x

Murid SMP Darul Hikam membawa poster bertuliskan anti-kekerasan saat menggelar aksi simpati atas kematian Angeline di Bandung, 11 Juni 2015. Mereka menyerukan kampanye anti-kekerasan terhadap anak-anak yang ditujukan untuk masyarakat luas. TEMPO/Prima Mulia

Iklan

Akbar Faris Rama Hunafa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Januari 2021

Jumat, 3 September 2021 07:19 WIB

PP Nomor 78 Tahun 2021 Perkuat Perlindungan Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tidak boleh mengalami perbuatan-perbuatan yang tidak manusiawi, yang merendahkan martabat dan derajat, serta penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam. Petugas atau siapa pun dilarang menyuruh mereka membuka baju dan lari berkeliling, menggunduli rambut, memborgol, membersihkan WC, memijat penyidik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Law

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak. Salah satu yang diatur di dalam PP Tersebut adalah perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tidak boleh mengalami perbuatan-perbuatan yang tidak manusiawi, yang merendahkan martabat dan derajat, serta penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam. Hal ini sesuai dengan bunyi pada Pasal 7 huruf e.

Tindakan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat yang dilarang diterapkan ke anak yang berhadapan dengan hukum, antara lain, disuruh membuka baju dan lari berkeliling; digunduli rambut; diborgol; disuruh membersihkan WC; dan anak disuruh memijat penyidik.

Mungkin kita semua bertanya-tanya, apa salahnya membersihkan WC, memijat penyidik dan lain sebagainya? Menurut pandangan saya, memang tidak ada yang salah dengan perlakuan-perlakuan seperti itu, namun harus dengan pendekatan, dan tindakan yang sesuai norma. Contoh pertama, seperti menyikat WC, jika pendekatannya untuk menjaga kebersihan itu tidaklah salah, namun jika pendekatannya untuk merendahkan martabat tentu saja tidaklah dibenarkan.

Contoh kedua, memijat penyidik, mungkin salah jika tindakannya dengan kata-kata yang menghardik, seperti, "Cepat kau pijat dulu saya, kalau tidak nanti saya beri hukuman". Berbeda jika, anak yang berhadapan dengan hukum ini memiliki keahlian memijat diminta untuk memijat penyidik, setelah selesai penyidik memberikan bayaran ataupun hal lainnya. 

PP Nomor 78 Tahun 2021 merupakan affirmative action yang bertujuan untuk: memberikan jaminan rasa aman bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus; memberikan layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus; dan mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak.

Mengutip dari puspensos.kemensos.go.id, anak yang berhadapan dengan  hukum merupakan salah satu permasalahan sosial anak yang sedang marak terjadi dewasa ini. Bagaimana tidak, pemasalahan ABH selalu menjadi sorotan banyak pihak karena peningkatan jumlah kasus ABH yang kian meningkat setiap harinya. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak tahun 2011 sampai 2019, jumlah kasus ABH yang dilaporkan mencapai 11.492 kasus, jauh lebih tinggi dari pada laporan kasus anak terjerat masalah kesehatan dan narkotika (2.820 kasus), pornografi dan cybercrime (3.323 kasus), serta trafficking dan eksploitasi (2.156 kasus). Lebih lanjut berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) per 02 September 2021, jumlah narapidana/tahanan anak berjumlah 1.824 anak. 

Melihat data diatas artinya tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh anak sangat tinggi, dan menyebutkan banyaknya anak yang berhadapan dengan hukum. Menurut pandangan penulis PP Nomor 78 Tahun 2021 hadir untuk dapat memperkuat perlindungan terhadap kepentingan anak dan mencegah aparat penegak hukum melakukan praktik kekerasan ataupun praktik-praktik lain yang melanggar ketentuan-ketentuan terhadap ABH. Penanganan humanis terhadap anak yang berhadapan dengan hukum perlu dilakukan hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindung Anak, dan secara khusus dan spesifik lagi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak.

Pada intinya prinsip utama perlindungan anak adalah upaya yang ditujukan untuk mencegah agar anak tidak mengalami perlakuan diskriminatif/perlakuan salah (child abused) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang anak secara wajar baik fisik, mental dan maupun sosial.

Ikuti tulisan menarik Akbar Faris Rama Hunafa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler