x

Ilustrasi Bunga Matahari. Gambar oleh Bruno /Germany dari Pixabay

Iklan

sif han

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Rabu, 24 November 2021 19:24 WIB

Cemburu Buta si Adik

a short story by Raihanah Asshifah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cemburu

Suara pintu kamar yang dibuka berhasil membangunkan si empu yang punya kamar terbangun dari tidur nyenyaknya. “pagi sayang, gimana tidurnya?” sapa seorang wanita paruh yang biasa dipanggil bunda oleh yang dibangunkan. Wanita dua anak itu menghampiri si bungsu yang masih bermalas-malasan di atas kasur untuk sekedar mengecup atau mengelus kepala sang anak. “abang udah rapih bun?” tanya sang anak yang nyaman dengan afeksi yang diberi oleh sang bunda. “udah, kamu siap-siap gih biar bisa berangkat bareng ke sekolah sama abang” jawab sang ibu yang masih setia mengelus kepala anak kesayangannya itu. “oke” jawabnya sambil beranjak dari kasur untuk mempersiapkan diri berangkat ke sekolah. 

Jian dan Lino bisa dibilang saudara yang sangat dekat, walaupun mereka bukan saudara kandung namun mereka selalu saling melindungi. Walaupun sering kali mereka bertangkar karena hal-hal kecil itu tidak membuat rasa sayang yang mereka rasakan berkurang untuk satu sama lain. “Jian sini sarapan dulu, ada nasi goreng sama cumi kesukaan kamu” panggil sang bunda yang langsung dihampiri oleh Jian yang segera menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh bundanya yang paling ia sayangi. “abang mana bun?” tanya Jian saat ia tidak menemukan abangnya di meja makan. “lagi di luar, tadi ada yang dateng ke rumah nyariin abang kamu” jawab bunda yang juga masih fokus menyiapkan sarapan untuk anak pertamanya.  

“siapa bang? Lama banget di luar, temen?” seketika Lino kembali ke dalam rumah, Jian langsung menghantam Lino dengan berbagai pertanyaan. “temen. Oh iya bun aku gak bisa nganter Jian dulu soalnya sudah janji sama teman buat berangkat bareng sama dia hari ini” tutur Lino sambil melahap sarapannya. “trus gue berangkat sama siapa? Semalam lo juga udah janji kan mau nganter gue hari ini” ucap Jian tidak terima karena abangnya dengan seenaknya membatalkan janjinya dengan dirinya. “hari ini doang ji, lagian gak enak kalo nolak dia anak baru di sini dan gak kenal sama daerah” ujar Lino menjelaskan. “emang dia gak ada temen lagi selain lo?” marah Jian masih tidak terima. “Jian.. Sudah gapapa cuman sehari ini saja kok, nanti kamu biar bunda anterin aja” sela bunda untuk menenangkan si bungsu. “gak usah bun Jian berangkat sendiri saja, bunda gak boleh kecapean sama dokter. Nanti biar Jian naik ojek online aja” jawab Jian menolak sang bunda sembari meninggalkan meja makan dengan perasaan marah dan kecewa kepada sang kakak yang sudah mengingkari janjinya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesampainya di sekolah Jian langsung menghampiri sahabat kecilnya Sam yang selalu Jian jadikan tempat mengeluh. “Ck kesel banget gue sama bang Lino, bisa-bisanya dia lebih milih nganterin orang yang baru dia kenal dari pada gue adeknya sendiri” keluh Jian sesaat dia duduk di sebelah Sam. “abang lo berangkat sama siapa emangnya?” tanya Sam menanggapi keluhan sahabanya itu. “gak tahu gue gak liat, tadi gue langsung cabut” kesal Jian. 

“sampe kapan memang?” tanya Sam lagi 

“hari ini doang” jawab si lelaki dengan mood yang buruk itu 

“yaudah ji, lagian cuman sehari doang” jelas Sam 

“ tetap saja gue kesel” 

“ji lagian lo juga tiap hari berangkat sama abang lo, sehari gak sama abang lo gak bikin lo mati kok” ujar Sam yang sudah malas jika Jian mulai keras kepala seperti ini.  

“yeeh malah diem, yaudah gue mau ke kantin dulu ikut gak?” tanya Sam yang hanya mendapat gelengan dari yag ditanya. 

Setelah Sam keluar dari kelas, Jian berusaha mengalihkan pikirannya agar tidak terus-terusan memikirkan Lino sang kakak yang sudah membuatnya kesal pagi ini dengan melihat ke luar jendela sambil memperhatikan anak-anak kelas yang sedang bermain bola di lapangan sekolah. “masih pagi sudah main bola saja, apa gak bau keringet itu siang-siang” komentar Jian yang masih memperhatikan mereka dengan raut wajah kesal. Saat sedang asyik melihat kumpulan siswa yang bermain bola, tidak sengaja Jian melihat abangnya berjalan berbarengan dengan seorang gadis cantik yang kata abangnya dia anak baru di sini. “owalah sama cewek ternyata. Pantes” monolog Jian pada dirinya sendiri. Entah kenapa ada gelenyar aneh di hati Jian saat melihat sang kakak berjalan bersama seorang gadis dengan senyum cerah terpatri di wajahnya. 

Jian tidak mengerti yang dia rasakan sekarang. Ada perasaan marah dan kecewa di dadanya karena Lino abangnya mengingkari janji denganya hanya demi seorang gadis. Tapi Jian di sini hanya orang lain yang tidak berhak mengatur mau dengan siapa Lino berangkat bersama, berjalan bersama atau bahkan bahagia bersama. Jian takut kalau-kalau Lino akan melupakan kehadirannya jika ada orang baru yang datang ke kehidupan mereka. Tapi Jian tidak boleh egois, kehidupan Lino bukan hanya Jian adik laki-lakinya. Lino juga berhak mendapatkan kebahagian lebih dari seorang adik, seorang pasangan hidup mungkin. Hahaha hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat air mata Jian menetes. “Ji lo nangis?” tanya Sam khawatir ketika melihat sahabat baiknya itu menitikkan air mata. Pasalnya hanya 5 menit Sam meninggalkan sahabatnya ke kantin, saat kembali malah dikejutkan dengan pemandangan Jian yang sedang menangis. “hah? Engga kok ini gue kelilipan” elak Jian sembari mengusap air mata yang dengan tidak sopannya keluar begitu saja dari mata monolidnya. 

KRIIIIING! 

Suara berisik nan nyaring itu menandakan bahwa jam belajar di sekolah sudah selesai dan para siswa serta guru sudah diperbolehkan untuk menyelesaikan segala kegiatan di sekolah. Kecuali untuk murid-murid dan guru-guru yang masih memiliki urusan di sekolah. Seperti Sam sekarang, dia sudah bersiap untuk mengikuti ekskul fotografi di sekolahnya bersama teman-temannya yang lain. “ekskul Sam?” tanya Jian basa-basi. “iya, duluan ya. Lo kalo mau balik hati-hati” jawab Sam yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Jian. Setelahnya Sam langsung bergegas ke tempat dimana ekskul fotografi dilaksanakan. 

Jian menunggu di depan gerbang sekolah tempat ia biasa menunggu Lino untuk pulang bersama walaupun ia tidak yakin Lino akan pulang bersamanya kali ini. Mengingat dengan siapa Lino berangkat pagi tadi. “JI!! Ngelamun aja, balik bareng gue yuk. Lo gak sama abang lo kan? Tadi pagi gue liat dia berangkat sama cewek” tepukan di bahu kanannya menyadarkan Jian yang sedari tadi terlihat melamun. Jian menengok ke arah orang yang menepuknya tadi untuk melihat siapa yang mengajaknya berbicara. Sial kak Chris kenapa malah ngingetin gue sih -batinnya “gak usah kak chris makasih gue nungguin abang gue saja, takut ngerepotin” jawab Jian yang masih berharap akan pulang bersama Lino. “yaahh sayang banget, padahal gue mau ngajak lo jalan-jalan, mumpung besok cuman ada lomba tujuh belasan.” ujar Chris dengan wajah yang dibuat seakan-akan kecewa. “sorry yaa” kata anak yang masih duduk di bangku kelas 11 tersebut. “yaudah kalo begitu gue nemenin lo di sini ya sampe abang lu jemput” tawar yang lebih tua yang langsung disetujui oleh yang lebih muda. 

Bosan menunggu, Jian mulai menimang apakah ia harus menerima tawaran kakak kelasnya tadi atau tetap menunggu Lino untuk setengah jam berikutnya lagi. Pikirnya mungkin Lino masih ada urusan di sekolah yang mendesak yang membuatnya pulang terlambat hari ini karena seingatnya Lino tidak memiliki ekskul sore ini. “kak Chris, tawaran yang tadi masih berlaku gak?” dengan ragu Jian bertanya pada sosok di sebelahnya. “masih dong, jadi mau nih balik bareng gue? Tapi nanti mau ajak lo jalan-jalan dulu sebentar gapapa kan?” yang ditanya menjawab dengan antusias. Sebenarnya Jian malas kalau harus jalan-jalan dulu, karena demi apapun dia tidak bersemangat untuk melakukan itu. Tapi melihat wajah sang kakak kelas yang terlihat sangat bersemangat ia jadi tidak enak untuk menolak ajakannya, yang akhirnya Jian hanya mengangguk menyetujui ajakan yang lebih tua. 

Laki-laki berkulit putih bak vampir itu mengajak Jian untuk berkeliling di taman kota sambil menjajal berbagai jajanan di daerah sekitar taman kota. Sejenak Jian melupakan rasa kesalnya pada Lino yang sudah mengingkari janjinya dan tidak memberi kabar sama sekali. Untung ada kakak kelasnya ini yang sedikit memperbaiki moodnya. Chris sangat baik padanya, membelikan Jian berbagai makanan untuk Jian padahal mereka tidak terlalu dekat. Jian jadi tidak enak, karena dia dan Chris tidak sedekat itu. Jian mengenal Chris karena dua minggu yang lalu Lino mengajaknya ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok bersama Lino dan dua teman lainnya yang Jian tidak ingat namanya. “gapapa sekali-sekali traktir adeknya teman gue hehe” jawab laki-laki tampan bekulit pucat itu sambil terkekeh kecil. 

Mereka menghabiskan waktu berdua cukup lama sampai-sampai kedua anak Adam yang asyik bersenang-senang berdua ini lupa waktu dan tidak sadar bahwa sang mentari sudah mulai meredupkan sinarnya. Yang lebih tua mengajak yang muda untuk duduk sebentar di bangku taman dekat danau di taman tersebut. Hitung-hitung memberi reward untuk kaki-kaki mereka yang sudah membawa mereka bersenang-senang hari ini. “capek juga ya keliling di sini, luas banget buset” ucap Chris memulai percakapan di antara mereka. “iya capek banget, mana udah mulai gelap.” sahut laki-laki yang berparasn manis itu. “oh iya, gue lupa ngabarin bunda sama bang Lino. Pulang sekarang yuk kak” ajak si manis kepada kakak kelasnya yang sedari tadi hanya memperhatikan Jian yang kelelahan. “ayok” ucap laki-laki itu. 

“makasih ya kak udah ngajak gue jalan-jalan terus nganterin gue sampe rumah” ujar Jian sementara ia turun dari motor si pria pucat di depannya. “iya sama-sama, lain kali kalo abang lo gak bisa nganter bilang gue aja pasti gue anterin selamat sehat sentosa sampe rumah” balas si pria sambil tersenyum hangat ke arah Jian. “haha oke, kalo begitu gue masuk dulu ya” ucap Jian seraya meninggalkan si empu yang sudah mengantarnya ke rumah. 

“baru balik jam segini? Dari mana aja? Pulang sama siapa? Kenapa bisa sampe lupa waktu gini?” 

“Banyak tanya” 

“Jian” 

“Tck. Iya gue baru balik jam segini, gue abis jalan-jalan sama kak Chris dan gue pulang sama kak Chris. Kenapa bisa sampe lupa waktu? Karena kak Chris seru. Puas?” setelah menjawab segala pertanyaan dari Lino sang kakak, Jian bergegas pergi ke kamarnya di lantai dua untuk bersih-bersih dan istirahat. Tidak menghiraukan panggilan Lino yang tidak puas dengan jawaban sang adik. 

Tok Tok Tok! 

Suara ketukan di pintu berhasil membuat perhatian Jian yang sedang merapihkan dirinya teralihkan ke arah pintu. “masuk saja, gak dikunci” ujar Jian dari dalam kamarnya ke si pengetuk pintu. “halo, akhirnya anak bunda pulang. Bunda khawatir banget sama kamu Jian karena gak ada kabar sama sekali” ujar bunda Jian dengan sedikit lega karena sudah melihat wajah anak bungsunya yang sangat beliau sayangi. “maaf bunda, Jian tadi main sama kak Chris sampe lupa waktu, Jian juga lupa ngabarin bunda sama bang Lino” sesal Jian yang sudah membuat orang yang paling ia sayangi khawatir. “iya gapapa sayang, yang penting sekarang kamu sudah pulang. Lain kali kalo mau pergi-pergi kabarin bunda atau abang kamu oke? Abang kamu juga khawatir banget sama kamu tadi” kata bunda sedikit terisak sedikit sambil memeluk Jian yang mulai menitikkan air mata. Jian benar-benar tidak suka ketika sang bunda mulai menangis, apalagi kali ini bunda menangis karena dirinya. “maaf bunda, bunda jangan nangis.. Nanti Jian ikut nangis nih” isak Jian yang makin terdengar dan ia segera mengeratkan pelukannya.   

“udah ah jangan nangis. Oh iya Jian, kamu lagi berantem sama abang kamu ya? Tadi bunda dengar kamu jutek banget ngomong sama abang” tanya wanita itu karena tidak biasnya mereka seperti ini. 

“engga kok bun” 

“bohong ya? Kalo engga berantem kenapa jutek banget tadi? Sampe abangnya manggil didiemin” 

“enggaaa bundaa, Jian cuman kesel aja” 

“kesel kenapa?” sambar Lino yang sedari tadi memperhatikan dua orang yang sangat ia kasihi di ambang pintu. 

“apasih bang?!! Nyamber aja” jawab Jian dengan nada ketusnya. 

“yaudah kalian omongan gih, adek kakak gak boleh berantem lama-lama” tutur bunda dan segera beliau beranjak dari kamar anak bungsunya untuk memberikan mereka ruang untuk berbicara berdua. 

Setelah kepergian sang bunda, Lino segera menghampiri adiknya yang terlihat masih kesal pada dirinya. Lino duduk tepat di sebelah Jian yang tengah mengutak-ngatik handphonenya berharap Lino tidak mengajaknya berbicara karena dia sedang tidak ingin berbicara apapun saat ini.  

“Ji adiknya abang yang paling abang sayang kenapa? Abang ada salah sama kamu? Ayo kita omongin dulu kan kata bunda gak boleh marahan lama-lama” bujuk pria berparas tampan itu. 

“siapa yang marahan?” 

“Jiiii” 

“apa sih ah berisik” Jian berusaha acuh tak acuh, padahal dirinya ingin sekali berbicara pada sang kakak. Karena sejak pagi mereka hanya berbicara pada saat sarapan, di sekolah pun Jian tidak menemukan kehadiran Lino. Jujur Jian merasa kesepian tanpa kehadiran kakanya, walaupun tadi sepulang sekolah ia pergi bersama Chris, hal itu tidak membuat Jian berhenti merindukan kakaknya. 

Suara isak tangis mulai terdengar di ruangan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil itu. Lino panik ketika mendengar suara tangisan tersebut yang ternyata keluar dari bibir si adik manis. “Ji, kenapa nangis? Abang ada salah sama Jiji?” haahh panggilan itu, entah kenapa Jian selalu lemah dengan panggilan itu. “Ji, ayo ngomong sama abang, kamu kenapa? Ada yang jahatin kamu? Bilang sini sama abang, biar abang hajar orang yang jahatin kamu” Jian hanya bisa menggeleng rusuh sambil membelakangi kakaknya. Sedangkan Lino masih tetap mencoba membujuk adiknya agar bicara sembari membalikkan tubuh sang adik untuk dipeluk dirinya. “kenapa?” tanya Lino lembut, terlampau lembut sampai-sampai Jian merasa bersalah karena sudah mendiamkan yang lebih tua setahun darinya itu. 

Tangis Jian makin menjadi ketika tatapannya bertemu tatapan teduh Lino. “udah udah, sshh jiji kenapa malah makin nangis, abang jadi bingung ini” ucap Lino sembari merengkuh tubuh adiknya ke dalam pelukannya. 

“abaang, maafin Jiji, Jiji cuman h- hiks kangen sama abang, kita cuman ngobrol sebentar sama abang waktu sarapan hiks” ujar Jian masih dalam keadaan terisak. “terus di sekolah juga jiji gak ketemu sama abang, jiji kangen sama abang.. Maaf sudah bikin abang khawatir tadi” lanjut Jian makin mengeratkan pelukannya. 

“jiji maafin abang ya, abang tadi banyak urusan di sekolah. Maaf juga abang sudah ingkar janji sama kamu, harusnya kita berangkat bareng ke sekolah tapi abang malah berangkat sama teman abang, maaf ya manis” Lino mencoba berbicara setenang mungkin karena tidak ingin adik manisnya tambah menangis. Sambil mengecup kepala sang adik, Lino membawa tangannya mengelus wajah sang adik yang sudah berderai air mata. “udah ya nangisnya nanti kamu susah napas” ujar Lino sambil mencium kedua mata sang adik. Yang dicium hanya mengangguk sambil menampilkan senyum manisnya. 

Kini sepasang kakak-beradik yang sudah berdamai dengan satu sama lain itu sedang berbaring di kasur saling memberi pelukan hangat. Sebenarnya Jian penasaran siapa gadis yang bersama abangnya tadi pagi, tapi ia tidak berani bertanya karena takut abangnya akan marah jika ia bertanya tentang kehidupan pribadinya. “kamu mau ngomong apa?” sadar dengan tingkah sang adik yang terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu, lantas Lino bertanya lebih dulu pada sang adik. Kaget karena kakaknya seperti tahu apa yang ia pikirkan sekarang, Jian berusaha untuk mengelak.  

“engga ada, jiji gak ada mau ngomong apa-apa” 

“bohong ini, kamu bisa ngomong apa aja sama abang ji, kan abang ini kakak kamu, kamu percaya sama abang kan?” balas Lino kepada orang yang masih berada di pelukannya saat ini. “eum itu, jiji mau tanya cewek yang berangkat bareng sama abang siapa? Kayaknya deket banget” ujar Jian dengan ragu sambil menutup wajahnya karena takut abangnya akan marah. 

“oohh itu sarah, dia tetangga baru kita, abang sama sarah juga sebelumnya pernah ketemu di sekolah pas dia daftar di sekolah. Jadi pas tahu ternyata kami satu sekolah, orang tuanya lebih tepatnya ibu sarah minta abang buat anterin Sarah tadi pagi karena orang tuanya masih ada hal penting yang harus diurus jadi gak bisa nganterin Sarah ke sekolah. Maaf lagi ya kakak harus ingkar janji ke kamu. Abang juga gak bisa nolak karena dia kan tetangga baru kita, abang cuman mau kasih kesan yang baik ke tetangga kita” Lino menjelaskannya dengan sangat detail, membuat Jian lagi-lagi diserang rasa bersalah karena terlalu egois hanya memikirkan dirinya sendiri.  

“oh begitu, kirain” 

“kirain kenapa?” 

“engga” 

“kamu gak mikir kalo Sarah pacar abang kan?” 

“HAH?! ENGGA. SIAPA YANG MIKIR GITU?!! BUNDA KALI TUH” elak Jian panik.

“santai ji, hahaha kenapa jadi bunda? Bunda gak ada di sini padahal” balas Lino sambil terkekeh 

“eh, jangan-jangan kamu jutek begitu gara-gara abang berangkat sama dia ya? Kamu cemburu sama Sarah?” selidik Lino dengan ekspresi sombong wajahnya, karena sepertinya ia mulai paham kenapa si manis bertingkah seperti tadi. 

“enggaaa apasih gak ada yang cemburu. Sudah gak usah tanya lagi!” titah Jian dengan wajah kesal. 

“hahaha iya iya gak ada yang cemburu” patuh Lino pada sang adik. “tapi Ji kamu harus tahu kalo abang sayang sama kamu, sayang sama bunda juga. Abang selalu ngutamain kebahagian kalian dulu karena abang suka ngeliat senyum kamu sama bunda setiap hari yang selalu jadi penyemangat abang, jadi jangan mikir kalo abang bakal pergi dari kamu oke?” ucap Lino bersungguh-sungguh sembari menatap adiknya. Jian menatap balik kakak kesayangannya dengan mata yang sudah siap mengeluarkan air dari sana, segera Lino mengusap lembut pipi gembul adiknya, “udah jangan nangis lagi ya, jangan cemburu sama Sarah juga” ucap Lino menenangkan sang adik agar tidak menangis lagi. 

“iyaa” ucap Jian memelas. 

“lho kan bener kamu cemberu sama Sarah” 

“APASIH ENGGA” 

“iya iya engga HAHAHA” Lino refleks tertawa melihat adiknya yang panik dengan wajah merengut kesal karena dirinya yang tidak berhenti meledek yang muda. 

END~ 

 

Ikuti tulisan menarik sif han lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terkini

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB