x

Iklan

Sulvi Ade Listian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Desember 2020

Rabu, 9 Desember 2020 19:14 WIB

Kepadatan Penduduk Picu Alih Fungsi Lahan Pertanian juga Penurunan Produksi Pangan

Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari fungsi yang semula menjadi fungsi lain terhadap lingkungan dan sering terjadi pada wilayah yang sedang berkembang. Konversi lahan bukanlah hal yang negatif jika pemerintah dapat mengelolanya dengan baik. Kenyataannya, konversi lahan ini menjadi dilema ditengah masyarakat. Di satu sisi membutuhkan lahan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sedangkan di sisi lain dibutuhkan lahan untuk tempat tinggal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alih fungsi lahan atau lazim disebut dengan konversi lahan sebagai perubahan penggunaan atau fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain terhadap lingkungan dan potensi lahan sendiri. Konversi lahan ini merupakan bentuk gejala normal yang terjadi pada wilayah yang sedang berkembang. Konversi lahan bukan hal yang negatif jika pemerintah dapat membatasinya dengan tegas. Namun, kenyataannya konversi lahan bersifat dilematis karena peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan aktivitas ekonomi memang memerlukan lahan sebagai wadah pelaksanaannya.

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tenaga kerja terbanyak pada sektor pertanian. Sektor ini menjadi sektor unggulan di Indonesia. Pertanian menjadi salah satu tumpuan pembangunan nasional dalam penyediaan pangan. Pasokan pangan dari suatu daerah menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan aktivitas ekonomi (permukiman, pembangunan infrastruktur, dan industri), dan peningkatan kebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional untuk masa mendatang menjadi semakin berat. Pada akhirnya akan sangat banyak lahan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan pangan, namun di sisi lain dibutuhkan juga lahan yang dikonversikan menjadi tempat tinggal.

Masalah utama sektor pertanian yaitu semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Semakin bertambah penduduknya maka semakin banyak aktivitas manusia yang akan dilakukan. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan manusia maka pembangunan-pembangunan akan terus dilaksanakan. Hal inilah yang menyebabkan banyak lahan pertanian yang harus beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian. Berkurangnya lahan pertanian membuat produksi pangan pun menurun. Keadaan ini juga menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Akibatnya, produksi pangan dari setiap daerah semakin tidak mampu memenuhi tekanan kebutuhan pangan yang cukup tinggi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan data Kependudukan Semester I tahun 2020, jumlah total penduduk Indonesia per tanggal 30 Juni sebesar 268.583.016 jiwa. Artinya, kebutuhan pangan Indonesia terus bertambah setiap tahun. Namun, permasalahannya banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi menjadi tempat tinggal atau kawasan industri lain. Karena kondisi ini, Pemerintah bersama-sama dengan DPR mengesahkan lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Undang-Undang ini diharapkan dapat menahan laju alih fungsi lahan sawah sehingga dapat mengopang ketahanan pangan nasional.

Presiden Joko Widodo memperkuat Undang-Undang tersebut dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Tindak lanjutnya dari masing-masing pemerintah daerah (Pemda) harus melakukan klarifikasi, berdiskusi dan menyepakati luasan lahan pertanian abadi yang akan ditetapkan oleh Menteri Agraria  dan Tata Ruang.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki luas baku sawah 7.46 juta hektar ditahun 2019. Lima juta hektar sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian sawah berkelanjutan. Lahan pertanian yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian abadi tidak dapat dipergunakan untuk hal yang lainnya. Sebab akan ada ancaman pidana maupun denda. Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 turut mengatur sanksi pidana bagi pelanggar perorangan, pejabat, dan koperasi. Hal ini tercantum dalam pasal 72 hingga 74. Ancaman hukuman pidana dan denda bagi para pelanggar bervariasi, mulai dari penjara paling lama 7 tahun dan denda maksimal mencapai 7 miliyar rupiah serta berkewajiban mengembalikan keadaan lahan seperti semula.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mendorong kepala daerah untuk segera menetapkan lahan abadi di wilayahnya, dengan tujuan agar penyusutan lahan pertanian bisa dihentikan dan petani memiliki kepastian lahan garapan pertanian dan konsistensi produksi pangan bisa terjaga.

“Pemerintah daerah saya minta memiliki komitmen yang sama untuk bisa mempertahankan lumbung pangan daerah, dengan mempertahankan lahan pertanian,” kata SYL. Kementerian Pertanian juga dalam hal ini telah aktif melakukan upaya pencegahan alih fungsi lahan secara masif melalui pemberian insentif bagi pemilik lahan, diantaranya dengan memberikan berbagai bantuan sarana seperti alat mesin pertanian, pupuk, dan benih bersubsidi.

 

Kabupaten Cirebon

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Ali Efendi mengatakan, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cirebon No. 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon pihaknya melarang adanya alih fungsi lahan pertanian di wilayah Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. “Empat puluh ribu hektar dari sekitar 50.400 hektar lahan sawah yang dipertahankan,” ujar Ali.

Mengenai Perda Alih Fungsi Lahan, Dinas Pertanian mengaku sebelumnya telah membuat konsep Peraturan Daerah (Perda) mengenai alih fungsi lahan dari beberapa tahun lalu guna menentukan zonasi pemetaan dari 40.000 hektar lahan tersebut dibagi di setiap kecamatan. Namun, konsep tersebut sampai saat ini masih belum mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Cirebon, sehingga dengan ketidakjelasan tersebut banyak oknum nakal yang memanfaatkan dan terus menggerus lahan pertanian dengan alasan penjualan tanah kavling.

Masalah jual beli lahan pertanian, pihaknya tidak mempersoalkan adanya jual beli lahan tersebut. Namun, mengenai penggunaan fungsi lahan pihaknya menegaskan lahan tersebut tidak boleh di alih fungsikan sebelum melewati berbagai macam kajian dan diberi izin oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon.

 

UU Cipta Kerja Berpeluang Alih Fungsi Lahan

Undang-Undang Cipta Kerja harusnya mampu mengakomodasi kepentingan sektor pertanian. Namun, tidak seperti yang diharapkan, UU ini justru membuka peluang meningkatnya alih fungsi lahan.

Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, sebagai komponen penting dalam keberlanjutan sektor pertanian, keberadaan lahan harus terus dilindungi agar dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Pada UU cipta kerja No. 41 Tahun 2009 , menyebutkan dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat di alih fungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kecuali lahan yang memiliki jaringan pengairan lengkap. Padahal dengan diperbolehkannya alih fungsi lahan untuk proyek strategi nasional menjadi peluang meningkatnya alih fungsi lahan pertanian. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka daya dukung lahan pertaian Indonesia untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional akan semakin berkurang.

Terlihat jelas bahwa dalam UU Cipta Kerja ini ada kelonggaran untuk pengkonversian lahan pertanian. Bagaimana jika hal ini terjadi? Sebelum adanya UU Cipta Kerja saja sudah banyak terjadi konversi lahan. Jika hal ini benar terjadi pastilah semakin meningkatnya alih fungsi lahan pertanian.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menjelaskan, sebelum adanya UU Cipta Kerja ada aturan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Pada pasal 19 undang-undang tersebut disebutkan bahwa alih fungsi lahan budi daya pertanian untuk kepentingan umum dikecualikan pada lahan pertanian yang telah memiliki jaringan pengairan lengkap.

Namun, dalam UU Cipta Kerja pasal 19 syarat tersebut dilonggarkan. Contoh, alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan umum atau proyek strategis nasional (PSN) hanya diwajibkan menjaga jaringan pengairan lengkap.

Kasus-kasus tersebut merupakan contoh dari banyaknya kasus alih fungsi lahan yang sudah terjadi di Indonesia. Banyaknya aturan-aturan yang ada tidak terimplementasikan dengan baik, sehingga sanksi yang sudah dibuat tidak dipergunakan dengan bijak. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus lebih bijak dan tegas lagi dalam mengimplementasikan aturan yang sudah ada.

Ikuti tulisan menarik Sulvi Ade Listian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB