x

Presentasi hasil karya siswi SMP Darul Ulum

Iklan

Yessy Novita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 November 2021

Jumat, 26 November 2021 21:30 WIB

Penerapan STEM dalam Pembelajaran di Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Wujud Merdeka Belajar untuk Menumbuhkan Keaktifan, Kekreativitasan dan Kemandirian Siswa

Artikel berisi pengalaman penulis dalam menerapkan pendekatan STEM untuk menumbuhkan kembali antusiasme siswa setelah proses pembelajaran formal disekolah dihentikan selama kurang lebih 2 tahun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penerapan STEM dalam Pembelajaran di Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dilingkungan Pedesaan sebagai Wujud dari Merdeka Belajar untuk Menumbuhkan Kembali Keaktifan, Kekreativitasan dan Kemandirian Siswa selama Pandemi Covid-19

 

Tanggal 25 November merupakan peringatan hari guru nasional yang diperingati oleh seluruh guru di Indonesia tak terkecuali penulis. Ketika berbicara tentang hari guru nampaknya masih banyak PR guru-guru di Indonesia yang belum sempat terselesaikan dan bahkan masih bingung bagaimana menyelesaikannya. Padahal Bapak Menteri Pendidikan kita telah menggaungkan bahwa untuk membuat guru dan siswa bahagia dalam proses pembelajaran. Namun ketika kita melihat kondisi sekarang dimana bukan hanya guru dan siswa tapi seluruh Dunia diuji dengan datangnya Covid 19 yang memporak porandakan pendidikan di Indonesia dan Dunia. Seluruh siswa dipaksa melakukan proses pembelajaran secara daring tanpa memandang bulu. Baik dikota, didesa, pelosok, bahkan dilingkungan pesantren pun dimana diketahui beberapa sekolah berbasis pesantren tidak diperbolehkan membawa ponsel dan fasilitas sekolah yang belum cukup memungkinkan untuk melakukan proses pembelajaran secara daring untuk seluruh peserta didik sehingga guru harus memutar otak untuk mengatasi problem tersebut. Permasalahan belum selesai sampai disitu, ketika pemerintah telah memperbolehkan PTM dibeberapa wilayah dan ternyata dampak penghentian proses pembelajaran formal disekolah selama 2 tahun membuat berkurangnya antusias siswa terhadap proses belajar mengajar. Kondisi inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan inovasi cara pembelajaran yang dapat menumbuhkan kembali keaktifan dan kemandirian siswa yang sempat terkubur. Bukan sesuatu yang mudah memunculkan kembali sesuatu yang terkubur ditambah tidak semua sekolah di Indonesia memiliki cukup fasilitas untuk menunjang pembelajaran yang moderen. Seperti yang dihadapi penulis, mengajar disebuah sekolah berbasis pondok dilingkungan pedesaan dimana semua siswa memiliki karakter yang bermacam-macam dan cenderung perlu dorongan yang ekstra untuk menumbuhkan kembali semangat belajar setelah kurang lebih 2 tahun mereka dibiarkan istirahat terlalu lama. Fasilitas sekolah yang belum cukup memadai membuat guru harus menyusun strategi yang pas diterapkan pada seluruh siswa agar pembelajaran tetap berlangsung. Belum lagi ketika kita berbicara pesantren maka kebanyakan siswa cenderung memiliki kegiatan yang sangat padat sehingga ketika mereka melakukan proses pembelajaran dipagi hari 80% akan mengeluhkan mengantuk sehingga guru yang melakukan proses pembelajaran dengan metode konvensional atau biasa disebut ceramah akan membuat mereka semakin terlelap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Salah satu inovasi yang diterapkan penulis sebagai wujud dari merdeka belajar kusunya pada pembelajaran IPA yaitu dengan menerapkan pendekatan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika). Mengapa memilih STEM?. IPA salah satu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar dan isinya, baik benda-benda yang ada dialam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul didalamnya. Mengingat semua teknologi yang dikembangkan saat ini berawal dari ilmu sains (IPA) dan secara aktif berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam menciptakan peradaban dunia yang lebih modern, penerapan STEM merupakan langkah yang sangat tepat mengingat dalam pendekatan ini  membuat siswa sebagai pusat kegiatan belajar. STEM bukan hanya membuat siswa sebagai pusat kegiatan belajar, dalam pendekatan ini siswa dituntun untuk berpikir bagaimana insinyur-insinyur atau ilmuan berpikir. Dituntun untuk menjadi pemecah masalah, menemukan ide-ide, merancang ide yang dibuat dan mampu menghubungkan pada aplikasi dikehidupan nyata. Pendekatan STEM dirancang sebagai pancingan siswa untuk menyelesaikan sebuah permasalahan dengan melakukan penyelidikan dan menerapkan ilmu matematika untuk merancang sebuah teknologi yang dapat digunakan dikehidupan sehari-hari. Hal ini dapat menumbuhkan kembali keaktifan, kreativitas, dan tentunya kemandirian karena pada dasarnya pada pendekatan ini semua dilakukan oleh siswa sedang guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

 

Dengan penerapan pendekatan ini, perubahan drastis dirasakan penulis pada suasana belajar mengajar. Pembelajaran yang mulanya hanya berpusat pada guru, menyampaikan semua materi dan memaksa siswa untuk terus mendengarkan ternyata bukan cara yang tepat. Hanya kurang dari 5% dari peserta didik yang mampu mengikuti gaya guru mengajar sedang yang lainnya cenderung pasif bahkan tak mengingat sama sekali yang telah disampaikan. Belum lagi ketika semakin guru banyak berbicara menerangkan semua materi maka semakin terlelap pula mereka, layaknya mendengarkan sebuah dongeng. Setelah mencoba menerapkan pendekatan STEM hasil tak terduga siswa sangat antusias bukan hanya ketika pembelajaran berlangsung namun setelah pembelajaran selesai banyak siswa yang secara aktif melakukan diskusi dengan teman sekelompok dan guru untuk kelanjutan rancangan yang mereka buat. Hal yang tak terduga lagi ide-ide yang dikemukakan siswa dalam pembuatan sebuah tiruan teknologi bisa dikatakan sangat menarik diluar dugaan penulia. Mereka mampu menemukan ide, merancang dan bahkan membuat alat secara mandiri dengan bekerja sama bersama kelompoknya. Materi yang seharusnya belum mereka kuasai membuat mereka mencari tahu dengan segala cara sehingga mendapatkan sebuah jalan keluar untuk menyelesaikannya. Suasana pembelajaran yang awalnya cenderung pasif menjadi sangat berwarna dan menyenangkan baik bagi siswa maupun guru. Dalam waktu 2 minggu pembelajaran sangat berbeda suasana, yang awalnya 80% terlelap setelah penulis mencoba menerapkan pendekatan STEM 95% siswa cenderung sangat antusias. Setiap penulis hendak memasuki sebuah kelas, hal pertama yang mereka tanyakan adalah apakah hari ini ke laboratorium IPA dengan raut wajah bersemangat. Artinya mereka sangat menantikan saat-saat pembelajaran berbeda seperti sebelumnya yang menantikan saat-saat pulang.

 

Merdeka belajar bukan berarti membiarkan siswa untuk semaunya, membiarkan keinginan mereka terpenuhi meskipun keinginan mereka memiliki dampak negatif. Tetapi merdeka belajar adalah mencoba memenuhi kebutuhan siswa dalam melaksanakan sebuah proses pembelajaran. Kebutuhan siswa disekolah perkotaan dengan siswa disekolah pedesaan berbeda. Sama halnya kebutuhan siswa disekolah umum biasa dengan disekolah berbasis pondok pesantren pun juga berbeda. Merdeka berarti bebas bukan berarti merdeka belajar membebaskan mereka untuk belajar semaunya tetapi merdeka belajar adalah mencoba menuntun mereka dengan pendekatan yang tepat bukan dengan paksaan. Mengizinkan mereka mengeksplorasi kemampuan mereka. Menggali ide-ide yang sebenarnya banyak hanya saja terkubur karena kemalasan. Kita sebagai guru hanya berhak menuntun, menunjukkan jalan yang benar bukan malah menarik secara paksa agar mereka menuruti semua keinginan kita.

Ikuti tulisan menarik Yessy Novita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler