x

Syariah

Iklan

MUHAMMAD ALIF A H A

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Juli 2021

Minggu, 4 Juli 2021 18:41 WIB

Pembiayaan Ijarah dalam Perspektif Standar Akuntansi Syariah pada Perbankan Syariah

Muhammad Alif Al Hazmi Adlan | Program Studi Akuntansi | Universitas Muhammadiyah Malang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewasa ini banyak bermunculan lembaga-lembaga keuangan baik syariah maupun konvensional dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian. Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga yang berdiri dan berjalan dengan menggunakan prinsip syariat islam. Salah satu produk dari lembaga keuangan syariah adalah ijarah. Ini merupakan jual beli jasa (upah mengupah) mengambil manfaat tenaga manusia dan sewa-menyewa sebagai bentuk pertanggung jawaban sosial terhadap masyarakat yang ada dilingkungan lembaga keuangan tersebut.

Ijarah dapat memberikan jalan keluar bagi permasalahan kemiskinan dan dapat meningkatkan perekonomian. Jika dicermati diversifikasi ijarah sangat beragam dan berkembang. Prinsip utamanya bahwa setiap ijarah adalah aset. Atas dasar itu maka setiap aset individu atau perusahaan merupakan objek ijarah yang potensial.

Prinsip ijarah adalah sewa murni seperti halnya penyeweaan traktor dan alat alat produk lainya (operating lease). Bagi kaum muslimin, kehadiran perbankan syariah dapat memenuhi kebutuhanya, bagi masyarakat bank syariah adalah sebagai sebuah alternatif lembaga jasa keuangan di samping perbankan konvesional yang telah lama ada. Saat ini banyak sekali bank syariah yang sudah berdiri dan berkembang di Indonesia, semua bank syariah saling bersaing dalam membuat produk mereka, juga memberikan layanan yang terbaik dalam msyarakat (nasabah) Banyak produk yang telah di operasikan oleh bank syariah antara lain: pembiayaan ijarah produk ini di tunjukan untuk melayani masyarakat (nasabah).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada praktiknya, ijarah dalam pembiayaan syariah memiliki banyak persamaan dengan leasing atau sewa guna usaha secara konvensional, seperti prinsipnya sendiri yaitu sewa, adanya jenis sewa dengan opsi perpindahan kepemilikan, dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan ijarah sendiri sebagai padanan leasing dalam Syariah. Obyek sewa atau aset yang disewakan dalam sewa secara syariah pada umumnya sama dengan pada sewa konvensional. Akan tetapi, berdasarkan PSAK 107 terdapat keunikan pada sewa syariah di mana akad ijarah diterapkan dan tidak ditemui pada sewa konvensional yaitu aset ijarah/obyek sewa dapat berupa aset tidak berwujud yang atas manfaatnya disewakan.

Kata ijarah berasal dari kata Al-Ajr yang berarti kompensasi (compensatoin), subtitusi (substitute), imbalan (return), atau caunter value (Al-Iwad) (Ayub, 2007: 279). Ijarah berarti leasing contract dan juga berarti hire contract. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah suatu lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan, sebuah bangunan, barang-barang seperti mesin-mesin dan lain-lain kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan yang sudah ditentukan sebelum secara pasti (fixed charge) (Saleh, 1985: 97). Menurut Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 tentang pembiayaan ijarah, yang dimaksudkan dengan ijarah adalah pemindahan hak pakai atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Menurut ED PSAK N0. 107, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Dengan demikian dalam ijarah tidak hanya barang yang dapat menjadi obyek ijarah tetapi juga jasa. Selain itu, tidak terjadi perubahan kepemilikan atas obyek ijarah, tetapi hanya terjadi perpindahan hak pakai dari pemilik yang menyewakan barang atau jasa kepada pemyewa. Ijarah disebut juga akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/ upah, tanpa diikuti dengan pemindahaan kepemilikan barang itu sendiri. Maksud “manfaat” adalah berguna, yaitu barang yang mempunyai manfaat dan selama menggunakan barang tersebut tidak mengalami perubahan atau musnah.

Ijarah diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’d perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada saat tertentu. Ijarah merupakan bentuk pembiayaan syariah berupa sewa tanpa hak opsi yang dapat dipadankan dengan sewa operasi (operating lease) pada pembiayaan konvensional, sedangkan ijarah muntahiyah bittamlik merupakan sewa dengan hak opsi atau bisa dikatakan sebagai padanan sewa pembiayaan (finance lease). Dengan demikian, pada akad sewa secara syariah terdapat dua jenis sewa yang kurang lebih sama dengan sewa secara konvensional. Perpindahan kepemilikan aset dalamijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan jika akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dengan beberapa cara yaitu hibah, penjualan sebelum akhir masa akad, penjualan pada akhir masa akad, atau penjualan secara bertahap, sebagaimana dijelaskan dalam PSAK No. 107 Paragraf 6.

Obyek sewa dalam akad ijarah atau obyek ijarah dijelaskan PSAK No. 107 paragraf 4 sebagai manfaat penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam ijarah, aset sewa atau aset ijarah dapat berupa aset berwujud maupun aset tidak berwujud. Terdapat kriteria yang harus dipenuhi obyek ijarah, antara lain harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak, harus bersifat diperbolehkan dalam syariah (tidak diharamkan), dapat dialihkan secara syariah, harus dikenali secara spesifik, misal kondisi fisik mobil yang disewakan, jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas.

Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehannya. Biaya perolehan obyek ijarah yang dimaksud mengacu ke PSAK 16 tentang Aset Tetap untuk perolehan obyek ijarah atas aset tetap, sementara untuk perolehan obyek ijarah atas aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19 tentang Aset Tidak Berwujud. Terhadap obyek ijarah dilakukan penyusutan dan amortisasi jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi. Kebijakan penyusutan dan amortisasi dilakukan sesuai dengan penyusutan dan amortisasi aset sejenis dan dilakukan selama umur manfaatnya (umur ekonomis. Kebijakan penyusutan dan amortisasi yang dipilih harus mencermikan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Terkait dengan umur ekonomis, umurnya dapat berbeda dengan umur teknis obyek ijarah. Sebagai contoh, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarahkan-kan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian, atas mobil tersebut umur ekonomisnya adalah 5 tahun. Pengaturan untuk penyusutan obyek ijarah berupa aset tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan PSAK 16: Aset Tetap, dan untuk amortisasi obyek ijarah berupa aset tidak berwujud dilakukan sesuai ketentuan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.

Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa. Pada akhir periode pelaporan dilakukan pengakuan piutang pendapatan sebesar nilai yang dapat direalisasikan sampai pada akhir periode pelaporan. Biaya-biaya yang timbul atas perbaikan obyek ijarah pada dasarnya merupakan tanggungan pemilik. Namun dengan memperhatikan ketentuan, jika merupakan biaya perbaikan tidak rutin maka akan diakui pada saat terjadinya. Sementara, jika merupakan biaya perbaikan rutin yang dilakukan oleh penyewa tanpa persetujuan pemilik maka dibebankan kepada penyewa, kecuali jika dilakukan dengan persetujuan pemilik maka akan diakui sebagai beban oleh pemilik pada saat terjadinya.

Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan sebagaimana dimaksud di atas ditanggung oleh kedua pihak pemilik dan penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah pada saat terjadinya. Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik, perlakuan akuntansinya

  • Hibah, melakukan pengakuan beban sebesar jumlah tercatat obyek ijarah.
  • Penjualan sebelum berakhirnya masa akad, melakukan pengakuan keuntungan atau kerugian sebesar selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah.
  • Penjualan setelah selesai masa akad, melakukan pengakuan keuntungan atau kerugian sebesar selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah.
  • Penjualan secara bertahap, melakukan pengakuan keuntungan atau kerugian sebesar selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah yang telah dijual, serta bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancer atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.

Beban diakui oleh penyewa selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima. Dalam hal terdaoat biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad sebagai tanggungan penyewa, akan diakui sebagai beban bagi penyewa pada saat terjadinya. Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik, perlakuan akuntansi oleh penyewa adalah:

  • Hibah, melakukan pengakuan aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek ijarah yang diterima.
  • Penjualan sebelum berakhirnya masa akad, melakukan pengakuan aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati.
  • Penjualan setelah selesai masa akad, melakukan pengakuan aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati.
  • Penjualan secara bertahap, melakukan pengakuan aset sebesar nilai wajar obyek ijarah.

Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, seperti beban penyusutan, beban amortisasi, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada penjelasan umum isi akad yang signifikan, nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi setiap kelompok aset ijarah. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait ransaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada penjelasan umum isi akad yang signifikan termasuk total pembayaran, keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan, pembatasan-pembatasan seperti ijarah-lanjut, dan agunan yang digunakan jika ada.

Sebuah perspektif dapat dikatakan lebih baik dari perspektif yang lain bila kita sepakat bahwa ada aspek tertentu dari perspektif tersebut dan ada “ukuran” tertentu dari aspek tadi untuk menjadikan alat pembanding. Misalnya seorang tidak dapat mengatakan bahwa perspektif positif dari akutansi lebih baik dari perspektif interprektif dan kritikal tanpa mnenetukan aspek dan ukuran. Perspektif akutansi baru dapat dikatakan lebih baik dari yang lain bila, misalnya kita sepakat mengambil aspek anggapan ontologis dan ukiuran objektivitas sebagai dasar penelitian. Namun, bila kita menggunakan ukran subjektivitas untuk melihat realita (ontologis), maka perspektif akuntansi berada pada posisi yang lebih lemah dibanding dengan yang lain. Jadi, dengan demikian untuk menilai bahwa sebuah perspektif lebih baik dari yang lain tergantung dari kesepakatan tentang aspek dan ukuran apa yang digunakan untuk menilai.

Ikuti tulisan menarik MUHAMMAD ALIF A H A lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB