x

ilustr: SendaheartArt

Iklan

Puji Rahayu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 November 2021

Jumat, 19 November 2021 06:48 WIB

Akhir Kisah dan Pertemuan

Aku duduk bersimpuh sambil memegang ukiran kayu pengganti batu nisan yang terdapat tulisan nama, kelahiran, dan wafatnya Ka. Aku mencoba bertahan tidak menangis, aku mencoba kuat di hadapan semua orang, namun seolah-olah diriku tidak berdaya setelah melihat tempat akhir Ka di dunia ini. Momen demi momen sebelum kami kehilangan Ka seolah berlari-lari tepat di pikiran bawah sadarku. Aku mulai tersenyum getir. Aku menutup mata dan menarik nafasku dalam-dalam, aku mulai hanyut ke dalam kenangan dan kejadian selama aku kenal Ka. Kubuka mataku perlahan, aku melirik Ta yang sudah berada disampingku. Ta diam membisu seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan. Kami sama-sama diam membisu di depan makam Ka, terhanyut di dalam kenangan yang seolah menyeret kami untuk mengulang kembali momen ketika kami bersama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir Kisah dan Pertemuan

Di bawah teriknya sinar matahari yang panas, aku dan Ta berdiri mematung di depan gundukan tanah basah yang bertabur bunga mawar merah. Sesekali aku mengusap air yang jatuh dari pelupuk mata. Aku berucap lirih dalam hati,

Tak kusangka pertemuan dua tahun lalu adalah pertemuan terakhir kita Ka, kenapa Ka pergi tanpa ajak Ay dan Ta? Bahkan Ay belum sempat menjawab pertanyaan-pertanyaan Ka yang banyak itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku duduk bersimpuh sambil memegang ukiran kayu pengganti batu nisan yang terdapat tulisan nama, kelahiran, dan wafatnya Ka. Aku mencoba bertahan tidak menangis, aku mencoba kuat di hadapan semua orang, namun seolah-olah diriku tidak berdaya setelah melihat tempat akhir Ka di dunia ini. Momen demi momen sebelum kami kehilangan Ka seolah berlari-lari tepat di pikiran bawah sadarku. Aku mulai tersenyum getir.

Aku menutup mata dan menarik nafasku dalam-dalam, aku mulai hanyut ke dalam kenangan dan kejadian selama aku kenal Ka. Kubuka mataku perlahan, aku melirik Ta yang sudah berada disampingku. Ta diam membisu seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan. Kami sama-sama diam membisu di depan makam Ka, terhanyut di dalam kenangan yang seolah menyeret kami untuk mengulang kembali momen ketika kami bersama.

Empat tahun yang lalu tepat saat pengumuman pembagian kelas di SMP tercinta, aku bersorak kegirangan ketika melihat namaku tertera di kelompok kelas paling awal. Artinya, aku masuk di kelas favorit di SMP ku. Aku masuk ke kelas VIII-A, di kelas itu akan diisi siswa-siswi terpilih yang memiliki kepandaian dan kecerdasan yang akan membedakan dengan kelas-kelas di bawahnya. Rasa syukurku semakin bertambah ketika melihat teman dekatku selama ini juga sekelas denganku dan dia adalah Ta. Mataku melirik ke atas, sontak jantungku berdesir dan berdetak kencang tidak teratur. Seolah antara percaya dan tidak, aku sekelas dengan si nomor satu. Siswi yang belum pernah pindah posisinya di pararel nilai tertinggi di angkatanku.

Aku berusaha menenangkan diri, menarik nafas dalam-dalam dan harus yakin aku bisa mengikuti pembelajaran dengan baik tanpa harus merasa minder dengan kecerdasan siswa-siswi di kelas VIII-A terlebih lagi si nomor satu. Aku yang masih mencoba merenungi nasib tiba-tiba dikagetkan oleh seseorang.

“Hei Ay, kamu sekelas sama aku dong.”

“Ehh,” Ucapku terkejut. “Aduh Sa, ngagetin jantung aja, wah moso sih kita sekelas.”

“Hehe maaf, iya coba deh lihat.”

Mataku menyipit mencoba membaca tulisan yang memang sangat kecil ukuran fontnya. Lalu mataku kembali membelalak kegirangan.

“Eh iya Sa, Alhamdulillah akhirnya kita bisa pulang bareng tanpa ribet.”

“Iya Ay.”

“Terus si El gimana?”

“Dia di kelas C.”

“Ooh.. gitu ya, oh ya Sa kita sekelas sama si nomor satu loh.”

“Haha nggak heran Ay, ini kelas favorit dan dia juga pinter wajar dong dia masuk ke kelas ini.”

“Iya juga sih.”

Setelah melalui percakapan singkat dengan Sa kami memutuskan jalan bersama menuju ke kelas VIII-A. Aku yang masih tidak percaya dengan momen ini mencoba mengatur ulang pernafasan dan menepuk-nepuk dada agar tidak berdegup terlalu kencang. Ketika mulai masuk ke kelas suasananya pun juga tampak berbeda. Biasanya jika aku masuk ke kelas lamaku dulu maka yang akan terlihat adalah sekumpulan siswa-siswi yang berkumpul di suatu titik atau naik di atas meja dan bercerita abstrak yang tidak memiliki topik yang jelas.

Lalu kali ini seolah aku melihat kebalikan dari semua itu. Siswa-siswi yang duduk dengan tenang dan rapih tampak membuat kelas menjadi lebih enak untuk dipandang. Dengan sedikit gugup aku mengajak Sa duduk di kursi paling belakang. Karena memang hanya tersisa dua kursi itu di belakang. Untuk pertama kalinya aku melihat si nomor satu secara langsung. Dia duduk jauh di depanku, aku mulai memikirkan hal aneh. Aku ingin duduk di samping kursinya yang memang kosong. Tapi aku ingat lagi, mungkin saja dia tidak mau berteman dengan orang asing sepertiku. Aku menghela nafas dengan galau dan aku mulai melirik ke arah yang lain. Aku melihat Ta yang duduk bersama Fi, tampak dia mengobrol pelan yang tidak bisa kudengar. Kulemparkan pandanganku ke arah jendela di samping Sa, mendenguskan nafas dengan perlahan. Berfikir macam-macam hal sambil menutup mata dan membayangkan episode apa yang akan aku perankan selama aku sekelas dengan si nomor satu.

“Ay..”

Lamunanku terbuyar oleh suara Ta. Aku tersenyum getir saat mengingat momen itu, ketika pertama kali aku bertemu dengan Ka di kelas.

“Kita pulang yuk, udah semakin panas mataharinya.”

“Iya Ta.”

Aku berdiri dibantu dengan uluran tangan Ta, aku melihat gundukan tanah yang mengubur Ka sekali lagi. Aku pamit pulang ya Ka. Ucapku dalam hati. Kami berjalan menjauh dari makam Ka dengan rasa dan pikiran yang hampir sama ketika pertama kali aku bertemu Ka.

Sekelumit kisah tentang Ka, dia adalah gadis kuat nan cerdas diantara orang-orang yang pernah kukenal. Gadis yang memiliki peran apik di setiap episode kehidupannya. Gadis yang selalu tersenyum walau kehidupan sepah dan pahit harus dihadapi olehnya. Dia adalah sosok gadis yang tanpa kusadari merubah cara pandangku terhadap kehidupan ini. Aku yang berfikir bahwa hidup ini biasa-biasa saja mengikuti alur yang disiapkan Sang Maha Kuasa seolah tertampar ketika melihat gerakan perjuangan yang Ka lakukan.

Ka adalah gadis pendiam pada awalnya, dia hanya memiliki sedikit teman yang mau menerimanya sebagai sahabat dekat. Aku berfikir kala itu ketika orang lain mendekati Ka, maka orang itu tidak lain hanya kasihan kepada latar belakang Ka. Aku teringat ketika pertama kali ingin dekat dengan Ka. Mendatanginya dan berkata jujur bahwa aku ingin duduk di sampingnya. Sempat ada isu buruk mengenai Ka, aku yang tidak tahu menahu hanya bisa mendengar tanpa menyaringnya. Namun entah kenapa diriku selalu menolak untuk membenarkan isu mengenai Ka. Alhasil aku ingin membuktikan bahwa Ka tidaklah seperti itu.

Kumulai dengan cara duduk sebangku dengannya, bertanya mengenai pelajaran yang tidak aku pahami dan berlanjut mengajaknya makan siang bersama. Pada awalnya isu mengenai Ka memang benar adanya karena aku bisa langsung merasakan sikapnya kepadaku. Tetapi secara perlahan sikap Ka berubah. Isu buruk mengenai Ka seolah tertimbun dengan perubahan Ka yang semakin hari semakin membuatku yakin bahwa Ka adalah orang yang baik dan tidak pelit ilmu. Kecerdasan Ka semakin membuatku kagum, apalagi dengan latar belakangnya yang membuatku bungkam ketika melihatnya harus menahan sakit yang tiada terkira.

Perbedaan pendapat dan kepekaan perasaan yang kami miliki terkadang menjadi ujian persahabatan yang kita jalin. Tidak hanya aku dan Ka saja yang diuji kesetiaan dalam persahabatan. Hubungan persahabatanku dengan Ta juga terkadang retak karena kesalahpahaman dan perbedaan pola pikir yang berbeda. Ya, sahabat baikku setelah Ta adalah Ka dan kami memutuskan mengikat pertemuan ini dengan persahabatan, bahkan kami membuat Grup WA yang isinya hanya kami bertiga. Berhaha hihi seolah kami adalah sekumpulan orang yang sama-sama memiliki kesepahan dalam hidup. Pertemuan ini membuatku semakin sadar bahwa pahitnya hidup yang kualami dan sudah kuanggap biasa saja serasa ditaburi bumbu istimewa oleh hadirnya mereka berdua.

Ketika bercerita seolah kami memang memiliki masalah yang sangat berat, menangis bersama bagaikan hal pasti dalam jeritan cerita yang kami alami. Ka dengan penyakitnya, Ta dengan family nya, dan aku dengan deretan alur hidup yang sedang kucari ujung talinya. Kami handle cerita itu sebagai pacuan semangat kami dalam mengarungi hidup sehingga menjadi sebuah ikatan yang tiada nilainya.

Kembali lagi cerita tentang Ka, gadis ini mengajariku banyak hal mengenai episode kehidupan orang lain. Mungkin kata orang jangan suka mengurusi masalah orang lain sebelum urusanmu beres. Bahkan ada orang yang berucap bahwa masalah hidup kita adalah yang utama sehingga tidak pas jika kita melihat masalah di episode orang lain.

Ka memberiku sebuah gambaran yang tersirat, peran orang lain dalam mengahadapi masalah hidupnya bisa kita gunakan untuk menyelesaikan masalah kita pula. Contohnya saja kisah perjuangan Ka dalam menghadapi penyakit yang menemaninya sedari kecil. Bukankah itu cukup mengajariku bahwa orang yang sepahit itu di sepanjang jalan hidupnya masih bisa tertawa lebar dan menumpuk prestasi. Berkaca di diriku yang diberi oleh Sang Maha Kuasa kesehatan yang tidak bisa terbeli masih mampu menyalahkan dan mengeluh akan segala ujian yang kuhadapi. Bahkan masalahku tak sebesar yang dirasakan oleh Ka. Maka jika aku diterpa masalah yang membuat diriku merana aku akan mengingat perjuangan Ka dalam menjalani sisa-sisa hidupnya.

Berpuluh kali aku melihatnya lemas tak berdaya di ranjang rumah sakit yang dipenuhi oleh bau obat-obatan. Infus yang bersliweran menancap tubuhnya yang tidak berdaya. Selang oksigen nasal kanul yang membelit hidungnya demi bisa membuatnya bernafas. Obat, makanan lama, dan air yang masih penuh karena sedikitpun tidak ada nafsu makan memenuhi meja samping ranjangnya.

Berulang kali aku melihatnya selalu membawa suntikan insulin ketika bepergian. Tak sedikitpun rasa malu ketika dia harus setia membawa benda berharganya itu. Badannya sangat kurus sehingga dia bercita-cita ingin menjadi gembul sepertiku. Tak kusangka keinginannya memang tercapai.

“Aku pengin gendut kayak Ay, caranya gimana sih?”

Tanyanya suatu hari.

Aku tersenyum geli. “Ih dari dulu badan aku segini tau, pengen kurus ngga kesampaian mulu.”

“Ka pengen gendut kayak Ay.”

“Makan yang banyak ya Ka, nanti bisa kok.” Ucapku sambil tertawa geli.

Bibirnya manyun dua senti membuatku semakin geli. Badan Ka tidak lebih dari 42 kilo gram. Pernah suatu hari ketika pelajaran berlangsung tubuh Ka sangat panas dan tangannya gemetar. Awalnya aku panik dan menanyakan dengan pertanyaan beruntun. Namun Ka hanya tersenyum dan berkata,

“Lihat Ay, Ka sehat kok tapi badan Ka gemetaran ya. Panas juga pengen tidur di lantai ah.” Ucapnya sambil tertawa lirih.

“Kok bisa sih Ka?”

“Udah biasa Ay, nanti juga sembuh kok kalo udah makan dan minum Mila Gros.”

Aku tersenyum tipis, sedih ketika melihatnya harus menerima kenyataan di usianya yang masih sangat muda. Usia yang harusnya menikmati kebebasan dalam perihal makanan, minuman, olah raga dan lain sebagainya. Oh ya, Ka tidak boleh makan banyak dikarenakan jika kebanyakan makan gula di tubuhnya akan tinggi dan bisa menyebabkan tidak sadarkan diri.

Ka sering izin tidak masuk sekolah karena sakit. Sakitnya pun macam-macam, terkadang sakit karena flu, demam, masalah penyakit gulanya, batuk, dan lain sebagainya. Ketika Ka tidak masuk sekolah aku juga merasa kesepian, namun dengan sigap Ta selalu datang dan menghibur.

“Ta ada kok, doain biar Ka cepet sembuh Ay.”

Ucapnya suatu ketika.

Aku tersenyum hambar, ketika tidak ada Ka seolah aku tidak bisa merubah mood buruk menjadi mood baik. Walau tidak jarang Ka membuatku marah karena sikapnya yang terkadang kurang aku sukai tapi dengan lembut dia selalu meminta maaf. Apapun kasusnya dan tidak peduli siapa yang salah Ka selalu datang meminta maaf duluan. Harus kuakui Ka adalah orang yang sangat sabar.

Aku berpisah dengannya ketika aku masuk ke kelas IX-A dan Ka di IX-H. Tapi aku masih bisa berlega diri karena Ta sekelas dengan Ka. Aku harap Ta bisa menjaganya ketika Ka butuh sesuatu. Perpisahan tidak hanya itu saja, aku harus melanjutkan SMK ku di luar kota, bahkan luar provinsi. Dengan perasaan berkecamuk aku melambaikan perpisahan kepada Ka dan Ta. Kami menyambung persahabatan melalui dunia maya karena susahnya akses untuk kami saling bertemu secara langsung.

Hingga suatu ketika aku mendengar Ka dirawat di rumah sakit. Segera aku menghubunginya lewat Whats Ap.

“Ka.. Km di RS?”

“Iya Ay doanya aja.”

“Duuh… Sakit apa?”

“Maag dan sesek.”

Sedih mendengarnya sakit, padahal sudah sering aku mendengar bahkan melihatnya terkapar tak berdaya di rumah sakit. Aku memberikan ucapan semangat dan kata motivasi agar dia tidak terlalu stress memikirkan sakitnya.

Ka selalu menanyakan kabar kapan aku bisa pulang dan bertemu dengannya, namun dikarenakan kondisi darurat aku harus menunda hingga dua tahun aku tidak pulang. Ka sering menanyakan bagaimana makanku, bagaimana teman-temanku, bagaimana tidurku, bagaimana tempat tinggalku, bahkan Ka sering menanyakan apakah aku sehat dan baik-baik saja. Namun aku tidak bisa menceritakan semuanya kepada Ka, aku tidak mau masalahku membuat beban yang mendalam bagi Ka apalagi membuatnya sedih. Sering aku berbohong baik-baik saja padahal hatiku sedang remuk dan banyak segudang cerita yang aku pendam di waktu yang lama. Ingin aku mencurahkan kepadanya, tapi aku tidak tega.

Akhirnya aku pulang, Ka sangat senang. Selalu bertanya kapan bisa bertemu dan kapan bisa makan bareng. Rencana, rencana dan rencana sampai Allah menetapkan Rencana yang lebih baik untuk Ka.

Jam dua dini hari aku mendapat kabar bahwa Ka meninggal dunia. Kala itu aku menganggap Ka bercanda karena aku teringat keinginan yang dia tulis di kolom chat Whats Ap beberapa hari yang lalu. Ka ingin bertanya banyak mengenai agama dan Ka ingin foto bersama aku dan Ta seperti foto empat tahun yang lalu.

Disinilah akhir kisah dan pertemuanku dengan Ka.

Selamat jalan Ka…

.

 

 

Ikuti tulisan menarik Puji Rahayu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler