x

Iklan

Safar Sirajuddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Rabu, 24 November 2021 19:20 WIB

Kebijakan Bertahan ala Pendidikan


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

UUD ’45 dengan jelas mengamanatkan pencerdasan kepada putra putri harapan bangsa tapi kecerdasan yang diharapkan saat ini masih belum menampakkan sisi terangnya –atau kalah dengan sisi gelap kecerdasan- yang banyak dipertontonkan oleh aktor intelektual. Pendidikan yang direduksi dalam dunia persekolahan menjadi sesuatu yang sangat riskan saat ini, diaharapkan sangat mampu menjawab tanggung jawab yang diamanatkan pada konstitusi. Tapi apa yang terjadi? Perubahan yang begitu cepat dan tidak mampu di imbangi membuat para pemimpin negeri yang empunya kewenangan kelabakan mencari formula kebijakan yang memungkinkan untuk menjawab tantangn perubahan tersebut. Tapi karena sebagian produk kebijakan yang tidak prinsispil dan kebijakan instant dengan tidak sabaran menginginkan hasil kilat tanpa ingin proses yang berkelanjutan. Dan pada akhirnya kebijakan tersebut menjadi sebuah jalan buntu dan digantikan dengan kebijakan baru yang pada akhirnya akan berhadapan dengan tembok besar tak berkesudahan, kenapa? Karena produk yang tidak mengakar. Sehingga prof. Winarno menyebutnya  sebagai kebijakan bertahan. Alih-alih menyelesaikan masalah malah menambah kerumitan dan kebingungan di publik. Kebijakan yang seharusnya diarahkan untuk perbaikan mutu guna mampu bersaing dengan global menjadi isapan jempol belaka.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki penduduk tersebar di antara pulau yang menghuni dataran rendah dan tinggi, melek pendidikan atau tidak, semua bercampur menjadi sebuah kompleksitas yang fundamental. Kebijakan yang dikirim untuk mampu membuat keseragaman ini hidup tanpa sekat hanya sekedar kebijakan bertahan melihat kondisi mutu dan kualitas yang bisa dikatakan tetap bahkan cenderung berkurang.

kebijakan yang mencoba meretas dunia luar seyogyanya hanya untuk mencari celah untuk mempertahankan diri dari kemungkinan dampak yang ditimbulkannya, salah satu caranya adalah merubah wajah pendidikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika yang kita bicarakan hanya celah maka pada akhirnya kita tidak dapat melihat fenomena secara keseluruhan. Seperti sebuah jalan panjang, kita terlalu sibuk untuk menghindari lubang padahal kita tahu bahwa sebenarnya kita sedang berada dalam jalan yang rusak dan tidak akan menemui jalan yang tidak bercelah. Institusi pendidikan sebagai wahana Pendidikan akan selalu dihakimi sebagai produsen intelektual. Padahal sebanarnya pendidikan adalah implementatif dari kebijakan yang kurang berdampak itu. Akhirnya, institusi pendidikan  harus menanggung beban yang tidak mampu dipikulnya dan menjadi masalah yang tak kunjung usai. Seperti jalan tadi, ketika yang rusak adalah 10 km maka yang harus diperbaiki adalah 10 km bukan hanya 1 km, selanjutnya km ke-2 dan seterusnya. Ini bukan persoalan hanya setahun atau 2 tahun tapi ini jalan panjang pendidikan kita. Berganti tahun berganti kebijakan, walaupun hanya beda nomenklatur, esensi tetap sama.

Menurut paulo freire ada 4 hal yang bisa menyelamatkan pendidikan yaitu: Mengubah wajah sekolah -Tanpa politik, membuat suasana di sekolah layaknya rumah (feel at home)-, Reorientasi kurikulum, Pendidik yang membebaskan dan Mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia. Dan Negara kepulauan terbesar di asia tenggara ini sudah melakukan hampir semua hal tersebut. Apa yang salah?

Selama wajah pendidikan masih bersifat fluktuatif maka usaha akan menjadi sia-sia, seberapapun rentang waktu yang diberikan ditambah lagi dengan Kesenjangan yang hingga saat ini belum tertolong. Kebijakan yang sifatnya bertahan, pada dasarnya hanya akan membuat harapan menuju generasi emas menjadi impian semata, seperti impian keinginan bangsa ini melihat timnas di piala dunia.

Sikap Optimis akan selalu ada dengan melihat determinasi tinggi dengan formula-formula yang ditunjukkan oleh para penentu kebijakan menjadi semangat peubah dan penantang global bukan malah sebagai penerima imbas dan kalah dengan iklim modernisasi yang melaju dengan sangat cepat dan kian tak terhentikan.

Ikuti tulisan menarik Safar Sirajuddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB