x

Miras dan cuan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 5 Maret 2021 06:46 WIB

Demi Cuan, Miraspun Dilegalkan, Lalu yang Dibatalkan Lampiran

Spiritnya memang untuk perubahan dan kemajuan, sehingga parlemen dan pemerintahan kita terus aktif melindungi dengan berbagai cara tentang segala peraturan dan kebijakan yang ada atau yang baru dibuat, seolah untuk kepentingan dan amanah kepada rakyat. Sehingga, saat melindungi peraturan dan kebijakan yang tidak sesuai amanah rakyat, terasa begitu hebatnya. Pun saat meluncurkan kebijakan dan peraturan baru, yang mengatasnamakan rakyat, namun memutuskannya justru sepihak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Spiritnya memang untuk perubahan dan kemajuan, sehingga parlemen dan pemerintahan kita terus aktif melindungi dengan berbagai cara tentang segala peraturan dan kebijakan yang ada atau yang baru dibuat, seolah untuk kepentingan dan amanah kepada rakyat.

Sehingga, saat melindungi peraturan dan kebijakan yang tidak sesuai amanah rakyat, terasa begitu hebatnya. Pun saat meluncurkan kebijakan dan peraturan baru, yang mengatasnamakan rakyat, namun memutuskannya justru sepihak.

Menyoal miras

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai contoh menyoal investasi miras. Setelah di desak rakyat, akhirnya pemimpin kita mencabut aturan itu. Dan, nampaknya rakyat dan berbagai pihak terlanjur senang karena, penolakannya diakomodir pemimpin.

Sayang, apa yang dibatalkan oleh pemimpin itu hanya lampirannya, tapi ibu dari peraturannya masih ada. Bagimana coba? Tapi rakyat terlanjur senang. Tertipu kah?

Seiring dengan itu, beberapa pihak yang satu gerbong dengan pemimpin pun langsung melambungkan opini kepada publik dan berkata, "Itu lihat, pemimpin kita terbukti menerima kritik dan masukan!" "Aspiratif!"

Apakah setiap kebijakan dan peraturan dibuat itu harus seperti demikian caranya? Ini negara, pemimpin dipilih oleh rakyat. Tapi pemimpin bikin peraturan seenaknya. Setelah jadi polemik baru bertanya, dan akhirnya membatalkan peraturan. Tapi sayang, tetap keras hati, karena yang dibatalkan hanya lampirannya.

Tak pelak, di berbagai grup medsos pun ada yang sampai bilang, rakyat jangan bangga dulu atas pembatalan menyoal investasi miras. Yang dibatalkan hanya lampirannya.

Atau Perpresnya dicabut tapi induk regulasinya Omnibus Law tetap eksis. Tapi induknya masih berbahaya. Sebab, yang dicabut adalah Lampiran III Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang merupakan turunan UU 11/2020 Cipta Kerja. Karena itu yang dicabut sebenarnya hanya sebagian dari isi Lampiran III tersebut menyangkut persyaratan penanaman modal baru minol, anggur dan malt untuk investasi baru. Yang lama tetap berjalan dan akan di arahkan ke Kawasan Ekonomi Khusus.

Benarkah seperti demikian? Harus ada penjelasan yang akurat agar tidak terjadi salah tafsir dan pemahaman di tengah masyarakat.

Cuan naik daun, negatif

Jangan sampai karena semua kepentingan terkait dan selalu dihubungkan dengan cuan untuk pihak yang diuntungkan, namun rakyat yang terus ketiban masalah. Polemik terus dicipta karena tidak matang dalam memainkan skenario dan sandiwara hingga mudah terbaca.

Akibatnya, dengan berbagai kondisi kisruh yang justru terus dicipta oleh para pemimpin, rakyat kini sangat fasih menyebut kata cuan.

Lagi-lagi demi cuan, untuk kepentingan kelompok dan golongannya, untuk kepentingan taipan atau cukong, rakyat terus jadi korban. Sehingga kata cuan rasanya menjadi konotasi yang negatif.

Cuan yang artinya untung, adalah salah satu kata yang belum ada pedanannya dalam bahasa Indonesia tetapi sudah digunakan secara luas di Indonesia, khususnya dan terutama sejak kekuasaan RI dipegang oleh rezim sekarang.

Mirisnya, meski belum menjadi kata baku di Indonesia dan belum masuk KBBI, banyak media nasional yang headline beritanya menggunakan kata cuan. Sehingga cuan yang sangat dekat dengan kata taipan dan cukong, bukannya menjadi kata yang diterima dengan baik di tengah masyarakat, malah jadi bahan canda dan dapat menimbulkan tindakan yang mengusik SARA hingga beberapa kolom komentar di media massa sampai menyebut dan mengusulkan lahirnya partai pribumi.

Inilah yang menjadi sebab hingga meninggalkan kesan ambiguitas dan bias makna di masyarakat, terlebih masih banyak masyarakat yang terbelakang dalam pendidikan. Sebab, ketika menyebut kata cuan, akan terngiang kata taipan dan cukong yang arahnya langsung ke etnis China.

Pasalnya, dari beberap literasi, asal kata cuan ini berasal dari bahasa Mandarin yang banyak digunakan oleh orang-orang China.

Mandarin sendiri merupakan istilah yang merujuk pada bahasa utama China, yang dipakai di sekitar Beijing dan merupakan bahasa standar yang berlaku di sana.

Kadang juga, cuan sering dipakai secara bersamaan dengan kata cengli dan cincai. Karena sering digunakan secara bersamaan, maka 3 kata ini sering disingkat 3C (Cuan, Cengli dan Cincai). Cengli berarti adil sementara cincai berarti heboh. Dalam kondisi tertentu, cincai bisa berarti jangan merepotkan atau bikin repot.

Cuan berasal dari bahasa Hokkien,  atau chuan yang berarti perahu, kapal atau sampan. Bahasa Hokkien sendiri adalah salah satu cabang bahasa Min Selatan yang tergabung dalam bahasa Han. 

Bahasa Hokkien banyak digunakan di beberapa tempat di Cina seperti Fujian, Taiwan dan Guangdong termasuk beberapa wilayah di Asia tenggara yang penduduknya berasal dari etnis Cina dari wilayah-wilayah yang menggunakan bahasa Hokkien.

Nah, sejak zaman kekuasaan sekarang arti kata ini sudah berubah dari asal kata yang sebenarnya dan sering digunakan secara ekspresif dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kepentingan-kepentingan dan berarti untung atau keuntungan yang didapat oleh seseorang saat berbisnis.

Untuk saat ini, kata ini banyak dipakai oleh kalangan pengusaha yang berasal dari China serta para trader saham.
Selain untung, cuan juga bisa di artikan dengan beberapa sinonim lain yang makna katanya serupa, diantaranya: Laba, pendapatan, penghasilan, mujur, untung.

Dalam implementasinya ada istilah
Cuan for life yang berarti suatu usaha yang dilakukan dalam hidup guna mendapatkan untung atau keuntungan. Ada juga Bo cuan yang berarti tidak ada untung atau laba yang didapatkan. Kemudian ada Cuanki yang artinya adalah laba atau untung itu sendiri namun sudah digabungkan dengan beberapa dialek lokal

Sejatinya, kendati belum ada pedanannya secara resmi, penggunaan kata-kata tersebut sangat baik untuk meningkatkan literasi masyarakat. Terpenting penggunaan kata ini tidak meleset dari arti yang sebenarnya dan tidak menimbulkan konotasi negatif seperti yang sekarang terjadi akibat dari sikap dan kebijakan para pemimpin yang masih jauh dari amanah rakyat.

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler