Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik Unissula Semarang. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.

Menjadi Seorang Pemimpin Pemerintahan Ibarat Imam Salat

2 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Penulis Indonesiana
Iklan

Menjadi pemimpin membutuhkan wibawa, kharisma, akhlak mulia, serta keunggulan untuk memimpin masyarakat secara efektif dan bertanggung jawab

***

Menjadi pemimpin di negeri ini memiliki peranan yang sangat penting. Peran tersebut dapat disamakan dengan seorang imam salat yang memimpin jamaahnya dengan penuh tanggung jawab dan ketelitian. Seorang imam harus membaca Alquran dengan benar, sesuai dengan kaidah tajwid dan tartil. Jika terdapat kesalahan dalam bacaan, makmum di belakangnya wajib memberikan koreksi agar bacaan menjadi tepat. Begitu pula dengan pemimpin pemerintahan, yang harus terbuka terhadap masukan dan kritik dari masyarakat demi terciptanya kepemimpinan yang efektif dan responsif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemahaman Mendalam sebagai Kunci Kepemimpinan

Imam salat menguasai bacaan ayat-ayat suci dengan memahami makhraj huruf, sifat huruf, hukum nun mati dan tanwin, mad, idgham, serta kaidah tajwid lainnya. Demikian juga, pemimpin pemerintahan perlu memahami secara mendalam berbagai permasalahan yang ada, baik yang tersirat maupun yang tersurat di wilayahnya. Dengan perhatian penuh, pemimpin dapat mengambil keputusan yang tepat dan dapat dipercaya untuk kemajuan daerah dan Negara.

Wibawa sebagai Fondasi Kepemimpinan

Imam dan pemimpin pemerintahan memiliki peran vital dalam menjaga kestabilan dan membangun kepercayaan masyarakat. Keberhasilan menjalankan peran ini sangat tergantung pada empat aspek utama yang menjadi fondasi kepemimpinan berkualitas. Wibawa adalah kualitas krusial yang harus dimiliki. Wibawa tidak hanya ditentukan oleh usia atau fisik, melainkan oleh konsistensi sikap, cara berbicara yang terkontrol, dan kedalaman pemahaman agama. Seorang imam yang berwibawa mampu menciptakan suasana tertib dan memberikan rasa aman kepada jamaahnya saat beribadah. Demikian pula seorang pemimpin pemerintahan harus mampu menampilkan ketegasan dan ketenangan di tengah tantangan, sehingga warga merasa yakin dan menghormatinya.

Kharisma sebagai Daya Tarik Spiritual dan Sosial

Kharisma menjadi daya tarik spiritual dan sosial yang memikat hati masyarakat. Imam yang berkharisma mampu membangun ikatan batin kuat dengan jamaah melalui kehangatan dan motivasi spiritual tulus. Kehadirannya bukan hanya sebagai pengatur ibadah, tetapi juga inspirator yang menumbuhkan semangat dan persaudaraan. Dalam pemerintahan, pemimpin berkharisma mampu menggerakkan masyarakat menuju kemajuan bersama dengan pengaruh positif yang berkelanjutan.

Akhlak Mulia sebagai Landasan Kepemimpinan Islami

Akhlak mulia seperti kejujuran, kesabaran, keadilan, dan kerendahan hati wajib melekat pada seorang imam dan pemimpin pemerintahan. Akhlak mulia menjadi senjata menghadapi kritik dengan sabar serta teladan yang dihormati semua pihak. Ketika pemimpin menunjukkan akhlak baik, masyarakat lebih mudah percaya dan mengikuti arahan serta kebijakan. Akhlak yang kokoh menjadikan kepemimpinan sebuah tanggung jawab yang dijalankan dengan penuh amanah.

Nilai Lebih untuk Menjawab Tuntutan Zaman

Sebagai pembeda dan penguat kepemimpinan, nilai lebih sangat diperlukan agar pemimpin mampu menjawab dinamika zaman dan tuntutan masyarakat. Imam unggul biasanya memiliki kemampuan komunikasi efektif, pengetahuan agama mendalam, serta tausiyah yang mengena di hati jamaah. Pemimpin pemerintahan juga wajib terus belajar dan beradaptasi agar bisa menyelesaikan permasalahan fisik, sosial, dan ekonomi. Nilai lebih ini termasuk kemampuan memberikan pengertian jelas, memberikan arahan inspiratif, serta mengatur dan menyelesaikan masalah secara bijaksana. Selain itu, pemimpin efektif juga harus terbuka menerima kritik konstruktif dan masukan masyarakat agar pembangunan menjadi inklusif dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Menjadi imam bukan sekadar memimpin salat, melainkan memikul amanah besar yang menuntut kemampuan teknis serta kualitas karakter yang tinggi. Demikian pula, seorang pemimpin pemerintahan harus memiliki wibawa, kharisma, akhlak mulia, dan keunggulan khusus agar mampu menjadi sosok inspiratif yang memperkuat keimanan sekaligus menjaga harmoni sosial. Singkatnya, wibawa, kharisma, akhlak mulia, dan keunggulan menjadi empat pilar yang saling melengkapi bagi imam maupun pemimpin pemerintahan. Dengan mengedepankan keempat aspek tersebut, mereka tidak hanya berfungsi sebagai pengatur dan pengawas, tetapi juga sebagai pelindung yang mampu membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih aman, harmonis, dan maju. Kepemimpinan seperti inilah yang menjadi teladan inspiratif dan meninggalkan dampak positif jangka panjang bagi umat serta masyarakat luas

Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.

Ketua  Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga menjadi Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah. Serta sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler