x

Iklan

Dewi Oktaviana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 November 2021

Minggu, 21 November 2021 18:19 WIB

Ilmuwan Gila (Telepati)-Selesai


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lanjutan dari: Ilmuan Gila (Telepati) sebelumnya

Dengan terpaksa aku berjalan keluar laboraturium dengan amarah yang bekobar dan takut yang mendalam. 

"Anak sialan!"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Berani sekali dia." 

"Kalau profesor sampai marah bisa hancur ini lab." 

"Kasian."

"Jangan sampai dia jadi korban uang menjadi abu."

Banyak sekalu pikiran-pikiran orang yang terdengar olehku. Reflek aku menutup telingaku telingaku lalu berlari ke arah motorku. Aku merogoh handphoneku lalu menelepon seseorang.

"Za, kita ketemu di depan sekolah! Nanti aku jelaskan disana  aku butuh bantuanmu!" Aku langsung menutup telepon, mengkantongi HPku lalu menyalakan motor dan mengendarainya dengan kecepatan kencang.

Sesampainya di depan sekolah, terlihat Iza sudah menungguku sambil meminum boba yang ada di tangannya.

"Dah lama?" Tanyaku sambil turun dari motorku lalu ikut duduk bersamanya.

"Iya, darimana?"

"Laboraturium."

"Wah gila. Seorang Erfan mengendarai motor sampai sana tanpa helm. Untung aja gak ketilang."

"Aku butuh bantuan nih, antara hidup dan mati."

"Buset, kayak apa aja," ujarnya tidak percaya lalu kembali menyeruput bobanya.

Aku mengeluarkan kertas dan pensil lalu menuliskan sesuatu hingga penuh. Tak lupa ku-kasih tanda tangan, nama terang. Kemudian aku masukkan ke dalam amplop lalu merekatkannya dengan lidahku.

"Nih tolong kasih ke Pak Fajat," ucapku lalu memberikan surat itu ke Iza.

Terlihat Iza menatap surat itu jijik sampai akhirnya ia terima. "Harus Pak Fajar? Lainnya?"

"Harus! Kalau bukan beliau bisa-bisa aku masuk BK. Agak lama aku gak berangkat sekolah."

Iza terdiam sejenak berpikir sambil memandang suratku. Aku bisa tau semua yang sedang dia pikirkan.

"Setelah selesai nanti aku jelaskan semuanya. Dan aku bakal bantu kamu bisa jadian sama orang yang kamu suka."

Mendengar penjelasanku, reflek Iza mengangkat kepalanya dengansenang dan wajahnya sedikit memerah. "Janji?" Tanyanya dan akupun mengangguk.

***

Pukul 12 malam saat yang tepat untuk menjalankan rencana yang telah aku buat. Aku memasuki kamar adikku lalu menggendongnya keluar rumah. Aku mendudukkan adikku di motor bangku depanku lalu mengikat tubuhku dan tubuhnya menggunakan selendang.

Aku memakai helmku lalu menyalakan dan kupacu dengan kecepatan sedang. Pikiranku hanya satu, adikku harus selamat bagaimanapun caranya.

Pukul 3 pagi. Aku memakirkan motorku lalu turun. Adikku telah bangun sejak 15 menit lalu. Dia mengucek matanya dan kegiranfan saat melihat gedung bertulisan, "Hotel Wijaya Magelang."

Aku tersenyum sambil mengelus-elus kepalanya. "Kakak akan melindungimu. Semoga semua sesuai rencana."

***

"Pyar..." suara vas bunga pecah karena banting. "Mana anak itu?!"

"Tadi dia ada di sini. Harusnya masih ada karena tadi dia tertidur," jelas mama membela diri.

"Mana Erfan?"

"Erfan?" Dia langsung berlari ke lantai atas mengecek kamarku, kosong. "Kosong."

"Sial! Anak itu benar-benar buat aku marah!" Papa memandang mama yang masih berada di depan tangga. "Telepon semua anak buah kita untuk cari mereka!"

***

"Tok..tok..tok..permisi pak." Iza memutar gagang pintu lalu masuk ke dalam sebuah ruangan.

"Maaf pak, ada titipan surat ijin dari Erfan," jelas Iza lalu mrmberikan surat itu ke Pak Fajar.

"Loh, wali kelas kalian siapa? Kok diberikan ke saya?" Tanya Pak Fajar heran.

"Maaf pak, tapi Erfan maunya diberikan ke Pak Fajar, hehe."

"Oke." Pak Fajar membuka surat itu dan matanya seketika terbelalak membaca surat itu. "Nanti kamu ke sini lagi jam istirahat oke?"

Iza mengangguk lalu permisi kembali ke kelasnya. Iza berjalan menelusuri koridor dengan pikiran yang bertanya-tanya bercampur penasaran.

***

Sudah 5 hari berlalu, tapi kami berdua masih berdiam diri di hotel. Entah mengapa adikku sudah mulai rewel mengajakku segera pulang.

Aku menghela nafas lalu memandang jendela kamar hotelku. Lagi-lagi pikiranku dipenuhi oleh pikiran orang-orang. "Arrgghh, pusing," pekikku sambil menutup telinga.

Pandanganku tertuju kepada 5 mobil datang berurutan. Salah 1 dari mereka turun lalu membuka pintu di mobil belakangnya. Mataku terbelalak, ketakutan kembali muncul. "Papa?" Pikirku.

Aku segera memeluk Fany erat-erat. "Kaka kenapa?"

"Kakak gapapa. Kakak cuman mau melindungi kamu," jawabku padanya.

"Aku disini kak," ucapnya sambil menatapku, tatapan yang membuatku ingin menangis.

Dan benar saja tidak lama mereka telah menemukan kami. Ketukkan pintu dan seruan membuatku terkejut setengah mati. Fany menangis ketakutan. Akhirnya pintupun didobrak oleh mereka.

Mereka tersenyum sadis. Aku memandang mereka dengan tatapan campur aduk.

"Ayo ikut papa!" Perintah papa sambil menarik tangan Fany, reflek aku menangkis tangan papa dan mendorongnya.

"Berani ya?!" 

"Demi adikku tidak akan aku biarkan papa melukainya. Dan demi adikku juga tidak ada rasa takut sama sekali!"

Beberapa orang suruhan papa mencoba menangkapku, tapi aku melawan bahkan tak segan-segan melukai mereka.

Dikesibukanku mengurusi mereka, papa menggendong Fany lalu membawanya keluar ruangan.

"PA, JANGAN BAWA FANY!" Teriakku masih sambil melawan mereka, tapi sia-sia. Air mataku menetes, aku gagal. Tenagaku habis, dan aku pasrah.

"Hei pengecut!" Seru seseorang yang suaranya tidak asing buatku. "Iza!" Seruku senang. Dia tersenyum kepadany.

"Dasar pengecut! Beraninya sama bocah. Kalian gak tau kan kalau dia liat anjing menggonggong saja udah lari ketakutan, apa lagi liat kalian banyak dengan muka serem kayak setan!"

"Ngomong apaan sih? Gila ya kamu!" Seruku tidak terima. Di saat seperti ini dia justru bercanda.

Tidak lama ada 5 orang muncul di belakang Iza dan bergegas menangkap orang-orang yang mengikatku. Aku tersenyum senang.

Dan lebih senangnya lagi, Pak Fajar datang menggendong Fany. Dia berjalan ke arahku dan memberikan Fany kembali ke pelukanku dengam senyuman.

Pak Fajar kembali keluar ruangan untuk mengurus lainnya. Di punggungnya terdapat tulisan, "Komisi Perlindungan Anak."

TAMAT

Ikuti tulisan menarik Dewi Oktaviana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu