Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam Penentuan Harga Transfer
Sabtu, 23 Januari 2021 06:29 WIB-
Penulis:
Mahasiswi S1 Akuntansi FE Unissula
- Fika Asfarotul Widiantari (31402000078)
- A’inun Nisa (31402000183)
- Ardeana Karimatul Farhiah (31402000193)
Dosen Pengampu:
Drs.Osmad Muthaher.,M.Si
Di era saat ini pertumbuhan dan perkembangan dunia bisnis semakin pesat. Persaingan harga barang dan jasa perusahaan pun semakin ketat. Suatu perusahaan pada umumnya memiliki tujuan untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Oleh karena itu penetapan suatu harga barang/jasa perusahaan haruslah tepat. Salah satunya perusahaan sangatlah penting mengenal istilah harga transfer.
Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis. Diferensiasi adalah proses pembagian pekerjaan menjadi tugas-tugas yang diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi. Diversifikasi merupakan proses pembentukan unit-unit organisasi untuk menghadapi berbagai lingkungan industri. Integrasi merupakan usaha untuk mengkoordinasikan divisi-divisi yang terbentuk dari adanya diferensiasi dan diversifikasi agar divisi-divisi yang telah terbentuk tidak tercerai-berai.
Apa itu Harga Transfer?
Supriyono (2000:416) menyatakan bahwa harga transfer dapat digolongkan menjadi dua yaitu: Dalam arti luas, harga transfer adalah nilai barang dan jasa yang ditransfer oleh suatu pusat pertanggungjawaban ke pusat pertanggungjawaban yang lain. Dalam arti sempit, harga transfer adalah nilai barang dan jasa yang ditransfer antara dua divisi (pusat laba) atau lebih.
A. Karakteristik Harga Transfer
Jika antar pusat laba dalam suatu perusahaan membeli dan menjual barang, ada dua macam keputusan yang harus dibuat :
- Keputusan pemilihan sumber. Apakah memproduksi sendiri ataukah membeli dari pemasok. Keputusan ini disebut sourcing decision.
- Keputusan penentuan harga transfer. Jika barang diproduksi di dalam perusahaan sendiri, keputusan berikutnya adalah pada harga transfer dari divisi penjual ke divisi pembeli. Keputusan ini dikenal dengan istilah transfer pricing decision.
Harga transfer pada hakikatnya memiliki tiga karakteristik berikut :
- Masalah harga transfer hanya timbul jika divisi yang terkait hanya diukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh mereka dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalam membentuk biaya penuh barang yang diporduksi di divisi pembeli.
- Harga transfer mengandung unsur laba di dalamnya
- Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasi dan sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.
B. Dasar Penentuan Harga Transfer
Dalam penentuan harga transfer, divisi pembeli da divisi penjual harus menyepakati dasar yang akan dipakai sebagai landasan penetuan harga barang yang ditransfer antar divisi tersebut.
Cara penilaian aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer dapat dibagi menjadi dua : cara penilaian aktiva lancer dan cara penilaian aktiva tetap. Jika jenis aktiva lancer yang diperhitungkan dalam investment base telah ditetapkan, penilaian aktiva lancer dapat dipilih dari :
- Nilai bersih aktiva yang direalisasikan (net realize value) aktiva lancar pada awal tahun berlakunya harga transfer.
- Nilai bersih yang direalisasikan (net realize value) aktiva lancar rata-rata dalam tahun berlakunya harga transfer.
C. Metode Penentuan Harga Transfer
- Penentuan harga transfer atas dasar biaya (Cost-Based Transfer Pricing).
Dalam penentuan harga transfer ini, harga jual barang yang ditransfer antar divisi didasarkan pada biaya penuh produk yang ditransfer. Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penetuan harga transfer dapat dipilih dari dua macam biaya, yaitu biaya penuh sesungguhnya dan biaya penuh standar.
Jika activity based cost dipakai sebagai pendekatan perekayasaan biaya yang digunakan sebagai dasar penetuan harga transfer, maka unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Unit level activity cost.
Biaya ini dibebankan oleh divisi penjual berdasarkan biaya standar dikalikan jumlah produk yang ditransfer.
- Batch-related activity cost.
Biaya ini dibebankan kepada divisi pembeli berdasarkan jumlah batch-related activity cost standar yang dikeluarkan ole divisi penjual
- Product-sustaining activity cost.
Biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan taksiiran jumlah unit produk yang akan dihasilkan selama umur produk tersebut.
- Facility-sustaining activity cost.
Biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan taksiran unit produk yang dihasilkan pada kapasitas normal divisi penjual
- Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar (market-based transfer pricing).
Harga pasar merupakan harga kesempatan bagi divisi penjual maupun pembeli. Bagi divisi penjual, harga pasar merupakan penghasillan yang akan dikorbankan didalam transfer produk kepada divisi pembeli, sedangkan bagi divisi pembeli harga pasar tersebut merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan jika produk tersebut dibeli dari pihak luar.
D. Masalah dalam Penentuan Harga Transfer
Mulyadi (2009:161) menyatakan bahwa setiap harga transfer akan menjadi biaya variabel bagi divisi pembeli, meskipun dari sudut pandang perusahaan secara keseluruhan, harga transfer tersebut mengandung unsur biaya tetap dari divisi pentransferan. Jika di divisi pembeli terdapat kapasitas yang berlebih, analisis biaya yang dilakukan oleh divisi pembeli untuk pengambilan keputusan jangka pendek di bidang pemasaran akan berakibat terjadinya kesalahan kesimpulan. Jika divisi pembeli memperlakukan unsur biaya tetap yang terdapat dalam harga barang yang ditransfer dari divisi pentransfer sebagai biaya variabel, biaya variabel divisi pembeli akan berbeda dengan biaya variabel dari sudut pandang perusahaan secara keseluruhan. Jika manajer divisi pembeli melakukan perencanaan laba jangka pendek, ia akan memperlakukan harga yang dibayarkan kepada divisi pentransfer untuk produk yang ditransfer dari divisi tersebut sebagai unsur biaya variabel.
Dengan demikian usaha optimasi laba jangka pendek yang dilakukan oleh divisi pembeli tidak selalu berakibat optimasi laba perusahaan secara keseluruhan. Masalah tersebut selalu timbul jika produk atau jasa ditransfer dari divisi pentransfer ke divisi pembeli dengan menggunakan harga transfer persatuan. Masalah ini menjadi lebih besar dalam perusahaan yang divisinya memasarkan produk yang diproduksi oleh divisi lain dalam perusahaan yang sama. Jika suatu divisi mentransfer seluruh produknya ke divisi lain dalam perusahaan yang sama, divisi tersebut merupakan captive supplier.
Manajer divisi pentransfer ini tidak memilki wewenang yang signifikan dalam bidang pemasaran. Menurut Hasen dan Mowen (2009:103) tanggung jawab pokoknya adalah pada pengendalian biaya, mutu produk, ketepatan jadwal produksi. Laba divisi ini sangat ditentukan oleh volume produk yang ditransfer oleh divisi pembeli. Dengan demikian, laba bukan merupakan ukuran kinerja yang baik bagi kinerja manajer divisi pentransfer.
Contoh Perhitungan:
PT X memiliki dua divisi yang dibentuk sebagai pusat laba : Divisi A dan Divisi B. Divisi A menghasilkan suku cadang Q yang dijual dipasar luar sebanyak 10% dan sisanya ditarnsfer ke Divisi B. Manajer Divisi A dan Divisi B sedang mempertimbangkan penentuan harga transfer suku cadang Q untuk tahun anggaran yang akan datan. Perusahaan menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan biaya penuh. Menurut anggaran, Divisi A direncanakan akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 1.000 unit dengan taksiran biaya penuh untuk tahun anggaran yang akan datang sebagai berikut :
Biaya Produksi Rp. 200.000.000
Biaya administrasi dan umum Rp. 50.000.000
Biaya pemasaran Rp. 20.000.000
Total biaya penuh Divisi A Rp. 270.000.000
Total aktiva yang diperkirakan pada awal tahun anggaran adalah sebesar Rp.1.000.000.000dan laba yang diharapkan dinyatakan dalam tarif kembalian infestasi sebesar 20%. Berapa harga transfer suku cadang Q yang dihitung dengan cost-based trans ferpricing dengan pendekatan full costing ?
Perhitungan markup
Biaya administrasi dan umum Rp. 50.000.000
Biaya pemasaran 20.000.000
Laba yang diharapkan (20% x Rp. 1.000.000.000) 200.000.000 +
270.000.000
Biaya Produksi 200.000.000 +
Markup 135%
Perhitungan harga Transfer
Biaya Produksi Rp. 200.000.000
Markup 135% x Rp. 200.000.000 270.000.000 +
Jumlah harga jual Rp. 470.000.000
Volume produk yang ditransfer 1.000 +
Harga Transfer per unit Rp. 470.000
Contoh Kasus Penelitian Penerapan Metode Full Costing dalam Penentuan Harga Transfer Pada PT Massindo Sinar Pratama.
PT Massindo Sinar Pratama memiliki 4 divisi sebagai pusat laba yaitu divisi springbed, divisi sofa, divisi kursi dan meja plastik serta divisi busa. Divisi busa menghasilkan busa jaya foam yang dijual di pasar luar sebesar 10% dan sisanya ditransfer ke divisi springbed. Manajer divisi busa dan springbed mempertimbangkan penentuan harga transfer busa jaya foam untuk tahun 2015. Menurut anggaran, divisi busa akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 2.250 unit busa Total aktiva yang diperkirakan pada awal tahun anggaran adalah sebesar Rp. 2.177.250.000,- dan laba yang diharapkan yang dinyatakan dalam kembalian investasi (rate of return on investment) sebesar 15%.
Harga transfer menggunakan metode perusahaan adalah Rp. 287.439,- untuk satu unit busa. Setelah meneliti hal tersebut ternyata hanya biaya produksi yang diperhitungkan yang kemudian ditambahkan dengan laba yang diinginkan oleh perusahaan. Hal ini tentu saja sangat merugikan perusahaan karena apabila ada aspek biaya yang tidak diperhitungkan di dalam penetapan harga jual, maka secara langsung juga berpengaruh pada perhitungan rugi laba. Setelah di bandingkan, maka ternyata dengan perhitungan cara perusahaan didapatkan harga transfer Rp 287.439,- namun masih ada biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang tidak diperhitungkan. Dengan menggunakan full costing maka harga transfer menjadi Rp 336.772,-.
Metode full costing bermanfaat bagi PT. Massindo Sinar Pratama Manado untuk perencanaan laba, pengendalian biaya atau pengawasan biaya, dan pembuatan keputusan. Didalam melaksanakan pengawasan biaya yang efektif dan efisien manajemen, perlu didukung oleh informasi yang tepat dan akurat dimana informasi tersebut akan sangat berpengaruh didalam pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan penelitian Samsul (2013) bahwa berdasarkan perbandingan metode full costing dan variable costing dalam perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan, metode full costing memiliki angka nominal jauh lebih tinggi daripada metode variable costing, karena disebabkan dalam perhitungan harga pokok produksi pada metode full costing memasukkan semua akun biaya baik yang berjenis variabel maupun tetap. Perusahaan sebaiknya memasukan akun-akun seperti biaya penyusutan gedung pabrik, biaya penyusutan mesin dan peralatan serta biaya asuransi dalam harga pokok produksi dan penentuan harga pokok produk menjadi lebih tepat.
Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu :
- Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya seperti penetapan harga transfer divisi busa ke divisi springbed comforta sudah menerapkan metode full costing, tetapi belum memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan.
- Setelah di bandingkan, maka ternyata dengan perhitungan cara perusahaan didapatkan harga transfer yang lebih rendah karena masih ada biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang tidak diperhitungkan. Dengan menggunakan full costing maka harga transfer menjadi lebih kompetitif.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. R. A. Supriyono, S.U, 2000, Akuntansi Manajemen, Edisi ketiga, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hansen, Don R., Marryanne M. Mowen. 2006. Akuntansi Manajemen: Buku 1. Penerjemah: Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary, Edisi 7. Salemba Empat. Jakarta: Salemba Empat.
Harga Transfer. https://dwiermayanti.wordpress.com/2011/12/07/harga-transfer-2/. Diakses pada 15 januari 2021
Mulyadi. 2009. edisi 3. Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Jakarta: Salemba Empat.
Nggiu, Vidya, Sifrid S Pangemanan dan Lidia Mawikere. 2014. Penerapan Metode Full Costing dalam Penentuan Harga Transfer Pada PT Massindo Sinar Pratama Manado. Jurnal EMBA Vol.2 No.3 Hal. 088-095
Rosidah, Medina Almunawwaroh dan Rina Marliana. 2018. Akuntansi Manajemen. Bandung: Mujahid Press.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam Penentuan Harga Transfer
Sabtu, 23 Januari 2021 06:29 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler