekerja tersebut menyuarakan penolakan pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Rencana demo dan mogok kerja tersebut diduga akan diikuti jutaan buruh.

Namun rupanya terdapat empat serikat buruh yang menolak ikut mogok nasional tersebut. Salah satu alasannya adalah mencegah penyebaran Covid-19 yang masih mewabah. Empat serikat buruh tersebut adalah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yoris, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), dan Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI).

Keputusan tersebut ditandatangani langsung oleh masing-masing pimpinan Ketua Umum KSPSI Yoris Raweyai, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, Presiden SARBUMUSI Syaiful Bahri Anshori, dan Presiden KSPN Ristadi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu perwakilan serikat buruh yakni Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, menjelaskan bahwa pihaknya tidak mengikuti aksi mogok nasional UU Cipta Kerja karena beberapa alasan. “Terkait aksi mogok nasional, tidak semua serikat buruh setuju. Termasuk KSBSI. Alasannya karena mogok tidak diatur di dalam UU Ketenagakerjaan,” ujarnya. 

Elly menduga, aksi mogok massal tersebut sudah ditunggangi pihak tertentu. “KSBSI tidak ingin ormas lain seolah membantu aksi tapi ada kepentingan politik. Aksi buruh harus murni. Tidak boleh ada kepentingan yang menunggangi,” ujar Elly. 

Dirinya menjelaskan lebih lanjut bahwa aksi mogok justru merugikan buruh. Hal ini mengakibatkan buruh terancam terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) setelah aksi mogok 3 hari. Setelah itu, sikap tak ikut mogok nasional tersebut lantaran masih adanya pandemi Covid-19 yang belum berakhir. 

"Sudah banyak buruh kehilangan pekerjaan. Karenanya, saya yakin buruh pun ketakutan kehilangan pekerjaan pasca mogok 3 hari. Selain itu, situasi penyebaran Covid-19 belum mereda. Kita tak ingin aksi buruh justru menjadi klaster baru. Kami menghimbau semua untuk menahan diri," pungkas Elly.

Sementara itu, Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) juga menolak ajakan aksi mogok kerja nasional dari puluhan pimpinan konfederasi serikat pekerja.

Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syarifudin, menilai bahwa karakteristik pabrikan tempe tahu membuat tenaga kerja tidak bisa berhenti bekerja dari sisi proses produksi maupun arus kas.

“Kalau kami tidak produksi sehari, besok makan apa?,” ujarnya. Hal ini dikarenakan pabrik tempe tahu masih berskala industri kecil dan menengah (IKM) dan dikelola keluarga serta kulturnya berbeda dengan pabrik skala besar. 

Ikuti tulisan menarik Chika Lestari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler