x

Pembukaan sekolah perlu memperhatikan data penyebaran wabah dan kesiapan sekolah

Iklan

Cecep Darmawan

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Sekjen Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara (AsIAN)
Bergabung Sejak: 9 November 2021

Selasa, 9 November 2021 18:58 WIB

Quo Vadis Kebijakan Guru Penggerak: Kepastian Hukum, Realita, dan Harapan

Pemerintah membuat kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, salah satunya melalui program guru penggerak. Program ini bertujuan membentuk guru yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, pendidik lainnya, maupun ekosistem pendidikan. Dengan kata lain, guru penggerak adalah kunci utama mereformasi pendidikan menuju keunggulan dan peningkatan kualitas pendidikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap 25 Nopember, diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1994 Tentang Hari Guru Nasional. Adanya hari guru nasional ini menjadi bentuk penghormatan dan penghargaan kepada para guru yang telah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana disebutkan dalam konsideran Keppres No. 78 Tahun 1994 bahwa guru memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan kedudukan dan peranan tersebut, guru mengemban amanah yang luar biasa dalam memajukan kualitas pendidikan sekaligus menjaga maruah bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karenanya, guru harus menjadi lokomotif perubahan dan terus meningkatkan kualitas diri dan kompetensinya guna mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.

Pemerintah telah berupaya membuat kebijakan guna meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, salah satunya melalui program guru penggerak yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program guru penggerak ini pada dasarnya merupakan bentuk transformasi peranan guru sebagai pemimpin pendidik dan pendidik pemimpin kekinian yang mampu mengembangkan secara optimal potensi peserta didik, pendidik lainnya, maupun lingkungan atau ekosistem pendidikan di sekitarnya. Upaya afirmasi bagi guru ini, diyakini akan mengakselerasi peningkatan kualitas pendidikan. Dengan kata lain, guru penggerak adalah kunci utama bagi upaya mereformasi pendidikan menuju keunggulan dan peningkatan kualitas pendidikan.

Makna dan peranan guru penggerak sendiri, sebagaimana dilansir dari laman Kemendikbudristek (2021) dijelaskan bahwa Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun peranan yang diemban oleh guru penggerak sebagaimana dilansir dari laman Kemendikbudristek (2021) ialah pertama, menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya, kedua, menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah, ketiga, mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah, keempat, membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan kelima, menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah.

Secara ideal, program guru penggerak lekat dengan konsepsi merdeka belajar. Guru harus merdeka dari belenggu kejumudan dan harus berhijrah menuju pencerahan. Guru penggerak adalah upaya idealisasi jihad pendidikan, yakni upaya optimalisasi potensi diri guru dan ekologi pendidikan guna mereformasi dunia pendidikan kita. Pendidikan tidak boleh status quo, pendidikan harus berubah. Sebab, perubahan adalah keniscayaan, termasuk dalam dunia pendidikan. Guru penggerak perubahan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik yakni membentuk guru sebagai agen perubahan yang mampu memimpin proses pembelajaran yang melibatkan berbagai elemen dan melakukan difusi inovasi di lingkungan pendidikan. Guru penggerak harus memupuk solidaritas sesama profesi guru secara egaliter, demokratis dan adaptif terhadap perubahan.

Akan tetapi, jika melihat realitas guru di Indonesia, program guru penggerak ini dihadapkan terhadap sejumlah tantangan dan persoalan yang menyangkut profesi guru.

Pertama, dari aspek regulasi. Guru penggerak jangan hanya menjadi jargon populis atau simbol status semata, melainkan secara esensial harus jelas dasar hukumnya. Kejelasan dasar hukum ini perlu sebagai bagian dari kepastian hukum sekaligus sebagai pedoman bagi penyelegaraan program guru penggerak. Begtu pun perlu kejelasan dasar hukum bagi guru honorer dalam mengakses program ini. Meski guru honorer dapat mengikuti program guru penggerak, pemerintah belum sepenuhnya telah menyelesaikan kepastian hukum status dan kedudukan “guru honorer” di sekolah. Pemerintah telah berupaya merekrut guru honorer melalui seleksi PPPK, namun masih menyisakan persoalan khususnya dalam proses pelaksanaanya yang berkeadilan bagi semua guru honorer. Program guru penggerak, belum menjawab persoalan kepastian hukum terkait status guru honorer. Jangan sampai adanya program guru penggerak ini, justru menimbulkan dikotomi baru terkait status guru yakni adanya guru penggerak dan guru bukan penggerak. Padahal guru penggerak ini diharapkan akan mendorong meningkatkan kualitas profesional, kesejahteraan, dan maruah guru.

Guru penggerak tidak sekedar kumpulan atau komunitas guru tanpa jaminan keberlangsungan program. Pemerintah mesti merancang peta jalan bagi program guru penggerak agar tidak menjadi program sesaat yang kemudian tidak keberlanjutan. Inilah pentingnya dasar hukum dan  kepastian hukum bagi program guru penggerak. Kontiunitas program pun perlu dirancang dalam sebuah dokumen perencanaan yang komprehensif.

Kedua, dari aspek kualitas dan kompetensi. Program guru penggerak pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan kompetensi guru agar lebih mumpuni dan profesional sekaligus meningkatkan kualitas guru sesuai dengan perkembangan zaman dan tantangan global. Akan tetapi, hal tersebut dihadapkan kondisi pada kualitas dan kompetensi sebagian guru yang belum menggembirakan. Misalnya secara nasional rata-rata nilai uji kompetensi guru (UKG) guru pada jenjang SD, SMP, SLTA selama ini masih belum menggembirkan dan perlu ditingkatkan agar memenuhi standar.

Begitu pun terkait kualifikasi pendidik, berdasarkan data dari Kemendikbud dalam Neraca Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa kualifikasi pendidik masih menyisakan sejumlah guru yang belum D-IV atau S1. Padahal amanat UU No.4 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, salah satu syarat seseorang menjadi guru adalah lulusan D-IV atau S1. Oleh karenanya, pemerintah harus lebih serius menuntaskan guru-guru yang belum D-IV atau S1 agar mereka menyelesaikan sarjananya.  Begitu pun ke depan perlu adanya riset dan evaluasi terkait dampak pelaksanaan program guru penggerak terhadap peningkatan kualitas dan kompetensi guru sebagaimana di amanatkan oleh Pasal 10 Ayat (1) UU No. 14 Tahun 2005 yakni meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Ketiga, terkait kesejahteraan guru. Pertanyaan esensial yang harus dijawab ialah apakah adanya program guru penggerak ini mampu menjawab persoalan kesejahteraan guru termasuk guru honorer? Kenyataannya selama ini masih banyak guru honorer yang memiliki gaji di bawah rata-rata UMR dan bahkan sangat memprihatinkan. Apakah dengan tingkat kesejahteraan seperti itu mampu menciptakan guru penggerak yang ideal? Meski menjadi guru adalah panggilan hati atau jiwa, namun kenyataannya masih terdapat guru yang rela membagi waktu mengajarnya dengan pekerjaan yang lain. Bahkan masih ditemukan guru yang mengajar di beberapa tempat, demi untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraannya.

Keempat, terkait perlindungan guru. Selama ini masih ditemukan kasus-kasus yang melecehkan profesi guru dan mengancam keselamatan guru. Misalnya adanya oknum-oknum yang berupaya memeras para guru dengan berbagai ancaman. Hal ini tentu akan menghambat program guru penggerak yang mengharuskan guru menjadi agen perubahan di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun di masyarakat sekitar. Oleh karenanya, dibutuhkan payung hukum yang kuat terkait perlindungan hukum bagi guru guna menjamin keselamatan, keadilan, kenyamanan, ketenangan, dan keamanan guru.

Kelima, terkait penghargaan dan jenjang karir guru. Sebagian guru kerap mengalami kesulitan dalam meningkatkan karirnya pada jenjang yang memadai. Apalagi guru honorer seringkali kurang dihargai dan tidak memiliki jenjang karir yang jelas. Bahkan tidak sedikit, ditemukan status guru honorer tersebut terus melekat sampai pensiun. Untuk itu, perlu adanya penghargaan dan jenjang karir bagi guru termasuk guru honorer agar mereka mampu meningkatkan kompetensi dan kinerjanya sesuai dengan jabatan yang diraihnya. Kemendikbudristek sendiri mewacanakan jika para lulusan pendidikan guru penggerak ini akan diprioritaskan menjadi kepala sekolah, pengawas, dan instruktur pelatihan guru. Meski hal ini merupakan terobosan yang memberi harapan bagi guru, apakah hal tersebut sudah dikaji dari sisi yuridis formalnya? Dengan kata lain, apakah proses seperti ini sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? Pertanyaan berikutnya apakah guru penggerak ini pun membuka peluang bagi guru-guru honorer sebagai wujud keadilan bagi mereka ?

Keenam, adanya tantangan digitalisasi pendidikan. Adanya program guru penggerak diharapkan mampu menjawab adanya era disrupsi pendidikan yang membawa tantangan bagi digitalisasi pendidikan. Para guru seyogyanya memaknai era digitaliasi ini dan mengambil peran sebagai agen perubahan sekaligus agen berfikir kritis bagi dunia pendidikan. Guru pun dituntut untuk memiliki kompetensi dan kecakapan abad 21 yakni mampu berpikir kritis dan solutif, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pendidikan, sosial dan kebangsaan, mampu berkomunikasi lintas media, lintas budaya, dan lintas generasi, mampu berkolaborasi secara pro aktif dengan berbagai elemen pendidikan lainnya, dan memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi.

Adanya era digitalisasi ini pun membuat guru harus merubah paradigma dan mindset untuk meningkatkan sejumlah literasi yang dimilikinya, termasuk literasi digital. Di samping itu, aspek yang paling penting ialah guru harus memiliki nilai karakter yang kuat agar menjadi role model atau teladan bagi peserta didik dan bagi ekologi lingkungannya. Dengan ini maka tantangan digitalisasi pendidikan harus diiringi dengan upaya penguatan pendidikan karakter bagi seluruh elemen pendidikan di sekolah, baik guru maupun peserta didik, agar guru memiliki karakter iman taqwa dan penguasaan iptek yang baik.

Melihat berbagai persoalan di atas, guna menunjang keberhasilan program guru penggerak, diharapkan pemerintah membuat grand design kebijakan profesi guru secara komprehensif. Dalam grand design tersebut memuat langkah-langkah rencana strategis dan taktis untuk membenahi sejumlah problematika profesi guru. Misalnya upaya untuk membentuk regulasi dan kebijakan yang memberikan kepastian hukum bagi profesi guru mulai dari status, kesejahteraan, penghargaan, perlindungan, dan jenjang karir guru serta pemerataan distribusi guru di berbagai daerah. Meningkatkan kompetensi guru tanpa didukung oleh berbagai kebijakan yang konsisten dan berpihak pada guru, tentu belum akan mampu membenahi problematika profesi guru secara signifikan dan berkelanjutan. Artinya tanpa perubahan yang fundamental, kondisi guru tidak akan merubah sampai kapan pun dan kualitas pendidikan kita akan semakin tertinggal dengan bangsa lain.

Selain itu, pemerintah harus melakukan transformasi dan reformulasi penyelenggaraan pendidikan profesi guru (PPG) sebagaimana amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Harus dibuka kran penyelenggaraan PPG secara mandiri oleh Perguruan Tinggi LPTK Berbadan Hukum yang berakreditasi institusi dan prodinya unggul. Pemerintah pun diharapkan terus melakukan pembinaan kompetensi guru dan peningkatan jenjang karir guru. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengikutsertakan guru dalam program-program diklat, memberikan beasiswa bagi guru untuk melanjutkan jenjang pendidikannya sampai ke S2 bahkan S3,  dan melakukan traning-traning lainnya, termasuk mengikuti program guru penggerak.

Dengan demikian, melalui berbagai upaya tersebut dapat membenahi profesi guru secara signifikan, sehingga guru-guru di Indonesia mampu menjadi agen penggerak, agen perubahan dan agen transformatif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia I

Ikuti tulisan menarik Cecep Darmawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler