x

Petugas medis dr Yenny (kiri) melakukan simulasi vaksinasi COVID-19 Sinovac kepada warga penerima vaksin di Puskesmas Kampung Bali, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 8 Januari 2021. Simulasi itu dilakukan untuk memastikan kesiapan yang dimulai dari alur proses vaksinasi, kesiapan tenaga medis, observasi dan penerapan protokol kesehatan di puskesmas. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

Iklan

Dara Safira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Januari 2020

Jumat, 19 Maret 2021 07:39 WIB

Vaksinasi Tenaga Pendidik, Harapan Baru Pembelajaran Tatap Muka 2021

Kurangnya pemerataan fasilitas pendidikan menyebabkan muncul indikasi terjadi learning lost pada siswa. Secara akumulasi presentase pencapaian standar kompetensi siswa di bawah 50%. Artinya jika mayoritas guru menilai peserta didik tidak mencapai standar kompetensi, maka kecenderungan terjadi learning lost. Akankah pembelajaran tatap-muka bisa mengetasi hal itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fase pertama vaksinasi Covid-19 bagi tenaga pendidik telah usai dilakukan Februari lalu di Jakarta. Kini semua daerah ngebut untuk melakukan vaksinasi bagi guru, dosen dan tenaga pendidik. Terselip harapan baru pandemi segera berakhir. Namun yang lebih penting lagi harapan kita kembali ke sekolah untuk belajar tatap muka semakin di depan mata.

Memasuki tahun kedua pandemi, sistem pendidikan berada pada titik kritis. Penutupan sekolah yang berlanjut semakin merugikan siswa sehingga berdampak pada masa depan mereka. Pelaksanaan PJJ dalam 10 bulan terakhir justru menimbulkan berbagai macam masalah baru yang semakin kompleks bak tak berakar. Dalam praktiknya, terjadi kegagapan karena guru dan siswa tidak siap dan tidak terbiasa.

Kurangnya pemerataan fasilitas pendidikan terkhusus di daerah 3T, bahkan informasi terbaru dari hasil analisis guru berdasarkan asesmen diagnostik, sudah muncul indikasi learning lost pada siswa. Secara akumulasi keseluruhan, presentase pencapaian standar kompetensi siswa di bawah 50%. Artinya jika mayoritas guru menilai peserta didik tidak mencapai standar kompetensi maka kecenderungan terjadi learning lost (Sumber: Kabalitbangbuk Kemendikbud, Totok Suprayitno).

 

Hal tersebut tentunya menjadi persoalan yang sangat serius sehingga perlu penanganan berlanjut demi keberlangsungan proses pendidikan di masa pandemi saat ini. Maka dari itu tak heran jika berbagai pihak mendorong agar segera tatap muka.

 

"PJJ efektivitasnya paling tinggi hanya 40%. Kami mendukung Pemerintah menyiapkan rencana sekolah tatap muka. apapun, semangatnya bukan efektif atau tidak efektif, ini semangatnya supaya anak-anak mendapatkan suasana sekolah kembali," kata Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda.

 

"Saya merasa orang tua senang anak bisa kembali sekolah, peran pemerintah sangat penting dalam membantu sekolah menerapkan protokol kesehatan dengan baik," kata Wakil Ketua Dewan DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani.

 

"Yang perlu diingat anak-anak mulai SD, SMP belajar tidak hanya semata-mata monoton melihat buku dan laptop. Tapi juga perlu diskusi atau tetap muka dengan teman-temannya. Ketemu teman itu juga salah satunya memberikan semangat belajar," ujar Anggota Komisi IV DPRD Balikpapan, Budiono.

 

"Menghadapi rencana pembelajaran tatap muka di sekolah, yang berdasarkan kajian dan diskusi dengan para pengurus, maka PGRI mendukung kebijakan ini," tutur Ketum PB PGRI, Prof Unifah Rosyidi.

 

"Vaksinasi ini adalah sebuah ikhtiar dan usaha dari Pemerintah untuk memutuskan rantai penyebaran infeksi covid-19," kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UNJ, Totok Bintoro.

 

"Kita siap untuk kegiatan tatap muka, kita melihat situasi dan kondisi untuk memulai tatap muka, semua tergantung kondisi anak," ujar Kepala Sekolah MTsN 9 Johar Baru, Mufrodah

 

"Saya mendukung karena sebenarnya kasihan anak-anak, mereka sudah bosan belajar di rumah saja," kata Orang tua siswa, Eviyanti

 

PJJ selama pandemi banyak dikeluhkan baik dari pendidik, pelajar serta orang tua karena konsentrasi siswa menurun. Siswa dan guru merasa jenuh selama kegiatan belajar mengajar secara daring berlangsung. Terbukti, tampak dari sikap malas malasan, mangkir mengerjakan tugas, turunnya motivasi siswa dalam belajar, orang tua sudah stres mendampingi anak sekolah daring. Sampai muncul istilah daring bikin darting (darah tinggi).

FAKTA MENGEJUTKAN lainnya pun ditemukan di lapangan akibat terlalu lama PJJ berlangsung. Misalnya, menurut KPAI, kondisi ekonomi keluarga membuat banyaknya kasus anak putus sekolah akibat menunggak biaya SPP lalu mereka lebih memilih untuk bekerja ataupun menikah di usia dini (sumber: KPAI).

 Jadi, demi menekan angka learning lost kami dukung Pembelajaran Tatap Muka dilakukan kembali.

 

Skema Patuhi ProKes di lingkungan sekolah harus tetap dilakukan dan diatur sedemikan rupa dengan rapihnya agar siswa, tenaga pendidik dapat aman belajar di sekolah serta orang tua merasa nyaman anaknya bersekolah di luar rumah di masa pandemi.

Ikuti tulisan menarik Dara Safira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler