x

Kumpulan anak muda mengenakan kain merah besar di halaman monumen nasional, menuntut pemerintah untuk mendeklarasikan darurat iklim. Jakarta (27/11/2020)

Iklan

atha nursasi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Senin, 15 November 2021 11:03 WIB

Anak Muda dalam Ancaman Korupsi dan Krisis Iklim

Artikel ini merespon krisis iklim yang di suarakan oleh anak muda di berbagai belahan dunia pada momentum konferensi internasional perubahan iklim, termasuk di indonesi. juga berkaitan dengan persepsi anak muda tentang beberapa issu dominan yang dianggap sangat mengancaman kehidupan mereka dan masa depan bangsa. penulis menyajikan dalam dua bagian. pertama perihal persepsi dan aksi anak muda dan kedua hubungan korupsi dan perubahan iklim

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekitar dua minggu sebelum konferensi tingkat tinggi (KKT) perubahan iklim dunia di gelar, tepatnya pada 18 septermber 2021 lalu, Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) kembali memperingatkan kepada lebih dari 100 negara, termasuk indonesia tentang kondisi perubahan iklim yang kian memprihatinkan. Dimana, suhu dunia masih memanas menuju tingkat yang berbahaya. Para ahli yang bekerja untuk PBB menilai bahwa berbagai negara di atas tidak meningkatkan target pengurangan emisi karbon sejak tahun 2015. Dengan tegas mereka menyimpulkan kita sedang menuju kearah yang salah.

Sementara bagi para ilmuwan baru-baru ini menyatakan, untuk menghindari dampak terburuk dari peningkatan suhu, emisi karbon global perlu dikurangi hingga 45% pada tahun 2030. Namun analisis ini menunjukkan bahwa emisi karbon justru akan meningkat sebesar 16% selama periode tersebut. "Peningkatan 16% merupakan penyebab keprihatinan besar," kata Patricia Espinosa, kepala tim negosiator urusan iklim PBB sebagaimana diwartakan oleh berbagai mediah tanah air.

Situasi itu pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan suhu hingga 2,7 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Ini jauh di atas batas yang ditetapkan oleh komunitas internasional. Kekhawatiran inipun mendapat respon dari berbagai elemen, terutama aktivis lingkungan hidup di berbagai belahan dunia. Salah satu kritik yang cukup mendapat perhatian dunia, tak terlewatkan di Indonesia adalah Kritik dari para aktvisi lingkungan seperti, Greta Thunberg yang melancarkan kritik tajam kepada negara-negara industri yang dianggap lemah dalam mengontrol produksi karbon mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Persepsi dan Aksi.

pada 27, Oktober 2021, Indikator politik merilis hasil survey Nasional Perubahan Iklim yang bertajuk “persepsi Pemilih Muda dan Pemula (Gen Z dan Milenial) atas permasalahan iklim di Indonesia”, menyebutkan bahwa, sekitar 82% anak muda mengetahui permasalahan perubahan iklim. pengetahuan umum pemilih muda atas perubahan iklim merujuk pada persepsi mereka tentang perubahan besar pada alam, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan ulah manusia. Beberapa problem yang dikhawatirkan oleh para responden adalah Lingkungan Hidup 82% dan Polusi 74 %. Diluar dari tiga issu ini, para responden juga memiliki kekhawatiran terhadap issu lain seperti kesehatan 70 %, Perubahan Iklim 70 %, lunturnya nilai dan budaya tradisional 67 % dan Pekerjaan 66%.

Tidak lama setelah survey ini dirilis, pada 5, November 2021, para anak muda yang tergabung dalam Aliansi Perlawanan Perubahan Iklim bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di depan patung kuda. Mereka mengajukan kritik terhadap Konferensi Tingkat Tinggi (CPO26) yang tidak menunjukan komitmen kearah penanganan krisis iklim. Dengan maksud mendorong keseriusan pemerintah dalam menangani perubahan iklim, mereka menyatakan perlu adanya tindakan nyata, bukan dengan skema perdaganagan karbon yang justru meningkatkan suhu bumi dari ribuan pulau-pulau kecil terancam tenggelam. Oleh karena itu, bagi mereka hasil pertemuan COP26 hanya menghasilkan solusi palsu. Dengan kritik yang sama, mereka melakukan aksi protes lebih lanjut pada 9, November 2021 bertepatan dengan konferensi perubahan iklim yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).  

Tentu hal ini patut menjadi perhatian bagi semua pihak. Bagaimana tidak, kelompok anak muda yang lazimnya dianggap sebagai entitas masyarakat yang hedonis nan apatis terhadap issu sosial, kembali mengambil peran sentral dan menjadi garda terdepan melawan perubahan iklim. Adalah bukti, bahwa mereka tidak sekededar prihatin, jauh dari pada itu, mereka melakukan aksi kongkrit sebagai wujud keberpihakan mereka terhadap krisis iklim yang kian mengancam masa depan mereka, bumi dan manusia pada umumnya.

 

Hubungan Korupsi dan Perubahan Iklim.

Korupsi pada dasarnya memiliki hubungan yang erat dengan persoalan lainnya. termasuk problem lingkungan hidup. Pada konteks ini, perubahan iklim menjadi salah satu dari bentuk ancaman kerusakan ekologis yang memiliki hubungan mutualis dengan korupsi. Dimana, perubahan iklim dipicu oleh praktik bisnis tertentu yang menempatkan sumberdaya hutan sebagai komuditas produksi. Penggundulan hutan skala massif menyumbang emisi karbon skala besar menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Tentu pendapat ini ditolak oleh rezim pembangunan hari ini. Terlebih menteri KLHK yang tidak lama ini telah memberi fatwa tentang pembangunan tak boleh berhenti hanya karena deforestasi dan emisi karbon.

Keterhubungan perubahan iklim dan korupsi dapat dipelajari melalui laporan Bank Dunia, kebakaran hutan yang melanda Indonesia pada tahun 2015 seluas 2,6 Jita Hektar, diprediksi mengakibatkan kerugian sebesar USD 16,1 Milliyar atau setara dengan Rp 221 Triliun. Hasil overlay data hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dengan jenis perizinan lainya menunjukan adanya 3 juta hektar HGU yang tumpang tindih dengan izin pertambangan. 543 ribu H HGU dengan izin usaha permanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), hutan taman industry (HTI) dan sekitar 349 ribu H HGU dengan IUPHHK huta alam (HA). Ditemukan juga 80 ribu hektar HGU yang masuk dalam lahan gambut.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa izin acapkali menjadi objek jual beli atau pertukaran yang syarat dengan korupsi. KPK sendiri sudah banyak menyajikan data sejumlah kasus korupsi di sector perizinan. Sedikitnya, terdapat 334 pengusaha yang terjerat korupsi disektor pengadaan barang dan jasa dan perizinan. Sebagai contoh, kasus suap perizinan yang menjerat salah satu anggota komisi energi DPR, Eni Siregar pada 2017 lalu. ia terbukti menerima suap dari pemilik saham  Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo sebanyak Rp 4,75 miliar untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1 dan telah divonis 6 Tahun penjara. Pada 1, februari 2019, KPK kembali menetapkan Samin Tan sebagai tersangka pemberi suap kepada Eni Siregar terkait pengurusan izin tambang batu bara.

Menurut penulis, situasi diatas menggambarkan kodisi ketersambungan antara persoalan korpsi dengan perubahan iklim. Hal ini pula yang mendasari kekhawatiran anak muda, terutama ancaman korupsi dan kerusakan ekologis. Dimana, dalam survey yang sama, 82% responden anak muda mengatakan khawatir terhadap korupsi. Kekhawatiran ini sekaligus mewakili perasaan sekian juta warga negara yang hak kesejahteraan dan kedaulatannya dirampas oleh segelintir orang bernama koruptor. Sekelompok orang yang mendaku dirinya mewakili kepentingan rakyat umum, namun laku, dan aksi mereka dalam menjalankan mandate public justru merampok sumberdaya negara untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal inilah menjadi dasar utama mengapa anak muda mesti mengambil peran penting dalam memperjuangkan keadilan sosial ekologis tanpan korupsi.  

 

Ikuti tulisan menarik atha nursasi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan