x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 14 Juni 2021 07:07 WIB

Sepucuk Surat untuk Bapak yang Tidak Akan pernah Dibacanya

Kepergian seorang Bapak memang mengundang duka. Apa solusinya, maka nyatakanlah. Walau via sepucuk surat untuk Bapak yang mungkin tidak akan pernah dibacanya. Bapak Ambo Lotang Yunus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini hanya sepucuk surat yang saya buat untuk Bapak. Dan beliau pun tidak akan pernah membacanya. Karena sejak 8 Juni 2021 lalu, bapak kami A. Lotang Yunus telah “pergi” untuk selamanya di usia 76 tahun. Sang prajurit teladan asal Bengo Maros Sulsel memang menyisakan kenangan yang indah. Bapak yang punya segudang teladan untuk anak-anaknya.

 

In Memoriam ke-3, almarhum A. Lotang Yunus (ALY) kali ini, saya menulis tentang “sepucuk surat untuk Baak yang tidak akan pernah dibaca beliau”. ALY, sosok ayah yang hebat dan punya banyak cerita. Sebuah kisah yang tidak boleh dilewatkan oleh anak-cucunya, bahkan untuk orang lain sebagai hikmah kehiduapn. Inilah sepucuk surat untuk Bapak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

================

 

Teruntuk Bapak,

Sungguh Pak, bak petir di siang bolong saat tahu Bapak menghembuskan nafas terakhir 8 Juni 2021 kemarin. Usai sudah obrolan kita di teras rumah. Kursi bambu “singgasana” Bapak di depan rumah itu kini kosong. Melompong. Tidak ada lagi sosok hebat yang sedang duduk sambil menghisap sebatang rokok. Lalu bertanya, “gimana keadaan kamu, Nak?”. Bapak pasti cinta kan sama anak dan cucu-cucunya? Tapi kenapa Bapak pergi?

 

Pak, sepertinya baru kemarin Bapak masih mutar naik motor keliling komplek. Mencari sarapan, ke masjid, atau kadang jajan di sekitar KPAD Cibubur. Tapi hari ini, tidak ada lagi motor itu terparkir di pinggir jalan. Tidak ada pula sosok yang terduduk sendiri di area parkir motor di rumah. Bapak ke mana sih Pak, lalu siapa yang akan menaiki motor Bapak lagi?

 

Saya masih butuh Bapak. Karena Bapak yang selalu mengajari kami untuk hidup prihatin dan menerima apa adanya. Untuk selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, bersyukur kepada Allah SWT. Sejak kecil kami diajarkan untuk bekerja keras tanpa kenal lelah. Seperti waktu Bapak jadi tantara dan tetap bekerja jadi security di money changer, di Atrium Senen, atau di Jl. Prapatan. Karena Bapak, kami tahu arti pantang menyerah.

 

Bapak pasti tahu kan. Ke-empat anak Bapak punya sikap dan perilaku sendiri-sendiri. Dan Bapak pula yang selalu mengajak kami bercerita sambil diselingin canda gaya khas Bapak. Tapi dari semua itu, Bapak yang selalu menasihati pentingnya hidup rukun. Berjuang untuk rukun walau kadang ada masalah dan kerikil tajam yang jadi sandungan. Bapak selalu berpesan, semarah apapun dan bertengkar tetaplah untuk rukun sekalipun itu sulit. Dan hingga Bapak pergi, kami pun masih belajar atas pesan-pesan Bapak.

 

Pak, Bapak masih ingat gak? Saat kita ngobrol tentang rumah. Lalu Bapak bilang, “saya mau mati di sini dan dikubur dekat istri saya”. Saat itu, kami terdiam dan tidak melanjutkan obrolan. Lalu siapa yang sangka, semua itu kini jadi nyata. Bapak meninggal dunia di kursi tamu di rumah saat tertidur. Lalu dimakamkan satu liang lahat dengan Ibu Tati Raenawaty di TPU Munjul. Istri yang sangat Bapak cintai sepanjang hayat. Bapak memang sosok hebat untuk istri dan anak-anak Bapak. Sungguh itu fakta Pak dan tidak bisa dibantah siapa pun.

 

Jujur Pak, saya tidak akan mau meninggalkan Bapak. Bahkan tidak ingin meninggalkan Ibu sekalipun. Tapi kenapa sekarang, Bapak yang tinggalkan saya? Sementara Ibu 4 tahun lalu sudah pergi. Padahal, saya dan adik-adik sebenarnya masih ingin meminta sedikit waktu Bapak. Hanya untuk ngobrol, bercerita tentang apa saja. Lalu memeluk erat dengan penuh hormat cinta. Lalu kenapa Bapak pergi meninggalkan saya dan adik-adik? Bapak, Bapak.

 

Memang benar Pak, saya belum tegar menerima kenyatan ini. Karena Bapak adalah tonggak kokoh di samping saya dan adik-adik. Bapak yang masih mau menasihati, memberi saran bahkan memarahi saya. Sungguh Pak, tidak ada lagi orang di luar sana yang mampu bertindak seperti Bapak. Maka saya tulis sepucuk surat ini. Agar Bapak tahu walau Bapak pun tidak akan pernah membacanya. Bapak tidak akan membaca surat ini.

 

Entahlah Pak. Seandainya boleh. Jujur saya ingin pinjam bahu Bapak. Sebentar saja. Agar saya bisa bersandar sejenak lalu memeluk sambil meneteskan air mata. Air mata cinta dan syukur memiliki sosok hebat seperti Bapak.

 

Pak, terima kasih ya atas semuanya.  Terima kasih atas didikan dan obrolan kita selama ini. Sebagai anak, tentu tidak akan mampu membaas budi baik Bapak. Tapi kami akan selalu mendoakan Bapak dan Ibu seusai sholat lima waktu. Agar Allah SWT menerima amal ibadah Bapak dan Ibu, diampuni segala dosa dan salah yang pernah diperbuat. Dan mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Sungguh, Bapak orang hebat dan luar biasa untuk saya dan adik-adik. Mohon maaf lahir batin ya Pak, atas salah dan khilaf saya dan adik-adik serta semuanya. Insya Allah, kami ikhlas melepas Bapak pergi.

 

Insya Allah Pak, kami akan menjalankan pesan Bapak. Dan dengan segala diam Bapak di liang lahat, kami akan tetap berbuat yang baik dan berdoa untuk Bapak, Ibu, anak-anak Bapak, keponakan Bapak, dan cucu serta cicit Bapak.

Terima kasih Pak, tersenyumlah selalu untuk kami, anak dan cucumu.

Kami bukan hanya cinta tapi akan selalu rindu Bapak!

==============

 

Alhamdulillah, seusai pemakaman Alm. Bapak Ambo Lotang Yunus, saya pun mengumpulkan adik-adik dan keponakannya. Untuk membahas apa yang harus dilakukan sepeninggal Bapak. Dan menjaga kerukunan sebagai keluarga besar A. Lotang Yunus. Sang prajurit teladan dari KPAD Cibubur.

 

Selamat jalan Bapak. #InMemoriamLotangYunus #AmboLotangYunus #PenisunTentaraLurus #SangPrajuritTeladan #SelamatJalanPakLotang

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 jam lalu

Terpopuler