Oleh.
Siska Deviani
Sejak Presiden Joko Wiodo menetapkan bahwa di Indonesia secara resmi ditemukan adanya orang yang terpapar Covid-19 pada 2 Maret 2020, sejak saat itu pula kita berkenalan dengan protokol kesehatan demi pencegahan terhadap penyakit menular tersebut.
Pada tahun lalu, kita sering mendengar himbauan“cucilah tangan dengan air mengalir” dan terbiasa dengan kata-kata menggunakan masker, dan menjaga jarak yang disingkat 3M dan menjadi protokol kesehatan saat kita keluar rumah. Sekarang, kata-katanya ditambah lagi dengan 2M lainnya, yakni membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan.
Di antara 5M protokol kesehatan yang sekarang berkembang, mencuci tangan baik dengan melibatkan air dan sabun maupun dengan menggunakan hand sanitizer menarik perhatian. Sebab keduanya sama-sama mengandung air, karena hand sanitizer yang notabene merupakan alkohol pun tetap saja kebanyakannya terdiri dari air. Jadi, ini artinya air memainkan peran sentralnya demi pencegahan wabah yang disebabkan virus Corona tersebut.
Apa yang dapat kita pelajari dari kenyataan tersebut? Satu hal yang paling pokok adalah jumlah air yang diperlukan untuk mewujudkan protokol kesehatan tersebut terus menerus bertambah dari hari ke hari. Artinya sekarang persentuhan, pertautan kita dengan air di masa pandemi ini jadi semakin intens, dengan kebutuhan yang akan cenderung terus bertambah, terutama setelah adaptasi kebiasaan baru sama-sama kita lakukan, sehingga kita dapat keluar rumah dan bergiat luar.
Hal kedua air berkaitan dengan higienitas, yakni bahwa air sangat erat kaitannya dengan upaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kesehatan. Di masa pandemi seperti sekarang ini air berfungsi untuk membersihkan bagian tubuh kita, terutama tangan, agar senantiasa tidak terpapar wabah. Dengan mencuci tangan mengandung arti bahwa virus-virus yang dapat menempel dapat dibawa jauh oleh air. Dari tempat-tempat kita membersihkan tubuh dan tangan, virus penyebab penyakit tersebut dibawa kembali oleh air yang mengalir, ke dalam gorong-gorong, ke dalam saluran dan pada akhirnya ke alam bebas.
Namun, cacatan pentingnya adalah air tersebut tentu saja air yang bersih, bukan air kotor, air yang tercemar oleh polusi. Karena alih-alih membersihkan dan membawa jauh virus, air yang tercemar oleh polusi justru akan menambah derita kita, misalnya karena membawa bibit penyakit lainnya seperti bakteri atau virus lain. Dengan demikian, maka gerakan mencuci tangan juga harus dibarengi dengan mengedepankan sanitasi lingkungan.
Implikasinya, terutama lingkungan tempat air bersih berada dan dihasilkan, haruslah diperhatikan, dijaga, dan dipelihara bersama-sama. Agar lestari mata air dari pegunungan, maka kita harus menjaga pula kelestarian pepohonan yang tumbuh di sekitarnya. Dalam perjalanannya ke hilir, dalam bentuk sungai, air tersebut jangan sampai dimasuki limbah, apalagi polusi berbahaya seperti logam berat. Demikian pula saat ditampung menjadi sebuah danau buatan, misalnya, air harus senantiasa dijaga kualitasnya sehingga tetap bersih dan membersihkan.
Di masa pandemi Covid-19 ini memang kebutuhan terhadap air tidak dapat terhindarkan lagi. Untuk menerapkan gerakan mencuci tangan maka airnya harus higienis, terbebas dari bibit penyakit, dan agar air tetap higienis, maka mengedepankan sanitasi lingkungan tempat air tersebut dihasilkan, dialirkan, dan ditampung.***
#HariAirDuniaXXIX2021
#MengelolaAirUntukNegeri
#SigapMembangunNegerididalamkaryanya
Ikuti tulisan menarik siska deviani lainnya di sini.
