x

Baliho

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 12 Agustus 2021 12:02 WIB

Seru, Pandemi Baliho Saingi Corona

Sedang pandemi corona, baliho politisi pun ikut-ikutan berpandemi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ambisi politik yang menutup mata hati, merendahkan diri sendiri. (Supartono JW.11082021)

Itulah kalimat ujung paling sederhana yang dapat saya deskripsikan dari potret peristiwa menjamurnya baliho politisi beberapa partai politik di tanah air di tengah pandemi corona.

Dalam diskusi interaktif di salah satu stasiun televisi swasta, Rabu pagi (11/08/2021), salah satu nara sumber dari politisi partai politik yang dihadirkan pun, membikin gregetan pemirsa karena pernyataan dan pembelaannya atas pemasangan baliho tersebut, saya sebut sebagai omong kosong. Pasalnya politisi tersebut menyebut tak ada kaitannya baliho dengan tahun 2024, meski jelas di beberapa baliho politisi yang tersebar tertulis 2024.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setiap kata dan kalimat yang dilontarkan pun benar-benar tak bermutu karena hanya untuk membenarkan diri dan partainya. Sampai-sampai nara sumber lain menyebut, pasti akan ada pembelaan dengan apa pun caranya dari pihak partai dan politisi atas pemasangan baliho yang bahkan disebut spontanitas.

Ini politisi yang nara sumber sepertinya tidak janjian dengan pihak partainya. Mengatakan spotanitas dalam siaran live. Sementara sudah ada pernyataan yang sudah terpublikasi di media massa, bahwa pemasangan baliho adalah dari instruksi. Nah, instruksi siapa, hayo? Spontanitas instruksi atau instruksi spontanitas?

Permainan kata, kalimat, hingga narasi pembelaan mau sehebat apa pun, rakyat sudah cerdas dan tidak sulit membaca ambisi partai politik dan para politisinya. Yang dipikirkan hanya dirinya sendiri dan kelompoknya. 

Rakyat justru semakin tak empati dan tak simpati. Bahkan berbuih kata-kata yang mencoba membela dan menjelas-jelaskan alasan, justru semakin memberikan bukti dan belang dari niat dan tujuannya dalam memasang baliho secara masif.

Rendahkan diri dan hilang malu

Atas pemasangan baliho yang menjamur, Selasa (10/8/2021) di Surabaya sudah ada warga yang protes dengan melakukan demonstrasi tunggal tanpa busana. Beritanya pun sudah beredar di media massa dan medsos. Sang demonstran menenteng berbagai poster berisi protes. Isinya adalah mengingatkan kepada seluruh pimpinan partai, tak elok dalam keadaan kondisi negara seperti ini, saling sungkar sengkarut (saling tebar pesona).

Lalu, mengapa berdemo tanpa busana? Sang demonstran pun menjelaskan alasannya berdemo tanpa busana. Mengapa hanya memakai cawat, sebab seharusnya pemerintah lebih malu melihat kebugilan kebutuhan rakyat, kebugilan ekonomi rakyat, kebugilan perut rakyat, dan yang lebih ironi kebugilan otak pejabat yang masih berani Korup dana rakyat.

Memang, dengan maraknya pemasangan baliho yang dapat dipastikan memang sudah diskenario matang baik untuk tujuan internal partai maupun tujuan utamanya demi Pemilu 2024, benar-benar nampak bahwa sepertinya partai politik bersangkutan sedang merendahkan dirinya dan para politisinya, karena menutup mata dengan situasi dan kondisi yang sangat tidak pas dengan kondisi rakyat Indonesia sekarang. Belum lagi, biaya pemasangan baliho juga tidak murah.

Namun, pemasangan baliho memang demi tujuan mencari elektabilitas sang politisi. Mau dapat respon positif atau negatif tak penting. Yang penting dari respon itulah dasar mereka untuk mengelola dan mengawal sang politisi untuk mencapai tujuan.

Dengan demikian, baliho yang sengaja ditebar, jelas bernuansa politis dan demi kompetisi untuk pemilu 2024. Ini mencerminkan bahwa elit partai tidak peka terhadap kondisi rakyat, di saat masyarakat tengah berjibaku dengan beban dari pandemi covid-19 tapi politisi memulai berebut kekuasaan.

Politisi mestinya menjadi negarawan, penopang kebijakan dan perpanjangan tangan dari rakyat. Tetapi di tengah pandemi, malah sudah mulai berjibaku berebut kekuasaan dan sangat tidak etis.

Mengampanyekan diri untuk sebuah kekuasaan dengan mamajang foto dirinya di baliho di pinggir jalan dan tempat umum, bukannya akan menaikkan elektabilitas, tapi justru memupuk hujatan rakyat. 

Lebih dari itu, siapa-siapa yang kini fotonya ada dalam baliho dari berbagai partai politik dan tersebar di seluruh Indonesia, kualitas personalnya sudah diketahui oleh rakyat. Rakyat sudah tahu kredibilitas dan kompetensi si pemilik foto di baliho. Rakyat tidak bisa dibohongi.

Karenanya, masyarakat justru risih dengan hadirnya baliho yang seolah tak tahu diri dan tak tahu malu itu. Rakyat selama ini sudah kecewa dengan partai politik, para politisinya, hingga mereka yang duduk di parlemen dan pemerintahan karena masih jauh dari amanah.

Dari berbagai catatan pun menyebut, 60% pemilih di 2024 berasal dari kalangan milenial yang sangat kritis. Jargon dan alat peraga kampanye tidak akan mendasari pilihan bagi generasi milenial. Apalagi sekadar curi start kampanye yang tak pakai hati.

Apa artinya populer dari curi start pasang foto di baliho? Rakyat tidak butuh itu? Ke depan rakyat pasti akan memilih pemimpin yang cerdas dan amanah. Bukan pemimpin baliho yang nantinya hanya bikin janji-janji, kerja pun tak cerdik. Tapi, malah memelihara budaya licik dan akal-akalan.

Intinya, di tengah pemerintah yang masih terus dianggap gagal dalam hal amanah kepada rakyat, gagal mengatasi pandemi, masih saja partai politiknya tak malu berbuat seperti itu. Malah seperti merendahkan diri sendiri dan tak tahu malu, di tengah rakyat yang terus menderita. Sepertinya para partai politik dan pelaku politisinya, tidak ada yang menasihati, ya?

Adakah akan dilakukan penertiban baliho yang tak etis dan tak tepat perasaan oleh petugas? Jangan sampai baliho jadi pandemi!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler