x

Iklan

ACHMAD AZHARY

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Jumat, 26 November 2021 08:14 WIB

“Merdeka Belajar” Melalui Model Pembelajaran Blended Learning

Artikel ini dibuat untuk mengikuti lomba dalam rangka hari guru nasional 2021

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kata “merdeka”  pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring mempunyai tiga arti, yakni: (1) Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; (2) Tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) Tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa (Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2016).  Sedangkan “belajar” menurut Sanjaya (2010: 112) adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya yang disadari. Selanjutnya Trianto (2010: 16) secara umum mengemukakan bahwa belajar  sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Djamarah dan Zain (2010: 10) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap berkat pengalaman dan latihan.

Merdeka belajar bermakna memberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman kepada siswa untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka. Dengan demikian masing-masing mereka tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan kemampuannya. Memberi beban kepada anak  di luar kemampuannya adalah tindakan yang tercela yang secara esensi berlawanan dengan semangat merdeka belajar. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh guru yang bijak. Ini tak ubahnya seperti siswa tuna netra  lalu guru memintanya menceritakan keindahan pemandangan kepada teman-temannya. Bila kemerdekaan belajar terpenuhi maka akan tercipta "pembelajaran yang merdeka" dan sekolahnya disebut sekolah yang merdeka atau sekolah yang membebaskan (Herbert, 2019). Perasaan nyaman ini harus diciptakan oleh seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakat.

Dalam pandangan HAMKA (Setiawan, 2016), kata “merdeka” mempunyai tiga dimensi: (1) Merdeka kemauan bermakna berani menyuruh, menyarankan menganjurkan dan menciptakan perkara yang baik dan diterima baik oleh masyarakat; (2) Merdeka pikiran, atau bebas menyatakan pikiran, yaitu melarang, menahan, mengkritik, mengaposisi yang mungkar; (3) Kemerdekaan jiwa, bebas dari ketakutan. Dalam konteks merdeka belajar, pandangan Hamka ini memberikan makna bahwa dalam belajar harus dilakukan dengan membangun kemauan dan semangat, mewujudkan kebebasan untuk menyatakan pikiran, dan bebas dari segala bentuk rasa ketakutan. Itulah sebabnya Ki Hajar Dewantara menggambarkan sekolah sebagai Taman Siswa, yaitu tempat yang indah, menyenangkan, membuat orang betah berada di sana, dan jauh dari ketakutan. Dengan demikian konsep merdeka belajar ini sudah digagas sejak lama oleh Bapak Pendidikan kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Konsep merdeka belajar mempunyai relevansi dengan teori belajar konstruktivistik. Dalam pandangan konstruktivistik anak mengonstruksi pengetahuan sebagai hasil interaksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Dalam proses ini fokusnya terdapat pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan (Suparno, 2001: 43-44).  Siswa diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa (Poedjiadi dalam Hamzah, 2008). Belajar merdeka mencirikan pembelajaran yang kritis, berkualitas, ekspres (cepat), transformatif, efektif, aplikatif, variatif, progresif, aktual dan faktual. Siswa yang belajar berbasis kemerdekaan akan senantiasa enerjik, optimis, prospektif, kreatif dan selalu berani untuk mencoba hal baru.  Mereka senantiasa lapar dan haus akan ilmu. Para siswa kategori ini menganggap bahwa membaca buku yang bergizi tak kalah nikmatnya dengan menyantap makanan (Herbert, 2019). Mereka tertantang untuk menghadapi kesulitan belajar, mereka selalu ingin bisa dan pantang untuk menyerah sebelum mencoba, mereka tidak bergantung kepada orang tua, guru, sekolah dan sistem/aturan. Di manapun mereka berada, mereka menjadi pribadi-pribadi yang menyenangkan, berpengaruh dan bermanfaat.

Menurut Rian Iwinsyah (2020) merdeka belajar menjadi salah satu program inisiatif Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia dan suasana yang happy. Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia. “Merdeka belajar itu bahwa proses pendidikan  harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan.”

Lalu mengapa merdeka belajar perlu segera diterapkan? Apakah anak-anak sekarang belajar dalam kondisi tidak merdeka dan tidak bahagia? Menjawab pertanyaan ini barangkali kita bisa merefleksi potret proses KBM yang bisa jadi membelenggu sebagian siswa di kelas, diantaranya: sebagian guru lebih banyak menggunakan metode ceramah di kelas yang pastinya membuat siswa jenuh, anak-anak masih menjadi objek dalam belajar sehingga mereka kurang kreatif karena proses KBM masih didominasi guru, anak-anak sibuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan guru termasuk PR, sumber belajar yang digunakan di kelas masih sangat terbatas, umumnya baru memanfaatkan buku paket saja sehingga siswa kurang diberi peluang untuk mencari bahan dari berbagai sumber selain buku paket.

Banyak hal lain lagi contoh aktivitas guru dan siswa di kelas yang memang masih banyak membebani siswa dan akhirnya membelenggu kemerdekaan siswa dalam belajar. Nah, dalam hal ini yang perlu dikembangkan adalah guru sebagai kunci utama keberhasilan merdeka belajar baik bagi siswa maupun gurunya sendiri.

Tantangan selanjutnya adalah, “Bagaimana menyediakan guru-guru kompeten yang dapat memberikan kemerdekaan belajar?”. Mendikbud, memberikan solusi sederhana, yaitu: “Mulailah dari melakukan perubahan kecil” yang dilakukan oleh “guru penggerak”.

Guru-guru perlu didorong untuk menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif yang memungkinan siswa belajar lebih merdeka sesuai kemampuan dan potensinya. Terlebih model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan TIK yang sudah sangat berkembang pesat dan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Dengan TIK  proses pembelajaran akan terjadi dengan mudah dan sangat memungkinkan siswa untuk belajar mandiri dan pastinya belajar lebih membahagiakan karena pastinya anak-anak lebih termotivasi belajar dengan teknologi terutama internet dan gadget. Oleh karenanya, untuk mewujudkan hal ini, guru harus memiliki kemampuan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. Dalam hal ini, keberadaan TIK bukan sebagai mata pelajaran, tapi terintegrasi dalam pembelajaran.

Ada banyak model-model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan TIK dalam pembelajaran salah satunya model pembelajaran.

Dalam Modul Model Pembelajaran Blended Learning, Pustekkom, 2019 disebutkan menurut Garner &Oke (2015), pembelajaran blended learning merupakan sebuah lingkungan pembelajaran yang dirancang dengan menyatukan pembelajaran tatap muka (face to face/F2F) dengan pembelajaran online yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Sementara menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005), blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Dengan pelaksanaan blended learning ini, pembelajaran berlangsung lebih bermakna karena keragaman sumber belajar yang mungkin diperoleh. Sedangkan Driscoll (2002) menyebutkan empat konsep mengenai pembelajaran blended learning yaitu:  a) Blended learning merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan atau menggabungkan berbagai teknologi berbasis web, untuk mencapai tujuan pendidikan.  b) Blended learning merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan pembelajaran (seperti behaviorisme, konstruktivisme, kognitivisme) untuk menghasilkan suatu pencapaian pembelajaran yang optimal dengan atau tanpa teknologi pembelajaran.  c) Blended learning juga merupakan kombinasi banyak format teknologi pembelajaran, seperti video tape, CD-ROM, webbased training, film) dengan pembelajaran tatap muka.  d) Blended learning menggabungkan teknologi pembelajaran dengan perintah tugas kerja aktual untuk menciptakan pengaruh yang baik pada pembelajaran dan tugas.

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan model blended learning itu adalah model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran dengan tatap muka di kelas seperti biasa dengan pembelajaran online (maya). Jadi dalam prosesnya selain siswa belajar di kelas sesuai jadwal yang sudah dibuat tetapi ada pembelajaran online yang dilakukan diluar jam belajar. Belajar online bisa dimanfaatkan untuk pemberian materi atau informasi dari guru terkait materi, forum diskusi, pemberian tugas dan pengumpulan tugas oleh siswa.

Sementara Carman (2005) menjelaskan lima kunci utama dalam proses pembelajaran blended learning dengan menerapkan teori pembelajaran Keller, Gagné, Bloom, Merrill, Clark dan Gery yaitu: (1) Live Event, pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama ataupun waktu sama tapi tempat berbeda, (2) Self-Paced Learning, yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan siswa  belajar kapan saja, dimana saja secara online, (3) Collaboration, mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi guru-siswa maupun kolaborasi antar siswa, (4) Assessment, guru harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen online dan offline baik yang bersifat tes maupun non-tes (proyek kelas) dan (5) Performance Support Materials, pastikan bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, dapat diakses oleh siswa baik secara offline maupun online. (Model Pembelajaran Blended Learning, Pustekkom, 2019).

Dalam pelaksanaan blended learning terutama fasilitas untuk pembelajaran onlinenya guru bisa memanfaatkan berbagai layanan Sistem pembelajaran yang menggunakan Learning Management System (LMS). Menurut Ellis (2009: 1) LMS adalah aplikasi perangkat lunak untuk administrasi, dokumentasi, pelacakan, pelaporan dan penyampaian kursus pendidikan atau program pelatihan. LMS dapat dikatakan sebuah managemen pembelajaran yang disiapkan untuk siswa dan guru dalam melakukan pembelajaran melalui perangkat lunak. Adapun perangkat lunak LMS yang bisa digunakan antara lain: Moodle, Canvas, Google Classroom, edmodo, Kelas Digital Rumah belajar, Blog dan lain-lain.

Berbagai layanan LMS tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru secara gratis maupun berbayar tinggal mempelajari dan memanfaatkannya dalam memfasilitasi pembelajaran online. Pembelajaran online dalam blended learning ini bisa dimaksimalkan oleh guru untuk memungkinkan siswa belajar lebih mandiri, tidak terikat waktu dan tempat bisa kapanpun dan di manapun sesuai kesanggupan siswa, dan ini bisa jadi solusi terbatasnya waktu di kelas yang sering jadi keluhan sebagian guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Pada akhirnya model pembelajaran inovatif dengan blended learning bisa menjadi alternatif yang bisa dilaksanakan guru dalam pembelajaran dan bisa memungkinkan siswa dapat merdeka dalam belajar karena dengan blended learning selain siswa belajar di kelas secara biasa,  siswa juga secara online dapat belajar secara mandiri, bebas mencari sumber bahan dan informasi untuk menyelesaikan tugas kelas, mandiri menggunakan gadget sebagai media dan sumber belajar sesuai kecenderungan anak-anak milenia yang lebih senang belajar dengan gadget, dan siswa bisa bebas menentukan jadwal sendiri kapan mengakses kelas onlinenya serta dimana dia akan mengkasesnya.

Referensi

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. 2016. KKBI Daring. Online. Tersedia pada: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nul

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. 

Hamzah. 2008. Teori Belajar Konstruktivisme. Online. Tersedia: https://akhmad-sudrajat.wordpress.com/2008/08/20/teori-belajar-konstruktivisme/

Ellis, Ryann K. (2009). Field Guide to Learning Management System. American Society for Training & Development (ASTD)

Purwanto, dkk. (2019). Rancangan Model Pembelajaran Blended Learning dengan Media Blog. Pustekkom

Rian Iwinsyah. (2020). Menakar Konsep “MERDEKA BELAJAR” https://intens.news/menakar-konsep-merdeka-belajar/

Ikuti tulisan menarik ACHMAD AZHARY lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB